Makna
Puisi “Seakan-akan Dirinya”
Karya Khudaifah El-Irjy
(كأنها)
جلست
أمامي لا أرى منها سوى
عينين ساحرتين تحت نقاب
رمشان
ذباحان، كحل ساحر
وبقية من بسمة وعتاب
نظراتها
مجنونة، وكأنها
عثرت على درب بوسط ضباب
وكأنها
وجدت بوجهي حلمها
ووجودها مخضوضر الأعشاب
وبحثت
عني، أين عقلي وأين روحي
والفوأد وأين صوابي
كيف
الطفولة في الثلاثينية
تغتال عمدا زاهيات شبابي؟
طفلا
رجعت وكنت أكبر عاشق
كيف اقتحمت بنظرة أبوابي؟
وفتحت
صدري، حيث ألف صيبة
عجزت تكون وكنت لي أحبابي
أنا
ما حكمت من الملوك لمرة
وحكمت من رمش ومن أهداب
إن
أنت بالعينين طلت سريرتي
لا ريب إن كشفت طلت رقابي
Seolah-olah ia duduk di depanku hanya kedua mata
yang mempesona di balik cadar yang ku lihat
Seolah-olah kedua matanya berkedip mematikan,
celak yang indah kini tinggal senyuman dan celaan
Memandangnya suatu kegilaan, seakan-akan dirinya
berjalan di tengah jalan yang berkabut
Seolah-olah dirinya menemuiku dalam mimpi
keberadaannya sangat jelas di ilalang
Sempat ku berfikir, di mana pikiranku. Ruhku,
sanubariku dan akal sehatku?
Bagaimana di usia tiga
puluhan
dengan sengaja, hasrat masa mudaku dirampas?
Ingin ku kembali ke masa muda, masa-masa cinta yang membara
bagaimana kau bisa menembus hatiku hanya dengan sekali memandang?
Dirimu telah membuka hatiku, yang tidak ada seribu
gadis pun mampu menjadi dirimu sebagai kekasihku
Cukup kali ini saja, aku bukanlah seorang raja
aku hanyalah bulu mata saja
Jika dengan kedua matamu perasaanku melulu
tak bisa dipungkiri, kau biarkan setatus budaku selalu
Menarik sekali puisi ini, puisi yang
ingin menyampaikan pesan seorang laki-laki yang jatuh cinta pada perempuan yang
bercadar, yang pada kedua matanya terdapat celak dianggap dapat menjerat hati
laki-laki yang memandangnya, namun sayangnya, cela itu menjadi celaan/cemohan,
kendati demikian setiap memandang kedua matanya adalah suatu kegilaan
tersendiri. Hal ini disebabkan ada yang misteri dalam diri wanita itu (terlukis
pada bait ke 3 tentang kabut).
Pada bait ke empat penyair dengan
lantang membuka keadaan wanita bercadar dan bercelak itu tampak di rerumputan. Artinya
wanita itu tengah bahagia melihat keadaan penyair. Namun sperti mana para
penyair lainya, penyair ini merasa kebingungan dengan keberadaanya yang diklaim
oleh wanita pernah bermimpi bertemu dengan di ilalang. Dan sampai pada bait
seterusnya penyair seantiasa mengajukan pertanyaan kepada wanita bercadaar dan
bercela itu.
Di sini
penyair menjelaskan usia mudanya, sekaligus bertanya kenapa harus dirampas
hasrat/kenginan mencintai wanita tersebut? Dikarenakan wanita yang membuat diri
penyair tergila-gila itu hanya sebatas angan dan menjadi beban yang tak
terpikulkan. Sementara sang perempuan itu senantiasa dapat mencurahkan dan
bahkan mengelabuhi hati sang penyair. Kemudian penyair berharap masa mudanya
kembali, masa di mana rindu membuatnya membabibuta oleh sang perempuan. Tapi dengan
lantangnya, penyair mengajukan pertanyaan lagi, dengan maksud untuk menyatakan
, kalau hanya wanita bercadar dan bercela lah yang mudah meluluhkan hatinya
seumpama lilin yang terlahap oleh api yang menjadikanya meleleh habis.
Bukan
seorang raja hanya sebata bulu mata saja, bulu mata yang senantiasa menempel
pada ke dua mata wanita itu sebagai tanda, jika dengan ke dua matanya diri
perasaan seorang penyair itu melulu, maka bisa dipastikan setatus seorang hamba
(bucin) akan senantiasa kekal dan abadi dalam diri sang penyair.