Tuesday, 14 July 2020

بر الوالدين

Berbakti Kepada Kedua Orangtua



Sekurang-kurangnya ada 6 ayat yang sering dijadikan hujjah/dalil para penceramah kondang dalam menyampaikan pesan yang tersurat dalam al-Qur’an tentang topik pembahsan kita kali ini, yang pertama ada pada surat an-Nisa ayat ke 36, pada surat al-An’am ayat ke 151, pada surat al-Isyra ayat ke 23-24, pada surat al-Luqman ayat ke 14-15, pada surat al-Ankabut ayat ke 8, dan yang terakhir ada pada surat al-Ahqaf ayat ke 15. Kesemua ayat yang disebutkan di atas menjelaskan tentang suatu hal-ikhwal yang didalamnya terdapat perintah dan larangan.

Misalnya, pada surat an-Nisa, al-Ahqaf, al-Isyra, dan surat al-An’am, kesemuanya ini mengandung kata perintah untuk berbuat baik dan kebajikan kepada kedua orangtua. Hal ini selaras dengan apa tertulis dalam al-Qur’an “وبالوالدين احسانا”. (dan dengan dua orang ibu-bapak kebajikan yang sempurna)[1], dalam tafsir lain dijelaskan, dua susunan di atas pada dasarnya membuang fiil dan fa’il, berupa kata "أحسنوا بالوالدين احسانا" sehingga dapat diartikan sebagai (berbuatlah baik, sopan, ramah, patuh, kepada kedua orangtua, dengan sepatuh-patuhnya) pandangan ini menjadikan kata “ihsana” sebagai maful mutlaq dari kata “ahsinu”. Sehingga dapat dipastikan dalam 4 surat di atas bukan hanya sekedar memberikan informasi akan melakukan kebaikan, dalam dari pada itu maknanya adalah ada sebuah perintah yang tidak boleh tidak harus kita lakukan, yaitu berbuat kebajikan (menjadi anak yang taat kepada ke dua orangtua) merupakan kewajiban seorang anak kepada ke dua orangtuanya.[2]

Sama halnya, dengan pernyataan syaikh Muhammad Abduh bahwa bukan hanya sekedar bentuk patuh dan tunduk, tetapi juga harus ada rasa mengagungkan dalam jiwa kepada siapapun yang kepadanya ia mengabdi, demikianlah ibadah dalam pandangan syaikh Muhammad Abduh. Artinya, ta’at dan tunduk itu belum cukup kepada ke dua orangtua, tapi pengabdianlah yang mencakupi semuanya. Karena menurutnya, hakikat ibadah adalah mengabdi. Dan berbudi pekerti baik kepada ke dua orangtua merupakan nilai ibadah di hadapan Allah Swt.[3]

Tampaknya sangat jelas, berbuat kebajika kepada ke dua orangtua merupakan hal yang wajib dan yang sepantasnya patut kita abdikan bersama. Kendati demikian serasi dengan apa yang disabdakan oleh baginda Nabi Muhammad Saw, رضى الله في رضا الولدين وسخط الله في سخط الوالدين hal ini menujukkan hubungan erat antara mematuhi Allah dengan kedua orantua itu suatu hal yang tak bisa dipisahkan. Sebagai penutup dari tulisan ini saya ingin memberikan kata-kata sastrwan Arab, Hafid Ibrahim dalam salah satu antologi puisinya yang berjudul birrul walidaini berkata:

فإذا مرضت تخوفا – ودموع حزنهما سخية

وإذا شفيت تشكّرا – لله ذي النعم السنية

Dikala aku sakit, mereka berdua cemas
hingga dengan rela mencucurkan sedu-sedannya
Dikala aku siuman, mereka berdua bersyukur
kepada Allah Dzat pemberi nikmat yang berlimpah



[1] Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 2, Lentera Hati, Ciputat, Cet V 2012, hal, 525. Quriash Shihab, Tafsir al-Lubab, Juz 1, Lentera Hati, Ciputat, Cet I 2012, hal, 180.

[2] jalaluddin al-Mahally, Jalaluddin as-Syuthi, Tafsir hasiyatu as-Shwai, juz 1, Darul Ilmi, Surabaya, hal, 290.

[3] Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 2, Lentera Hati, Ciputat, Cet V 2012, hal, 526-527. Quriash Shihab, Tafsir al-Lubab, Juz 1, Lentera Hati, Ciputat, Cet I 2012, hal, 181.

 


1 comment:

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...