Makna Kata Habib?
Akhir-akhir ini, setelah adanya bentrok antara
pimpinan ormas dengan pemerintah yang disebabkan isu covid-19 mengundang
perhatian besar publik bahkan menjadi buah bibir yang berkepanjang, hampir
seluruh media meliput dan memperbincangkan isu pelanggaran covid-19 yang
dilakukan oleh ketua ormas tersebut. Hal ini dikarenakan kedatangan pimpinan
ormas diduga kuat mengundang kerumuan masa dalam rangka menjemput kehadiran
sang habib (pimpinan ormas) lalu.
Kejadian ini tidak berakhir di sini, bahkan
menimbulkan isu baru. Alih-alih disebabkan adanya bakuhantam antar pengikut
setia habib tersebut dengan aparat kepolisian. Sehingga, sang pemimpin ormas
dijebloskan ke dalam jeruji besi karena dianggap sebagai pemimpin yang
mengajarkan para pengikuti setianya untuk melawan kepemerintahan yang sah,
dalam arti kepemimpinan di bahwa kekuasan Presiden sekarang oleh ormas tersbeut
dianggap atau dinilai sebagai pemimpin yang tidak sah secara konstitusi.
Lebih parah lagi, budaya masyarakat Indoensia
selalu menilai sesorang itu dari titel, keturunan, dan harta. Semakin titel
seseorang itu berlipat-lipat, semakin segan pula orang lain membantah
pendapatnya. Semakin harta seseorang itu berlimpah, semakin banyak pula orang
lain mengemis kepadanya. Dan lebih miris lagi, jika di lingkungan kehidupan
kita terdapat keturunan Nabi Muhammad yang kerap dikenal dengan kata syaid dan
syarif (untuk laki-laki) sementara syaidah dan syarifah (untuk perempuan)[1]
seakan-akan pendapatnya adalah pendapat yang tidak bisa dibantah, tindakanya
harus diikuti, ucapanya harus diamini, dan bila ada disekitar kita dari
kalangan orang biasa yang tidak menerima pendapat atau tidak sejalan dengan
pendapat dari kalangan keturunan Nabi Muhammad, maka kita dianggap sebagai pro
kepemerintahan yang dhoilim. Ada apa dengan penduduk negri kita ini?
Situasi di atas membuat dan mendorong saya
untuk membuat tulisan ini dalam rangka agar tidak ada penyalah gunaan istilah,
membabibuta dalam membela keturunan Nabi dalam hal-hal yang bertentangan dalam
agama, dan apalagi menjadikan mereka semua sebagai Tuhan yang harus dita’ati
seluruh perintahnya. Hal ini pula yang menjadikan sebagain masyarakat Indonesia
yang kurang paham mengenai agama menjadi ikut-ikutan atau imitasi buta dengan
dalil agama yang mereka anggap benar, padahal kebenaran itu sifatnya relatif,
begitu juga kesalahan.
Berdasarkan fakta di atas, penulis tidak ingin
panjang lebar membahas tentang kasus tersebut. Melainkan ada persoalan yang
lebih penting dari hal di atas yaitu siapa sebenarnya habib itu? Apa makna kata
habib? Dan siapa yang layak atau pantas untuk menyandang gelar habib?
Berdasarkan tiga pertanyaan di atas, penulis akan meninjau ulang lafad habib
dari beberapa literasi yang pernah penulis baca.
Kata “habib” berasal dari bahasa Arab
yang artinya adalah “orang yang sangat dicintai” atau “dikasihi”, Secara
pemaknaan, Quraish Shihab memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai
Habib, “Habib itu orang yang mengasihi dan dikasihi. Jadi kalau ‘mengasihi’
dalam bahasa Arab itu artinya ‘muhib’. Kalau ‘yang dikasihi’ itu ‘mahbub’.
Kalau ‘habib’, bisa berarti subjek bisa berarti objek. Jadi, ‘habib’ tidak
boleh bertepuk sebelah tangan, hanya mau dicintai tapi tidak mencintai
orang,” ujar Quraish Shihab dalam sebuah wawancara.
Berdasarkan keterangan di atas, kita semua
dapat menilai, siapakah yang pantas mendapat gelar habib? Jawabnya adalah
semuanya bisa! Akan tetapi, jika gelar habib ini ditujukan karena garis
keturunannya, menurut pandangan penulis hal itu sifatnya sudah wajar, toh
keturunanan Nabi, wajar dong dibilang “habib”. Ada yang sangat menakjubkan,
ketika seseorang yang bukan keturunan “nabi” kemudian dibkatakan “habib”
berdasarakn definisi yang dikemukakan oleh Qurais Shihab di atas, maka orang
tersebut sudah diluar batas kewajaran. Karena kenapa? Karena yang biasa
dipanggil habib adalah orang-orang yang memiliki garis keturunan dari Nabi dan
berasal dari Yaman, nah ini ada misalnya, orang yang bukan keturunan Nabi
tetapi dipanggil habib dikarenakan sifatnya yang kerap mengasihi orang lain dan
dikasihi oleh orang lain.
Jadi, kita semua bisa jadi “Habib” selagi mencintai orang lain, dan
tidak bertepuk sebelah tangan, artinya adalah “hanya mau dicintai tapi tidak mencintai
orang lain”.
[1] Sayyid berarti
keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis Husein, sementara Sharif adalah
keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis Hasan.
No comments:
Post a Comment