Kafir Itu Siapa?
Berbicara
kafir, kiranya sudah tidak asing untuk
diperbincangkan. Selain menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat agamais,
tidak kalah pentingnya persoalan ini bukan lagi persoalan baru. Mungkin bisa
dikatakan sebagai persoalan yang sudah usang untuk dibicarakan. Namun, tidak
lapuk untuk diulas kembali sebagai bahan kajian ataupun tulisan. Itulah
sebabnya, penulis mengarang artikel ini. Di sisi lain harus di akui adanya
banyak kejadian ditengah-tengah masyarakat yang sering mengumandangkan kata
kafir ini.
Si “A” katakanlah, menuding si “B”
dengan tuduhan kafir. Ataupun sebaliknya. Kejadian ini sering kali dijumpai,
bukan hanya ke beda agama. Kadang, sesama ras, suku, dan agama pun sering
terjadi sebuah kejadian tuding-menuding, tuduh-menduh, dan yang lebih seremnya
saling memvonis satu sama lain. Yang membuat para orang yang didekatnya merasa
cemas. Hingga sempat menimbulkan pertanyaan. Apakah agama mengajarkan kepada
pemeluknya untuk saling tuduh-menduh? Atau memang pemeluknya yang belum
mengetahui agamanya secara kaffah (totalitas)? di sinilah, penulis berusah
menjelaskan apa yang penulis ketahui dari kasus yang sering melanda kaum awam
ini.
Dengan tegas penulis katakan bahwa, agama
tidak mengajarkan kepada pemeluknya untuk saling menuding ataupun memvonis
orang lain, dengan kata lain mengkafirkan orang lain tanpa
sebab-musababnya. Kendati memevonis orang lain tanpa ada sebab merupakan hal
yang tercela. Dan agama tidak mengajarkan pemeluknya untuk melakukan hal-hal
yang tercela itu. Karena ciri agama islam pada dasarnya untuk menciptakan
kedamaian. Ia lahir dari pandangan ajarannya tentang Allah, Tuhan yang
Mahakuasa, alam, dan manusia. Hal ini selaras dengan apa yang disabdakan oleh
Nabi Muhammad Saw.,
من سلم المسلون
من لسانه ويده
“siapa yang menyelamatkan
orang lain (yang mendambakan kedamaian) dari gangguan lidahnya dan tangannya.”[1]
Dari hadist di atas, bisa difahami
bahwa agama pada dasarnya “untuk menciptakan kedamaian” bukan untuk memecah belah, apalagi
untuk saling menjastifikasi orang lain. Hal ini tidak dibenarkan. Dan konsep
dasar diadakannya agama adalah “rahmatan lil alamin”. Itulah sebabnya, semua
yang Allah ciptakan pada dasarnya baik dan serasai, sehingga tidak mungkin
kebaikan dan keserasian itu mengantar kepada kekacauan dan pertentangan. Dari
sini pula bermula kedamaian antar seluruh mahluk.
Maka sudah jelas kiranya untuk
dikatakan bahwa, menuduh kafir kepada orang lain tidak diperbolehkan tanpa adanya
sebab-sebab yang sudah ditentukan dan tertuang dalam konstitusi beragama.
Adapun pencetusan kafir itu yang
berhak hanya Allah. Hal ini sudah tertuang dalam kitab-Nya. Sebagaimana diketahui, bahwa kata kafir
merupakan kata sinonim dari kata musyrik
No comments:
Post a Comment