Sunday, 8 January 2017

Respon Al-Qur’an Mengenai Rukun Islam

Syahadat Dengan Lingkungan Hidup


          Masih berbicara seputar ibadah, sebagaiman penulis jelaskan di artikel yang lalu, mengenai persoalan ibadah dan agama, bahwa ibadah merupakan inti dari interaksi manusia yang ada di muka bumi ini. Menagapa demikian? Karena dengan ibadah, manusia bisa dilihat gerak-gerik kesehariannya. Kendati ibadah merupakan hubungan antara mkhluq dengan Sang Kholiq dari hal apapun atau dari segi apapun itu. Yang pada intinya, berupa interaksi. Baik interaksi hati, maupun interaksi berupa amaliyah. Begitu juga, interaksi bathin maupun dhohir.
          Karena ibadah merupakan interaksi sosial, maka sudah sewajarnya jika dikatakan oleh sebagian pakar, “ibadah merupakan jantung dari pada rukun islam”. Dalam arti, interaksi sosial yang melekat dalam diri manusia, merupakan hakikat rukun islam. Hal ini bisa dibuktikan ketika seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat, secara tidak langsung bukan hanya memiliki makna “bersaksi” melainkan melebihi dari pada itu. Dia sedang melakukan interaksi sosial secara tidak langsung kepada Allah. Begitu juga seterusnya, sampai kepada rukun islam yang kelima. Semuanya, menggambarkan bahwa yang dimaksud dengan rukun islam itu adalah pengabdian hambanya kepada Sang Kholiq melalui ritual, baik itu ritual ibadah haji, ritual ibadah sholat, ritual ibadah puasa, ritual ibadah zakat, dan yang terakhir ritual ibadah mengucapkan dua kalimat syahadat.
            Seperti mana yang telah dikatakan oleh Pakar Tafsir Indonesia, Prof. Dr. Quriash Shihab., M.A. dalam bukunya, “Lentera al-Qur’an”, kalimat syahadat (pengakuan akan keesaan Allah) diibaratkan oleh al-Qur’an sebagai pohon yang akarnya teguh, cabangnya menjulang kelangit, dan menghasilkan setiap saat buah yang banyak lagi lezat (baca QS 14: 24). Pengakuan ini, lanjut beliau, disamping harus dibenarkan dihati, juga harus diucapkan agar diketahui oleh pihak lain. Atas dasar ucapan tersebutlah si pengucap memperoleh hak dan kewajibanya sebagai muslim. Karena dengan syahadat, seseorang muslim, paling tidak, mengakui keberadaan tiga pihak, yaitu Allah dengan segala sifat-Nya yang Mahasempurna, si pengucap yang menyadari kelemahanya di hadapan Allah, dan pihak lain yang mendengar atau mengetahui persaksian itu.
            Sudah barang pasti, adanya perbedaan ketika sikap seseorang yang hanya menyadari keberdaan dirinya dengan mereka yang menyadari bahwa ia adalah mahluk lemah di hadapan Allah dan mahluk sosial yang membutuhkan pihak-pihak lain dalam lingkungannya sehingga harus selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan itu. Inilah kaitan pertama antara syahadat dan lingkungan (terbatas).
            Di sisi lain, seperti bunyi ayat di atas bahwa pengakuan akan keesaan Allah melahirkan sekian banyak buah. Salah satunya adalah keyakinan bahwa segala sesuatu adalah ciptaan Allah dan miliknya. Dari keyakinan inilah, seorangn muslim bisa menyadari bahwa ada persamaan antara dirinya dengan mahluk lain. Semua adalah umat Tuhan; “Burung-burung pun adalah umat seperti halnya manusia” (lihat QS 6: 38).
            Manusia muslim dituntut bukan sekedar mengucapkan dua kalimat syahdat, akan tetapi, jauh lebih penting dari pada itu iyalah, mengamalkanya, mengetahui maksudnya, dan memahmi secara betul-betul apa yang terkadaung di dalam dua kalimat tersebut. Disinilah Quraish Shihab memberikan arahan kepada pembaca budiman untuk mengamalkan kadungan inti sari dua kalimat tersebut dalam kehidupan yang nyata.
            Dengan cara memposisikan diri sebagai mahluk yang paling lemah, dan setara dengan mahluk-mahluk yang lain. Kendati al-Qur’an mengajarkan kepada pengikutnya akan perbedaan seorang hamba itu hanya dilihat dari sejauh mana nilai ketaqwaanya kepada Allah.

            Demikian selayang padang penulis mengenai “Respon al-Qur’an Mengenai Rukun Islam”. Untuk pembahsan lebih lanjutnya, mengenai 4 poin yang ada dalam rukun islam sendiri. Akan dijelaskan di artikel selanjutnya. Nantikan, “Janganlah kalian semua mati (meninggalkan bumi ini) sebelum mengarang/berkarya”.

No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...