Waktu Adalah Uang
Waktu adalah uang.
Demikian bunyi peribahasa yang banyak menyedot perhatian rakyat. Baik itu
rakyat bawahan terlebih lagi rakyat elit. Waktu yang didevinisakan sebagai uang
ini memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan daya pikir manusia. Mengapa
tidak? Manusia yang awalnya bekerja karena ingin tahu pengalaman, manusia yang
awalnya berusaha untuk mencari keilmuan, kini sudah terkikis dengan kesalah
fahaman sebuah peribahasa yang di salah artikan oleh sementara orang yang gila
kepada dunia semata. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemikir-pemikir
keritis, dalam mewujudkan pemahaman yang sekiranya dapat mengantarkan kepada si
pembaca untuk lebih memhami kembali apa yang terkandung di dalam peribahasa
tersebut.
Peribahasa yang
sering disalah artikan ini, seringkali di maknai sebagai “setiap pekerjaan
harus menghasilkan uang”. Pemaknaan ini menurut penulis tidak releven. Mengapa
demikian? Bagaimana tidak? Waktu yang
dijadikan simbol “uang” ini dalam pandangan penulis bermaksud untuk memberikan
sebuah wacana bahwa bagiamana manusia di muka bumi ini menghormati waktu dengan
kata lain mengatur waktu dengan semaksimal mungkin. Karena kalau mengaca kepada
pengertian al-Qur’an. Kata “waktu” dijadikan sebagai sumpah oleh Allah dalam
surat “al-Ashar” yang memang arti kata surat tersebut berati “waktu” pula. Dari
sini saja bisa di ketahui maksud Allah menamakan surat tersebut dengan kata
“al-Ashar”. Karena betapa berharganya waktu bagi manusia. Sama halnya, betapa
pentingnya uang bagi keberlangsungan hidup mereka.
Penulis berikan
contoh yang sederhana saja, ketika ada seorang pedagang yang dagang dari pagi
hingga siang, terkadang masih menambah waktu untuk melanjutkan perdagangannya.
Padahal, jelas-jelas pemsukannya dari pagi hingga siang sudah mencukupi dirinya
untuk makan dan lain sebagainya. Maka sejatinya, kalau memang dirinya tahu
bahwa betapa pentingnya waktu, dia tidak akan tamak dalam hal perdagangan.
Begitu juga ketika berbicara orang miskin ingin kaya. Dalam hal ini, meskipun
beda konteks namun masih tetap terpukul rata dalam pandangan peribahsa di atas.
karena, orang yang miskin, ketika berusah semaksimal mungkin sedangkan masih
miskin saja. Maka jalan satu-satunya adalah menyadari bahwa takaran rezekinya
memang segitu yang Allah berikan. Bukan malah ditambah untuk kerja pagi hingga
malam. Walaupun ditambah, tak jarang dijumpai masih banyak adanya keluh-kesah
dalam melakukan keingin tersebut. Mungkin ini rahasia taqdir yang tidak bisa
dirubah dan sudah ditetapkan di lauhil mahfud.
Contoh yang
penulis berikan di atas, kiranya dapat difahami bahwa peribahasa yang selama
ini dijadikan semboyan bagi orang yang ingin kaya itu memliki pemahaman yang sangat
jauh berbeda dengan apa yang mereka duga. Karena bagaimanapun, ketika waktu
dikatakan sebagai uang dalam pengertian leksikalnya memberikan isyarat bahwa
betapa pentingnya waktu dalam kehidupan manusia. Laykanya uang yang sempat
dikatakan “Tuhan” oleh sementara orang yang gila akan harta kekayaan. Bukankah
uang adalah kebutuhan? Bukankah kalau memang uang adalah Tuhan dalam pengertian
orang yang gila harta itu adalah tempat untuk disembah? Bukankah uang adalah
segalanya? Ke sana, butuh uang. Ke sini, butuh uang. Dan kemana-mana butuh
uang. Kalau memang demikian, penulis pasrahkan jawabanya kepada pembaca
budiaman. Bagaiaman uang dalam pandangan anda? Maka lebih berharga waktu dalam
kehidupan anda..!
Sebelum
mengakhiri tulisan ini. Penulsi titip pesan untuk pembaca, agar senantisa tidak
melupkan SDW (sumber daya waktu). Bukan hanya (SDA) juga (SDM) yang
dikedepankan. Tanpa waktu apakah kedua sumber ini akan berjalan? “Tidak”. Bukankah
Tuhan sudah menyindir kita semua? Kalau kita sudah banyak lupa untuk bersyukur
kepadanya? Nikmat Tuhan yang manakah, yang kamu dustakan? Kata-kata ini
menunjukkan bahwa manusia sudah lupa dengan waktu ketika Allah memberikan
nikmatnya. Sering mengisi gizi keilmuan. merawat alam. Namun lupa akan
kepentingan waktu.
No comments:
Post a Comment