Respon Al-Qur’an Terhadap Teori Evolusi Darwin
Teori evolusi sebagai cikal bakal
adanya konflik antar agama, yang mengikut sertakan pihak satu dengan yang
lainya. Hingga, pada waktu tertentu. Teori ini ingin dibubarkan secara paksa.
Kendati, tidak sesuai dengan penemuan mutakhir kini. Ada yang mendukung, ada
pula yang menentang arus laju keberadaan teori tersebut. Di sini, penulis ingin
menyajikan kepada pembaca yang budiman tentang, bagaiaman respon tanggap
(stimulus) al-Qur’an terhadap teori evolusi Darwin. Apakah teori ini sesuai
dengan doktrin yang diajarkan oleh al-Qur’an atau sebaliknya?
Kiranya, jika
penulis katakan dengan jujur, teramat sulit untuk membawa judul ini menjadi
sebuah pembahasan atau topik memuak tabir kebenaran. Hanya saja, penulis
mencoba dan berusaha dengan semaksimal mungkin (sesuai dengan apa yang penulis
ketahui) dari berbagai buku yang sempat menjadikan penulis risih untuk mengarah
judul ini dan diangkat sebagai topik pembahasan yang sempat menghangat
dikalangan orang terpelajar hingga orang awam.
Teori yang sempat
menarik perhatian pablik ini ternyata masih memberikan ghiroh semangat kepada
kaum muda yang berintlektual untuk mengkajianya. Kendati, semua karya ilmiah
bersifat nisbi. Tidak akan abadi kebenarannya jika masih mengikuti putaran roda
ke modernisasian dalam dunia akademika khususnya. Tidak jarang dijumpai teori
yang sudah pakem di masa dulu kala, dipatahkan dengan teori yang baru ditemukan
pada akhir-akhir ini. Oleh sebab itu, sebelum mengkaji lebih dalam akan
bagaimana respon tanggap al-Qur’an kepada teori Charles Darwin ini, alangkah
baiknya menoleh terlebih dahulu kepada apa yang dimaksud dengan teori ervolusi
tersebut? Bagaimana tanggapan sementara cendikiwan muslim tentang teori
tersebut? Baik yang Pro maupun yang Kontra.
Teori Evolusi
adalah proses perubahan mahluk hidup secara lambat dalam waktu yang sangat
lama, sehingga berkembang menjadi berbagai spesies baru yang lebih lengkap
struktur tubuhnya. Manusia dalam pandangan teori evolusi Darwin dikatakan
sebagai, kera yang berproses menjadi manusia yang membutuhkan waktu secara lama
dan lambat dalam pembentukkannya. Tentunya sudah melewati berbagai macam
spesies, sehingga menjadi manusia yang utuh. Dalam bahasa lainya, dari wujud
terendah menajdi wujud yang mulia.
Dari teori ini,
Charles Darwin (1809-1882) ditahbiskan sebagai salah satu saintis terpenting
yang tak akan lekang oleh waktu dan tak akan pupus oleh zaman. Ia juga menjadi
sosok kontrovesial dalam sejarah manusia- kadang dipuja pahlawan oleh banyak
orang, begitu juga, kadang dinistakan oleh banyak orang karena dianggap iblis
perusak iman kepada Tuhan dan ide pencipta. Akan tetapi, jika tidak sukar
dikatakan, Charles Darwin dikuburkan ketika wafatnya ditempat yang sangat
terhormat “Westminster Abbey”.
Seperti mana
dikatakan barusan, teori ini ada yang menyangjung, juga ada pula yang
menistakan. Yang menyangjung yang
disertai dengan bukti-bukti ilmiah salah satunya adalah Nidhal Guessoum, dalam
bukunya “islam dan sains modern” mengatakan bahwa “sebenarnya, sudah sejak
dulu manusia disamakan dengan “orang utan”
dan sejenis kera lainnya. Misalnya saja, istilah “orang utan” berasal dari kata
Melayu orang, yang berarti ‘manusia’, dan utan berarti ‘hutan’. Selain
itu, para ahli genetik modern berhasil membuktikan, bahwa rasio perbedaan antara
DNA manusia dengan DNA simpanse sekitar 1 persen saja. Rasio perbedaan DNA
tersebut sedikit lebih besar antara manusia dan gorila, dan semakin jauh
berbeda antara manusia dengan orang utan, babun dan sepesies-sepesies yang
berfamili lain”. Francisco Ayla menyimpulkan dengan secara apik sekali tentang
teori ini, “Dalam beberapa aspek biologis, manusia sangat serupa dengan kera,
tetapi dalam beberapa aspek biologis yang lain, manusia sangatlah berbeda, dan
perbedaan inilah yang memberi landasan kuat bagi pandangan keagamaan bahwa
manusia adalah mahluk Tuhan yang paling istimewa”.
Berbeda halnya
dengan sementara kaum cendikiawan lainya, yang menistakan teori Charles Darwin
dengan menyatakan “
No comments:
Post a Comment