Wanita Berkiblat Pada Doktrin
Mengaca
kepada bias lama, perlu kiranya dikatan bahwa, perempuan dalam peradaban India kuno sangatlah dikhwatirkan keberadaan dan
kedudukannya. Wanita yang hanya sebagai babu, budak, bahkan tidak memiliki hak untuk melakukan
apapun. Respon tanggap terhadap kedudukan wanita ini bukan hanya berhenti di
peradaban India saja, bahkan sampai
kenegara yang bisa dikatakan negara termaju dalam bidang ilmu pengetahuanya dan
peradabannya (Yunani dan Romawi), pada masa itu, wanita sangatlah rendah,
bahkan lebih rendah dari pada hewan.
Hal ini, tidak berhenti begitu saja.
Bahkan sampai ke berbagai macam agama di belahan dunia, semisal, Yahudi,
Nasrani, Budha, dan Zoroaster. Ikut serta dalam persoalan harkat dan martabat wanita.
Kaum Yahudi berpendapat bahwa, kedudukan wanita tidak jauh beda dengan
pembantu. Bahkan, seorang ayah berhak menjual anak perempuanya kalau ia tidak
memiliki saudara laki-laki. Anggapan ini, disebabkan karena, hawa sebagai penyebab
adam terusir dari surga. Begitu juga dengan agama-agama lainya, sebelum
datangnya Agama islam. Agama-agama ini, sangat tidak memperhatikan kedudukan
harkat dan martabat seorang wanita. Kendati, wanita dalam pandanganya sebagai “Racun
Dunia”, bahkan jauh lebih hina dari pada itu, ada yang mengatakan bahwa ,
wanita adalah iblis.
Beda halnya, ketika Islam datang
mewarnai permukaan bumi ini. Dogma, doktrin, dan ajaran-ajaran yang sempat
menggelitik, bahkan merobek gendang telinga manusia. Disapu bersih oleh ajaran
islam. Yang pada mulanya wanita sebagai babu. Kini, karena kedatangan islam,
wanita diberikan keleluasaan dalam menjalani hidup bernegara, bertetangga, dan
beragama. Jauh lebih penting dari pada itu, islam menyetarakan antara laki dan
perempuan. Yang sering kali orang katakan sebagai “Emansipasi Wanita” pada era
modern ini.
Berbicara emansipasi, perlunya penulis katakan asal-muasal kata
tersebut. Kata “Emansipasi” berasal dari
bahasa latin “emancipatio” yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan. Di
zaman Romawi dulu, membebaskan seorang anak yang belum dewasa dari kekuasaan
orang tua, sama halnya dengan mengangkat hak dan derajatnya. Adapun makna emansipasi
wanita adalah perjuangan sejak abad ke 14 M, dalam rangka memperoleh persamaan
hak dan kebebasan seperti hak kaum laki-laki (Kamus ilmiah Populer hal 74-75).
Jadi para penyeru emansipasi wanita
menginginkan agar para wanita disejajarkan dengan kaum pria di segala bidang
kehidupan. Gerakan emansipasi wanita ini sebenarnya tumbuh subur dari akar
system sekuler tatkala mereka memisahkan nilai agama dari kehidupan, mengganti
dengan pemikiran yang bersumber dari ideology materialisme, rasionalisme, komunisme,
kapitalisme, nasionalisme, sosialisme serta liberalisme. Semua pemikiran
tersebut berangkat dari sikap penolakan wahyu dan mengingkari adanya Allah
sehingga menuhankan diri sendiri dan membuat aturan sendiri. Emansipasi wanita
sangat giat dalam memutarbalikkan fakta yang ada dan pemahaman yang dipengaruhi
oleh kepentingan materi serta pemikiran social untuk menghilangkan nilai agama
dan melunturkan aqidah bahkan mempromosikan pemikiran atheis.
Hak asasi wanita menurut konsep
mereka adalah dengan menelantarkan pekerjaan rumah tangga, mengabaikan dalam
mengasuh anak, karena pekerjaan rumah tangga adalah sebagai bentuk usaha yang
tidak menghasilkan keuntungan materi, dan merupakan tugas sampingan yang
bersifat sukarela dan menyibukkan wanita di rumah akan membunuh kreatifitas dan
potensi SDM. Bagaimana bisa mendidik anak, menjaga martabat, membina keutuhan
keluarga dan menciptakan ketenangan jiwa, jika semua itu mereka anggap
merugikan dan membunuh kreatifitas? Justru orang yang tidak kreatiflah yang berfikiran
seperti itu. Wanita sebagai ibu rumah tangga tetap bisa mengeluarkan
kreatifitasnya. Yaitu dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan di rumah yang sesuai
dengan tabiatnya. Seperti menjahit, memasak, merawat tanaman, dan sebagainya.
Jauh sebelum barat memplokamirkan
emansipasi wanita, islam telah lebih dahulu mengangkat derajat wanita dari masa
pencapakan di era jahiliah ke masa kemuliaan wanita. “Sesungguhnya laki-laki
dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin,, laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk,
laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar.(Al-Ahzab : 35)” Dari ayat diatas kita bisa melihat
betapa islam tidak membedakan antara wanita dan laki-laki, semua sama dihadapan
Allah Ta’ala, yang membedakan adalah mereka yang paling tinggi taqwanya. Imam
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan dari Ibnu Abbas r.a bahwa ayat diatas
(AlAhzab:35) turun berkenaan dengan pertanyaan para wanita.”mengapa dalam Al-Qur’an
disebutkan para laki-laki sementara para wanita tidak?” . Maka turunlah ayat
ini.
Islam memberikan hak-hak wanita
dengan sempurna Sesungguhnya Islam menempatkan wanita di tempat yg sesuai pada
tiga bidang : 1. Bidang Kemanusiaan : Islam mengakui haknya sebagai manusia dengan
sempurna sama dengan pria. Umat-umat yg lampau mengingkari permasalahan ini. 2.
Bidang Sosial : Telah terbuka lebar bagi mereka di segala jenjang pendidikan di
antara mereka menempati jabatan-jabatan penting dan terhormat dalam masyarakat
sesuai dengan tingkatan usianya masa kanak-kanak sampai usia lanjut. Bahkan
semakin bertambah usianya semakin bertambah pula hak-hak mereka usia
kanak-kanak; kemudian sebagai seorang istri sampai menjadi seorang ibu yang
menginjak lansia yang lebih membutuhkan cinta kasih dan penghormatan. 3. Bidang
Hukum Islam memberikan pada wanita hak memiliki harta dgn sempurna dalam
mempergunakannya tatkala sudah mencapai usia dewasa dan tidak ada seorang pun
yg berkuasa atasnya baik ayah suami atau kepala keluarga. Hukum Islam mengikuti
hukum emansipasi , yakni kedudukan wanita sebagaimana kodratnya, karena ia
memilki watak dan ketentuan sendiri (QS. An Nisa : 32).
Misalnya karena haid dan nifas maka
diperbolehkan meninggalkan sholat dan puasa karena kondisinya tidak
memungkinkan maka tidak dibebani kewajiban perang, mencari nafkah, poliandri,
sholat jum’ah, dll ... Islam sebagai rahmatal lil’alamin, menghapus seluruh
bentuk kezhaliman-kezhaliman yang menimpa kaum wanita dan mengangkat derajatnya
sebagai martabat manusiawi. Timbangan kemulian dan ketinggian martabat di sisi
Allah subhanahu wata’ala adalah takwa, sebagaiman yang terkandung dalam Q.S Al
Hujurat: 33). Lebih dari itu Allah subhanahu wata’ala menegaskan dalam
firman-Nya yang lain (artinya): “Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.” (An Nahl: 97) Ada lagi nihh suatu peristiwa, kaum muslimah pernah
meminta Rasul supaya diadakan pertemuan khusus bagi mereka dalam mempelajari
ilmu karena mereka melihat bahwa para sahabat mendapat kesempatan berkumpul
lebih banyak untuk mendapatkan ilmu. Ternyata Rosulullah mengabulkan permintaan
tersebut. Ini bukti yang menunjukan betapa perempuan di zaman Rasulullah dan
Khulafaaraasyidin mendapat kedudukan yang sama sebagaimana laki – laki, namun
bukan emansipasi yang kebablasan, sehingga membuat seorang wanita melupakan
tugasnya sebagai “Madrasatul uula”madrasah pertama bagi anak – anaknya, Wanita
mempunyai peran penting dalam mencetak anak – anak nya menjadi generasi –
generasi penerus yang memberikan bobot pada bumi ini dengan kalimat laa ilaaha
illaLlah. Bahkan Ibu Kartini sebagai tokoh pergerakan wanita Indonesia menulis
; "Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak
perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu
menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin
akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap
melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam
tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. “ [Surat Kartini
kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].
Dalam ajaran Islam, wanita juga
mempunyai hak dan kesempatan untuk berkarir, dengan tidak melalaikan fungsi dan
kedudukannya sebagai wanita. Islam juga memberikan dorongan yang kuat agar para
muslimah mampu berkarir disegala bidang. Islam membebaskan wanita dari belenggu
kebodohan, ketertinggalan dan perbudakan. Namun demikian, pada kenyataannya
diberbagai bidang kehidupan masih banyak terjadi pertentangan pendapat tentang
jabatan yang digeluti. Dalam konteks kekinian hal ini masih menjadi problema
yang masih terus dibicarakan.
Prof. Dr. Quraish Shihab., M.A.
dalam bukunya, “Membumikan Al-Qur’an” memberikan komentar kepada orang-orang
yang membatasi wanita dari segala bidang. Baik itu dalam bidang pekerjaan,
lebih umumnya pada bidang yang digeluti oleh kaum hawa. Semisal, dalam bidang
politik. Kaum hawa sering sekali diisukan untuk tidak ikut serta dalam bidang
ini. Dengan alasan yang kurang akurat, bahwa politik itu hanya pantas dan layak bagi
kaum laki-laki. Pola pikir ini, sangat dangkal. Karena, kenyataan sejarah
menunjukkan sekian banyak di antara kaum hawa yang terlibat dalam soal-soal
politik praktis. Ummu Hani misalnya, dibenarkan sikapnya oleh Nabi Muhammad
SAW. Ketika memberi jaminan keamanan kepada sementara orang musyrik (jaminan
keamanan salah satu aspek bidang politik), bahkan istri Nabi sendiri, yakni
Aisyah r.a., memipin langsung peperangan melawan Ali bin abi thalib yang ketika
itu menduduki jabatan kepala negara. Isu terbesar dalam peperangan tersebut
adalah soal suksesi setelah terbunuhnya khlafiah ketiga Ustman bin affan.
Peperangan itu dikenal dalam sejarah
islam dengan nama perang unta (656 M). Keterlibatan aisyah r.a. bersama sekian
banyak sahabat Nabi dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa
beliau bersam para pengikutnya itu menganut faham kebolehan keterlibatan
perempuan dalam politik praktis sekalipun.
Hak-hak perempuan dalam memilih
pekerjaan, lanjut beliau. Untuk masalah hak perempuan dalam memilih pekerjaan
ini bisa dilihat pada masa awal islam. Pada hakikatnya wanita pada masa itu boleh
bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara
mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun suwasta,
selama pekerjaan tersebut dilakukanya dalam suasana terhormat, sopan, serta
selama mereka dapat memelihara agamanya. Serta dapat pula menghindarai
dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkunganya.
Pada masa Nabi misalnya, cukup
beraneka ragam, sampai-sampai mereka terlibat secara langsung dalam
peperangan-peperangan, bahu-membahu dengan kaum adam. Nama-nama seperti Ummu
Salamah (istri Nabi), Shofiyah, Layla al-ghaffariyah, Ummu Sinam al-Aslamiyah,
dan masih banyak yang lain. Tercatat sebagai tokoh-tokoh dalam peperangan.
Dalam hal ini, ahli hadis, Imam Bukhori, membukukan bab-bab dalam kitab
Shahih-nya yang menginfomasikan kegitan-kegitan kaum wanita, seperti bab
keterlibatan perempuan dalam jihad, bab-bab peperangan perempuan di lautan, bab
keterlibatan perempuan merawat korban, dan lain-lain.
Begitu juga, para perempuan pada
masa Nabi. Dalam berbagai bidang pekerjaan secara pro-aktif. Diantaranya, ada
yang bekerja sebagai perias pengantin “Ummu Salim Binti Malhan” yang merias,
antara lain, Shofiyah Bin Huyay istri nabi. Ada juga yang menjadi perawat atau
bidan, ada pula sebagai pedagang seperti, Khodijah Binti Khuwailid, istri nabi,
tercatat sebagai seseorang yang sangat sukses dalam persoalan perdagangan.
Kiranya, bisa ditarik benang
merahnya. Bahwa “perempuan memiliki hak bekerja, selama pekerjaan tersebut
membutuhkanya dan atau selama mereka membutuhkan pekerjaan tersebut.”
Rujukan buku :
jilba
perempuan
Membumikan al-Quran
perempuan
Membumikan al-Quran
Wawasan al-Qur'an
Karya
: Prof. Dr. Qurais Shihab., M.A.
Terbitan Mizan, cetakan, ke III (edisi Lukas).
Terbitan Mizan, cetakan, ke III (edisi Lukas).
No comments:
Post a Comment