Friday 1 January 2021

Dilema Makna Kata "Habib" Di Indonesia

 

Makna Kata Habib?



Akhir-akhir ini, setelah adanya bentrok antara pimpinan ormas dengan pemerintah yang disebabkan isu covid-19 mengundang perhatian besar publik bahkan menjadi buah bibir yang berkepanjang, hampir seluruh media meliput dan memperbincangkan isu pelanggaran covid-19 yang dilakukan oleh ketua ormas tersebut. Hal ini dikarenakan kedatangan pimpinan ormas diduga kuat mengundang kerumuan masa dalam rangka menjemput kehadiran sang habib (pimpinan ormas) lalu.

Kejadian ini tidak berakhir di sini, bahkan menimbulkan isu baru. Alih-alih disebabkan adanya bakuhantam antar pengikut setia habib tersebut dengan aparat kepolisian. Sehingga, sang pemimpin ormas dijebloskan ke dalam jeruji besi karena dianggap sebagai pemimpin yang mengajarkan para pengikuti setianya untuk melawan kepemerintahan yang sah, dalam arti kepemimpinan di bahwa kekuasan Presiden sekarang oleh ormas tersbeut dianggap atau dinilai sebagai pemimpin yang tidak sah secara konstitusi.

Lebih parah lagi, budaya masyarakat Indoensia selalu menilai sesorang itu dari titel, keturunan, dan harta. Semakin titel seseorang itu berlipat-lipat, semakin segan pula orang lain membantah pendapatnya. Semakin harta seseorang itu berlimpah, semakin banyak pula orang lain mengemis kepadanya. Dan lebih miris lagi, jika di lingkungan kehidupan kita terdapat keturunan Nabi Muhammad yang kerap dikenal dengan kata syaid dan syarif (untuk laki-laki) sementara syaidah dan syarifah (untuk perempuan)[1] seakan-akan pendapatnya adalah pendapat yang tidak bisa dibantah, tindakanya harus diikuti, ucapanya harus diamini, dan bila ada disekitar kita dari kalangan orang biasa yang tidak menerima pendapat atau tidak sejalan dengan pendapat dari kalangan keturunan Nabi Muhammad, maka kita dianggap sebagai pro kepemerintahan yang dhoilim. Ada apa dengan penduduk negri kita ini?

Situasi di atas membuat dan mendorong saya untuk membuat tulisan ini dalam rangka agar tidak ada penyalah gunaan istilah, membabibuta dalam membela keturunan Nabi dalam hal-hal yang bertentangan dalam agama, dan apalagi menjadikan mereka semua sebagai Tuhan yang harus dita’ati seluruh perintahnya. Hal ini pula yang menjadikan sebagain masyarakat Indonesia yang kurang paham mengenai agama menjadi ikut-ikutan atau imitasi buta dengan dalil agama yang mereka anggap benar, padahal kebenaran itu sifatnya relatif, begitu juga kesalahan.

Berdasarkan fakta di atas, penulis tidak ingin panjang lebar membahas tentang kasus tersebut. Melainkan ada persoalan yang lebih penting dari hal di atas yaitu siapa sebenarnya habib itu? Apa makna kata habib? Dan siapa yang layak atau pantas untuk menyandang gelar habib? Berdasarkan tiga pertanyaan di atas, penulis akan meninjau ulang lafad habib dari beberapa literasi yang pernah penulis baca.

Kata “habib” berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah “orang yang sangat dicintai” atau “dikasihi”, Secara pemaknaan, Quraish Shihab memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai Habib, “Habib itu orang yang mengasihi dan dikasihi. Jadi kalau ‘mengasihi’ dalam bahasa Arab itu artinya ‘muhib’. Kalau ‘yang dikasihi’ itu ‘mahbub’. Kalau ‘habib’, bisa berarti subjek bisa berarti objek. Jadi, ‘habib’ tidak boleh bertepuk sebelah tangan, hanya mau dicintai tapi tidak mencintai orang,” ujar Quraish Shihab dalam sebuah wawancara.

Berdasarkan keterangan di atas, kita semua dapat menilai, siapakah yang pantas mendapat gelar habib? Jawabnya adalah semuanya bisa! Akan tetapi, jika gelar habib ini ditujukan karena garis keturunannya, menurut pandangan penulis hal itu sifatnya sudah wajar, toh keturunanan Nabi, wajar dong dibilang “habib”. Ada yang sangat menakjubkan, ketika seseorang yang bukan keturunan “nabi” kemudian dibkatakan “habib” berdasarakn definisi yang dikemukakan oleh Qurais Shihab di atas, maka orang tersebut sudah diluar batas kewajaran. Karena kenapa? Karena yang biasa dipanggil habib adalah orang-orang yang memiliki garis keturunan dari Nabi dan berasal dari Yaman, nah ini ada misalnya, orang yang bukan keturunan Nabi tetapi dipanggil habib dikarenakan sifatnya yang kerap mengasihi orang lain dan dikasihi oleh orang lain.

Jadi, kita semua bisa jadi “Habib” selagi mencintai orang lain, dan tidak bertepuk sebelah tangan, artinya adalah  “hanya mau dicintai tapi tidak mencintai orang lain”.

 

 



[1] Sayyid berarti keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis Husein, sementara Sharif adalah keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis Hasan.

No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...