Pentingnya Waktu
Dari
detik hingga ke menit, dari menit hingga ke jam, dari jam hingga ke hari, dan
dari mulai terbukanya mata hingga tertutup, waktu hanya dibicarakan oleh orang
banyak, cukup dibibirnya saja, tidak terealisasikan dalam bentuk amaliyah atau
aktivitas mereka sepertinya halnya hembusan angin tanpa dirasakan dan
dihormati kehadirannya. Tak jarang dijumpai manusia di muka bumi ini dibunuh
oleh berputarnya jarum jam disela-sela aktivitasnya. Ketika waktu hendak membunuh, tidak sedikit
penghuni bumi mengeluarkan satu kata yang membuat mereka sadar bahwa betapa
pentingnya “waktu” dalam kehidupan ke-sehariannya.
“Aku Menyesal” kata inilah yang
acapkali terdengar, merobek gendang telinga, membuat hati pilu, dan tidak
sedikit dari mereka yang tidak sadar akan pentingnya waktu. Kendati masih saja
mengulangi hal-hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri. Inilah manusia. Yang
hanya bisa mengeluh kepada Tuhan ketika susah dan lupa kepada sang pemberi
kebahagiaan ketika mereka senang. Agaknya, al-Qur’an memberikan permisalan
kepada seluruh umat yang menjadikan dirinya sebagi pedoman hidup. Dengan kejadian
Firaun yang sangat jelas menyianyiakan waktu pengabdiannya sebagai raja, hanya
dengan membuat keonaran di muka bumi ini. Ketika ajal menjemputnya, hanya satu
kata yang membuat dia sadar, bahwa semua yang ia lakukan tidak ada guna
meskipun bersaksi seribu kali. Jika nyawa sudah sampai ketenggorokan, apalah
daya keinginan memeluk gunung namun tangan tak sampai. Demikianlah, Allah
memberikan contoh kepada hambanya agar memanfaatkan waktu yang Allah berikan
dengan segala hal kebaikan.
Kata waktu dalam kamus KBBI
diartikan sebagai “seluruh rangkaian pada masa lalu, sekarang, maupun yang akan
datang”. Berbeda dengan al-Qur’an, kata “waktu” terulang sebanyak 3x, hanya
saja konteks penggunaannya dan makna yang dikandungnya tidak sama dengan apa
yang dikemukakan di atas. Kata tersebut diartikan dalam konteks pembicaraan
tentang masa akhir hidup di dunia ini (baca QS 7:187: , 15:38, dan 38:81). Dari sini,
setelah menelusuri seluruh bentuk kata lain yang berakar pada kata waqt,
para pakar akhirnya menyimpulkan bahwa waqt adalah batas akhir dari masa
yang seharusnya digunakan untuk bekerja. Demikianlah waktu yang dikaitkan
dengan pekerjaan.
Ada kata lain yang dikaitkan dengan
kata waqt dalam al-Qur’an untuk menunjukkan makna “masa” adalah ‘ashr.
Kata ini walaupun hanya ditemukan sekali dalam al-Qur’an tepatnya dalam surat
al-'Ashr, kaitannya dengan “kerja keras” justru sangat jelas. Apalagi ia
digunakan dalam konteks pembicaraan menyangkut kehidupan duniawi.
Kata ‘ashr terambil dari akar
kata yang memiliki kandungan makna “memeras atau menekan sekuat tenaga sehingga
bagian yang terdalam dari sesuatu dapat keluar dan tampak di permukaan”. Al-qur’an
menamainya ‘ashr, karena manusia dituntut untuk menggunakannya dengan sekuat
tenaga, memeras keringat, sehingga sari pati kehidupan ini dapat diperoleh dan
dirasakan.
“Masa menjelang terbenamnya matahari”
juga disebut dengan kata yang sama ‘‘ashr” (Ashar). Karena pada saat itu
seseorang sudah selesai memeras tenaganya. Bukankah siang hari, pada dasarnya,
dijadikan oleh Allah untuk bekerja dan malam hari untuk beristirahat? (QS
27:86). Waktu adalah modal utama manusia. Apa yang luput dari usaha Anda, masih
mungkin Anda raih esok paginya, selama yang luput tersebut bukan waktu. Demikianlah
tutur sapa dari Qurais Shihab.
Rupanya, dalam surta Wal-Ashr
terdapat nilai filsafatnya. Seperti mana yang sudah diketahui oleh orang
banyak, bahwa surat ini mengandung sumpah Allah dengan memakai kata (Demi
Waktu). Hal ini mengandung makna bahwa “waktu sangatlah penting”. Lalu ayat selanjutnya
adalah (semua manusia ada dalam wadah kerugian), kerugian disini dalam arti
kerugian dalam menyianyiakan waktu dan kerugian tersebut seringkali baru
disadari pada waktu ashar (Masa menjelang terbenamnya matahari). Adapun yang
terhindar dari kerugian waktu dalam pandangan al-Quran adalah mereka yang
memenuhi empat kriteria: pertama, yang mengenal kebenaran (amanu); kedua, yang
mengamalkan sesuatu yang benar (amilu al-Shalihat); ketiga, yang ajar-mengajar
menyangkut perihal kebenaran (tawashauw bi al-Haq); dan keempat, yang sabar dan
tabah dalam mengamalkan serta mengajarkan kebenaran (tawashauw bi al-Shabr).
Dari urain di atas, Allah bersumpah
dengan menggunakan kata ‘‘ashr” seperti mana yang sudah dijelaskan di
atas, bahwa “pentingnya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, tentunya
dalam hal kebaikan”. Oleh sebab itu, orang yang benar-benar memanfaatkan
waktunya dengan sebaik mungkin sama halnya memeras keringatnya sendiri menuju
penghasilan yang ia rasakan dan ia inginkan. Usaha tidak akan membohongi hasil. Meminjam bahasanya Imam Syafi’i, “waktu bagaikan pedang, jika kau tidak
membunuhnya, maka dirimulah yang dibunuh oleh waktu”.
الوقت كالسيف فإن لم تقطعه قطعك
No comments:
Post a Comment