Perempuan Mencari Jati Diri
Sore kali ini saya dihadapi oleh sosok
perempuan yang saban harinya senang memikirkan setiap masalah yang ada di dalam
dirinya sendiri. Sebut saja namanya “rara”, sosok perempuan cerdas dan pintar
dalam bidang pendidikan dan menejemen ekonomi ini sering kali dirundung masalah
seputar kpribadian dan kebutuhan hidupnya sendiri. Ia juga sosok wanita
pemikir, kalau tidak sukar dikatakan perempuan itu bahkan over ide-ide bagus
dari hasil pemikiranya. Tapi sayang seribu sayang, dirinya enggan “mageran”
dalam bertindak atau mengaplikasikan buah ide dari hasil pemikiranya itu dalam
bentuk tindakan “amaliyah”. Sehingga, perempuan itu lebih merasakan banyak
masalah dalam hidupnya ketimbang meraih
kesuksesan dari buah ide-ide cemerlangnya itu.
Suatu ketika, tepatnya 21 januari 2021, hari
kamis sore ia berusaha mengungkapkan kepadaku rasa sesak di hatinya itu. Rasa yang
mungkin tak lagi mampu ia pendam sendiri dan mungkin menurutnya bila rasa
sesak, gelisah dan sunyi-sepi ini dibiarkan akan semakin menjadi-jadi. Seraya berakata:
“kang... hari ini
saya banyak pikiran, mulai dari maslah bimbel, sekolahan, dan jualan roti juga
sate”. Tuturnya kepadaku melalui pesan wattsap.
“kenapa dengan bimbelmu memangnya nenk?” tanyaku dengan
tertib, seakan ingin memulai pemabahsan satu persatu dulu.
“begini kang, saya
kan di rumah buka bimbel, fasilitas sudah ada, mulai dari meja belajar, papan tulis,
dan ruang khusus selebear 4x4 persegi bangunan”. Berusaha menjelaskan niatnya.
“hem, terus kendalanya apa emangnya nenk? Bukankah semua
yang kau ceritakan sudah baik, bahkan sudah memenuhi syarat layaknya suatu lembaga
pendidikan". Berusaha menjelaskan timpalku.
“iya kang benar katamu, namun kendala saya bukan di situ!
Kendalaku ada pada mereka yang sudah mengikuti kelas bimbelku selama 3 bulan
lalu”. Tuturnya agak abstarak, sampai-sampai saya tidak menemui cela untuk
bertanya lagi, karena menurutku semua yang ia tuturkan itu sudah baik, mulai
dari ada bangunan, perlatan belajar yang lengkap, dan sudah ada peserta didik
yang ingin belajar.
“lalu apa kendalamu nenk? Aku bingung, bukankah semua
yang kau ceritakan itu semua masa depanmu? Lalu apa yang membuat dirimu kepikiran
sampai menghubungiku nenk?” tanyaku sambil lirih dan penuh perhatian yang
sangat mendalam kepadanya.
“begini kang, jadi ada sekitaran 10 murid awal-awal aku
buka bimbel itu belajar di tempat bimbelku, lambat laun mereka semua hilang
satu persartu. Sampai yang tersisa hanya tiga orang saja, sebut saja namanya
amel, meli, dan ali kang..” jelasnya dengan tutur kata yang lugas.
“owalah masalah anak didik bimbelmu yang saban hari
berkurang tah nenk masalahnya?” tanyaku berusaha untuk mengerti kata demi kata
yang ia utarakan pada waktu itu.
“bukan itu kang maksudku” dengan nada lumayan tinggi ia
katakan.
“lalu? Kalau bukan
karena itu, karena apa nenk?” tanyaku berusaha lagi untuk lebih mengerti jalan
pemikiranya.
“karena mereka tidak ada yang bayar bimbel, masa iya aku
sudah ngajar cape-cape, waktu luangku sudah ku hadiahkan kepada mereka, dan
segenap jiwa ragaku telah ku berikan kepadanya, mereka tidak ada yang bayar
usaha kerasku ini kang?” teridam, sunyi sebentar sama-sama menemani ia
denganku.
“apa yang harus kamu lakukan ketika dirimu ada dalam posisiku
ini?” lanjut tanya dari bibir cerwetnya itu.
“oh.... itu tah masalahnya, maaf ya nenk sebelumnya akang
agak lama mendapatkan pesan katamu itu”. Berusaha mengurangi tekanan tinggi darah.
“kalau aku dalam posisimu, aku akan melakukan satu hal; sholat subuh dan magrib
di tempat bimbelmu itu”. Ujarku sembari menyeruput kopi sore kala itu.
“loh apa hubungnya dengan sholat kang? Kalau begitu mah
bukan solusi, kamu sama saja menyuruhku untuk mengajar ngaji!” dengan nada
tinggi ya katakan.
“bukan itu maksudku nenk, aku memberimu solusi tentang
masalah yang kau hadapi dengan sholat subuh dan magrib di tempat bimbelmu itu
tujuanya adalah agar tempatmu berkah, karena di mana Tuhan sudah memberkahi
suatu tempat atau perkumpulan, disitu akan turun rezki”. Jawaku sok-sok tahu
agama.
“aku belum paham dengan maksud dari solusi yang kau
berikan kang!”. Dengan penuh kata penasaran ia menjawabnya.
“begini nenk sederhananya, kamu kan udah usaha selama 3
bulan mengajar mereka kan, coba usahamu disertai dengan doa atau munjat kepada
Dzat yang memiliki hati anak didikmu, akang yakin semua keinginan mu akan
tersampaikan, terwujud dan bukan sekedar kata kenginan lagi. Mencoba untuk
menjelaskan kepadanya dengan suara lantang dan penuh semangat.
“dan jangan lupa ya nenk, setelah sholat magrib baca
surat ar-Rahman kemudian berdoalan kepada-Nya agar tempat bimbelmu diberkahi,
begitu juga di sholat subuhmu dengan surat al-waqiah, kali saja tempatmu diberi
rizeki yang tak terduga-duga.” Jelasku sambil menyetut rokok yang ada di
jari-jemariku.
“............................................................”
bersambung, dijawab dengan sunyi tanpa ada terima kasih. Wassallam
Setelah henphone ku matikan, aku bergumam sendiri dalam
hati ini, kog ada ya orang banyak masalah dan banyak mikir? Kenapa gk
dikerjakan gitu, agar masalahnya mengurang, ya setidaknya kalau tidak mengurang
bisa nemu jawaban dari tindakan yang ia kerjakan. Karena bagaimana mungkin kita
bisa menjadi benar, tanpa ada kesalahan? Takut bertindak artinya takut menerima
kesuksesan, takut sukses, artinya sedang merayakan kebodohan kesekian kalinya.