Wednesday, 11 January 2017

KISAH SINGKAT DARI WANITA BERNAMA INTAN LESTARI

Antara Hidup Dan Mati

          Matahari tak terlihat jauh di sana, pancaran sinarnya tidak seperti biasanya, yang memancar, menembus rolong jalan di setiap penjuru dunia. Lestari, sosok wanita sipit tidak lagi bisa merasakan sengatan hangat dari terik matahari nan jauh di sana. Menanti hadirnya panas tidak mungkin terjadi. Karena cuaca pada saat itu tidak lagi bersetubuh dengannya. Cuaca dingin minggu-minggu ini, sangat meresahkan bathin dan merubah siklus hidupnya agar bisa bersehabat dengannya. Selalu saja, terselimuti dengan sejuta kegelisahan dan harapan yang masih ada dalam pikirannya itu. Apalagi, ketika bersamaan dengan cuaca yang tidak mendukung dirinya untuk hidup sehat dan bersahaja.
            Menit berganti jam, jam berganti hari, dan seterusnya. Sampai ia tidak lagi mampu bertahan diri dengan kesehatan yang mempuni dirinya agar bisa hidup lebih tenang dan tentram. Disampaing adanya beban pikiran, ia juga memiliki beban yang jauh lebih berat dari pada beban pikirannya sekarang. Yaitu, menemukan patokan hati, sandaran jiwa, dan curahan curhat. Ibu dan bapaknya adalah tujun utama menjadikan dirinya sebagai wanita yang kuat. Namun, tidak lagi bisa dipungkiri. Kehadiran mereka berdua dalam kehidupan lestari hanya sebatas bayang-bayang semu. Semu nan jauh di pandang mata. Bahkan tidak akan mungkin dirinya merasakan hangatnya kehadiran cinta kedua orang tua, seperti mana yang dirasakan teman-teman karibnya yang masih memiliki sandara hati untuk mengadu rasa, asa, dan angan-angan yang mereka rasakan.
            Sejak ia dilahirkan oleh ibu yang mengandungnya, ia belum pernah mendengar suaranya, melihat senyum kebahagian darinya, dan belum sama sekali merasakan seperti mana yang dirasakan teman-temannya. Yang masih memiliki kedua orangtua yang sayang dan kasih kepada mereka semua. Namun, hal ini tidak membuat dirinya putus asa dalam menjalankan sebuah kehidupan. Meskipun, hidup adalah masalah, sering kali dirinya memecahkan masalahnya itu dengan tadahan tangan, ratapan angan, dan tumpahan air mata yang selalu membasahi kedua pipi tembemnya itu dengan sujud meminta limpahan karunia dari dat yang Maha Entah itu. Wujud sebagai bukti nyata, bahwa hidup tampa orang tua yang tidak lagi peduli akan dirinya bukanlah masalah bagi dirinya sendiri. Meskipun, dari lubuk hati yang terdalam, dirinya sangat mengharapkan  kehadiran kasih dan sayang mereka berdua.
            Lestari, yang sering kali mendapat julukan “Ntem” itu, kini benar-benar “bangkit” bangkit dari keterpurukan yang sangat dalam. Mulai dari, hilanganya kasih sayang dari kedua orang tua. Hingga, membuat dirinya terlantur menjalani hidup yang penuh rintangan ini. Lagi-lagi, hanya sapahan hangat dari teman sebayanya lah, yang bisa menjadikan dirinya jauh lebih tenang, tanimbang menunggu sapahan kasih sayang dari kedu orangtuanya itu yang sudah meninggalkan dirinya tampa jejak, sejak kecil hingga usia dewasa ini.
            Di usia yang bisa dikatakan usia remaja. Lestari, sering kali mengisiskan waktu kosongnya dengan membaca buku, baginya, membaca adalah salah satu cara menghadirkan dirinya kembali dalam menemukan dirinya yang sebenarnya. Dengan membaca, dirinya bisa membaca dunia, dengan membaca rasa harap, khwatir, dan gelisah itu siran ditelan huruf-huruf yang menjadi kalimat, lalu menjadi alur, hingga saatnya, dirinya menemukan kalimat dalam sebuah novel (patung cinta) “Dengan cinta, manusia bisa menampakkan sifat keegoisannya, dengan cinta, manusia bisa merasakan apa yang belum dirasakannya, dan demi cinta, manusia akan jauh lebih tenang. Karena atas naman cintalah, cinta memperkenalkan dirinya kepada manusia, sesuatu yang  belum diketahui dapat diketahui oleh manusia yang sedang mengalami rasa cinta”.
            Akhir kata, tulisan ini hanya sebatas tulisan saja. Tidak masuk kepada kategori apapun. Hanya sebagai luapan hati, tumpahan rasa, dan gambaran angan-angan yang hampa.
“Aku Melihat Tuhan Dalam Huruf-huruf Yang Menjadi Kalimat, Lalu Menjadi Alur Yang Membuat Diriku Menjadi Seperti Ini”. Patung Cinta, Telah Mengajarkanku, Pentingnya Bercinta, Bercinta Kepada Apapun Itu. Teruatama, Buku Yang Aku Sedan Pegang ini. I Love You My Book.”
           
Intan Lesatri, sosok wanita yang kuat,
dalam menghadapi sebuah persoalan hidup,
darinya, kita bisa belajar, arti sebuah kehidupan
tanpa kasih sayang kedua orang tuanya.
Darinya pula, kita bisa memetik hikmah
bahwa apa Yang kita inginkan belum tentu
sesuai dengan apa yang kita harapkan.
begitu juga sebaliknya, lebih baik sedikit beraharap,
dari pada melampaui batas keinginan Tuhan.


No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...