Ilmu Adalah Penyakit
Memungkinkan untuk kita berbicara kalau ilmu adalah penyakit. Menagapa
tidak? Mengaca kepada tragedi disetiap pesantren se-nusantara, acap kali
terdengar di telinga kita kalau para santri menceltuskan penyakit yang ia
derita tersebut dengan tanda masuknya ilmu. Anehnya, kata-kata ini dijadikan sebagai keyakinan tetap
untuk menjastifikasi dirinya kalau ilmu yang ia pelajari selama dirinya di
pondok akan masuk ke dalam otaknya. Kendati adanya berbagai macam penyakit yang
menimpanya. Semisal, penyakit gatal-gatal di area sebagian tubuh tertentu.
Pemahaman yang menajdi warisan turun-menurun ini, sebenarnya tidak
pantas untuk dijadikan sebagian dari pada tradisi. Bahkan jauh untuk
dikatakannya sebagai budaya santri yang biasanya dirasakan oleh para kaum
santri yang masih baru menginjakkan kakinya ke tanah suci tersbut ditimpa oleh
penyakit-penyakit yang biasanya dikenal dengan istilah “Bure” untuk santri jawa
timur sekitar Madura dan dengan istilah “gatal-gatal” untuk santri jawa barat
sekitar Jakarta lebih tepatnya se-Jabodetabek.
Istilah “gatal-gatal bagi kaum santri, adalah tanda masuknya ilmu”
ini sebenarnya tidak releven jika mengaca kepada berbagai literasi hukum islam
yang memang sudah ada tentang tanda-tanda masuknya ilmu ke dalam diri yang
menuntut ilmu tersebut. Padahal, kalau istilah di atas dijadikan patokan bagi
kaum santri untuk mendapatkan ilmu, tentunya para santri akan berlomba-lomba
dalam mendapatkan penyakit tersebut. Buktinya dilapangan, adakah para santri
ingin merasakan penyakit gatal-gatal? Bukankah dikenai sehari saja sudah berkeluh-kesah
kepada teman bahkan menelpon kedua orangtuanya untuk mengirimkan obat penawar
dari pada penyakit tersebut. Lebih parahnya, ada sebagian santri keluar atau
berhenti dari pondok disebabkan penyakit gatal-gatal ini. Kalau memang
demikian, apakah tanda masuknya ilmu membuat orang yang menuntutnya menjadi
resah? Bukankah ilmu itu adalah cahaya?
Ilmu adalah cahaya, bukan penyakit. Makna penyakit disini bukan
hanya memiliki makna luar saja, maksudanya adalah penyakit luar dan dalam
(internal dan eskternal). Jadi, dari sini kita dapat simpulkan, bahwa pemahaman
kaum santri akan penyakit yang ia rasakan semasa dirinya di pondok adalah
pemahaman yang kurang tepat. Kendati, banyaknya literasi yang mendukung untuk
membatalkan pemahaman tersbut untuk diturunkan kepada regenerasi kaum santri. Semisal, kalau dilihat dari segi syarat-syarat
seseorang ingin mendapatkan ilmu itu ada enam macam, diantaranya adalah;
1.
Kecerdasan.
Seorang yang ingin menuntut ilmu di tuntut untuk memiliki kecerdasan yang
mempuni untuk menampung berbagai macam materi agar tidak lola atau lemmot.
2.
Tamak.
Seseorang yang mencari ilmu harus memiliki rasa tamak (selalu kurang) akan apa
yang ia cari. Jika sudah memiliki satu disiplin ilmu, dirinya selalu saja
merasa kurang, ingin tahu ilmu lainya. Rasa ini dapat juga dikatakan tekad yang
kuat untuk mencapai apa yang ia cita-citakan.
3.
Penuh
perjuangan dan sabar. Seorang yang ingin menuntut ilmu di tuntut untuk berjuang
yang sabar akan apa yang ia harapkan.
4.
Bekal
(biaya). Seorang yang ingin menuntut ilmu di tuntut untuk memiliki bekal dalam
mencarinya.
5.
Patuh
petunjuk guru. Seorang yang ingin menuntut ilmu di tuntut untuk sopan kepada
guru bahkan lebih baiknya untuk sam’an wa’ta’atan kepada guru.
6.
Waktu
yang lama. Seorang yang ingin menuntut ilmu tidak segampang memutar balikan
tanganya. Ada beberapa tahap yang harus ia lewati. Diantaranya adalah: harus
melewati lima syarat di atas.
Tampak jelas syarat-syarat di atas untuk membuktikan bahwa
seseorang akan mendapatkan ilmu ketika dirinya memiliki ke-enam syarat di atas.
Untuk tanda-tanda masuknya ilmu setelah memilikinya tidak akan lepas dengan
satu symbol dari pada ilmu itu sendiri. Yaitu, cahaya. Bukan penyakit
gatal-gatal ataupun sebagainya. Kalaupun itu dikatakan sebagai cobaan bagi
santri yang mendalamkan suatu ilmu. Tentunya tidak sejalan dengan apa yang Nabi
kata dalam salah satu hadistnya. Yang artinya adalah “Dan barangsiapa menempuh
jalan untuk menuntut ilmu. Maka, Allah akan mempermudah baginya jalan menuju
surganya. {HR.Muslim}.
No comments:
Post a Comment