Tuesday, 10 January 2017

HIJRAH IBRAHIM, DARI ATHEIS KE MONOTHEIS

HIJRAH IBRAHIM, DARI ATHEIS KE MONOTHEIS
 
     


Judul buku : Ibrahim Pernah Atheis
Penulis : Agus Mustofa
Penerbit : PADMA Press
Tahun Terbit : Desember 2012
Jumlah Halaman : 272

Buku ini cukup menarik dibaca. Dari cover buku sudah tampak bahwa buku ini memiliki daya tarik atau penasaran orang yang melihat. Setelah membaca, banyak yang dapat kita pelajari dari buku ini terkait dengan atheisme dan usaha-usaha pengikutnya dalam mewujudkan ke-atheisme-an nya. Saya  pun tidak bisa menutup pikiran untuk membuat resensi dan memberikan komentar  tulisan pak Agus Mustofa ini.
Pada permulaan, ia menyebutkan bahwa agama Islam mengikuti cara Ibrahim dalam bertuhan. Yakni, menyembah tuhan yang sekaligus berada di surga, berada di langit, di bumi, di hati, di akhirat, di dunia, bahkan meliputi apa saja yang tampak maupun tidak tampak, yang bisa disebut maupun yang tidak bisa disebut. Tuhan maha segalanya.
Dari pemaparan ini, saya tidak sependapat karena pemahaman saya yang berbeda. Beliau menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim menyembah tuhan yang sekaligus berada di surga, berada di langit, di bumi dan seterusnya. Ini menunjukan bahwa Allah itu berada di tempat-tempat tertentu dan Allah bertempat. Padahal menurut pemahaman saya bahwa Allah itu tidak berada di suatu tempat melainkan Allah yang memiliki dan menguasai tempat. Artinya kepunyaan Allahlah surga, bumi, langit dan sebagainya dan Allah tidak terikat oleh dimensi ruang dan waktu karena Allah yang menciptakan itu semua.
Pernyataan saya ini berpacu pada ayat al-qur’an yang menceritakan kisah pencarian Tuhan ala Nabi Ibrahim. Ketika malam, Ibrahim menyaksikan bintang, ia menduga bahwa bintag adalah Tuhan. Tatkala bintang tenggelam ia yakin bahwa bintang bukan tuhan. Kemudian datanglah bulan, akhirnya ia pun menduga bahwa bulanlah Tuhan. Setelah malam berlalu, akhirnya bulan pun lenyap diganti matahari. Ia menduga bahwa matahari inilah Tuhan yang menerangi dan lebih besar. Setalah malam, matahari pun lenyap. Akhirnya Ibrahim melalui proses indrawi belum menemukan Tuhan. Setelah proses indrawi menyimak dan menyaksikan kejadian alam, akhirnya ia bersyahadat bahwa Tuhan adalah yang menciptakan itu semua. Dengan demikian, Allah maha pencipta jagat raya. Allah tidak bisa didikte pada dimensi ruang dan waktu. Melainkan Allah yang menciptakan itu semua.
Dalam melihat realitas alam inilah kita bisa melihat kecerdasan Ibrahim. Ia memadukan intelektualitasnya dengan logika bathinnya. Logika bathinnya berkata bahwa Tuhan adalah yang tak mungkin lenyap. Ia adalah kekal dan Ia adalah yang Maha pencipta, yang menciptakan alam semesta. Setelah proses pencarian itulah Ibrahim yakin dan beriman. Pernyataan yang kokoh inilah diabadiakan dalam al-Qur’an dengan redaksi yang tegas.
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan.” (QS al-An’âm [6]: 79)
Bagi kita, bahwa yang menciptakan alam semesta ini adalah Allah. Tidak seperti apa yang dipercayai oleh kaum pagan yang menganggap patung sebagai tuhan mereka. Ibrahim menolak keyakinan paganisme ini. Dengan kecerdasan, Ibrahim membuat pembuktian terbalik atas keyakinan masyarakat pada waktu itu. Ia menghancurkan berhala, masyarakatnya protes seraa berkata “siapa yang menghancurkan tuhan kami?” Ibrahim menunjukan bahwa yang menghancurkan tuhan mereka adalah berhala yang paling besar karena berkalung kapak. Masyarakatnya menolak, “mana mungkin bisa menghancurkan”. Kemudian Ibrahim membalikan kesadaran mereka sehingga tertunduk malu. “Lantas, kenapa kalian menyembah tuhan yang tidak dapat memberi manfaat dan madharat?
Saya mengutip perkataan yang menarik untuk disimak dari Agus Mustofa ini. Banyak diantara anak muda yang sedang berproses mencari tuhannya. Banyak diantara anak muda yang sedang berproses mencari tuhannya. “Banyak juga anak muda yang terjebak dalam jalan buntu, jalan yang salah dan malah menjadi atheis. Namun, semua itu tergantung pada niat yang melandasinya. Bagi yang melakukannya dengan penuh kesombongan, mereka akan berputar-putar di jalan yang menyesatkan. Tetapi bagi yang melakukannya dengan rendah hati dan kesungguhan mencari, ia akan benar-benar bertemu Tuhan, dzat Maha Agung, Sang penguasa jagat raya[1]”.
Pencarian Tuhan bagi anak muda adalah sebuah kemungkinan. Artinya, ada anak muda yang peduli dengan keimanannya, adapula yang acuh, mengikuti apa adanya. Ibrahim adalah sosok pemuda yang tidak puas dengan dogmatik masyarakatnya dulu. Ia menentang dogmatik kepercayaan yang sudah mapan. Ibrahim mampu membuat antitesa terhadap relitas yang ilogis. Dengan kekuatan intelektualnya yang dipadukan dengan potensi bathin nya ia menemukan Tuhan yang hakiki.
Pengalaman Ibrahim inilah yang harusnya menginpirasi anak muda sekarang, yang mungkin gelisah dengan keberagamaan dan ketuhanannya. Inilah yang seharusnya. Ibrahim tidak putus di relaitas melihat alam. Akan tetapi, ia menemukan tuhan melalui alam. Sehingga cocok dan pas kemudian Ibnu al-Thaillah al-sakandarî berkata dalam kitabnya al-Hikam[2]. Ia mengatakan
لا ترحل من كون إلى كون فتكون كحمار الراحي يسير والمكان الذي ارنحل إليه هو الذي ارتحل عنه ولكن ارحل من الأكوان إلى المكون.
 “Hendaknya kalian tidak berpindah dari alam ke suatu alam yang sama, seperti keledai yang berputar-putar di tempat yang sama. Tetapi berpindahlah dari alam kepada pencipta alam.
Ibrahim berhasil melakukan perjalanan Ruhani menemukan Tuhan. Ia melihat fenomena alam bulan, bintang dan matahari. Kemudian pada akhirnya Ia menemukan tuhannya. Ia berpindah dari alam raya kepada penciptanya yang maha kekal, Allah. Ibrahim  melihat Allah dari alam.
Dengan demikian, maka untuk menemukan keyakinan, perlulah kita mengamati dengan seksama kehidupan makrokosmos maupun mikrokosmos. Bukan hanya berdiam diri dan memutar-mutar otak. Kenapa? Karena realitas bukan hanya dalam tataran ide. Realitas bisa jadi berada di dalam maupun di luar. Sehingga kita dituntun untuk melihat ciptaan baik di dalam diri (mikro) maupun di luar (makro). Andai kita mau melihat ayat (tanda) maka lihatlah ke dalam dan ke luar.
ót“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS Fushilat [41]: 53)
Di dalam al-qur’an, sinyalemen (ayat) yang menyebutkan penciptaan langit dan bumi, penciptaan manusia dan makhluk lainnya banyak dijumpai. Secara ilmiah hal itu dapat dibuktikan dengan sains. Sehingga antara sain dan al-qur’an tidak ada yang kontradiktif. Oleh karena itu, mempelajari sains bisa merupakan sebuah upaya untuk menambah keimanan. Sebagaimana yang tertera pada surat Fushilat ayat 35. Allah akan menunjukan ayat (tanda) keberadaannya melalui alam dan diri manusia. buku ini  mengajak kita untuk mempertebal keimanan melalui penggabungan potensi dzikir dan fikir, mengolah potensi spiritual dan intelektual sehingga yakin yang terbuti dengan syahadah.
Nabi Ibrahim adalah sosok yang memiliki keyakinan kuat setelah menyaksikan fenomena alam yang takjub. Pada proses akhirnya ia bersyahadah (bersaksi) bahwa Tuhannya ialah Allah yang menciptakan semua makhluk seperti bintang, bulan dan matahari serta seluruh isinya. Dari buku ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa dalam proses pencarian kebenaran, seseorang dimungkinkan ada keraguan. Namun, keraguan itu haruslah diteruskan dengan upaya mencari kebenaran. Penacarian kebenaran hendaknya dilandasi semangat niat yang suci, bukan kesombongan. Niat yang suci akan mengantarkan pada titik kebenaran yang ia cari.
Dalam kitab Jauhar at-tauhid[3] dikatakan bahwa barang siapa yang ikut-ikutan dalam masalah tauhid, artinya ia hanya ikut-ikutan saBarang siapa yang ikut-ikutan dalam hal tauhid, Imannya tidak akan kosong dari keraguan”
Keberimanan Ibrahim bukanlah keberimanan yang dilandaskan atas nama nenek moyang. Keberimanan Ibrahim didasarkan pada keyakinan yang ia temukan dalam pencarian tuhannya. Inilah keimanan yang kuat yang ia temukan setelah proses pencarian. Keimanan yang tak goyah. Ia menemukan keimanannya dengan keyakinan yang kuat. Ia yakin setelah mencari dan mencari.
Keberimanan Ibrahim juga bukan seperti kaum atheis. Kaum atheis sudah memberikan asumsi bahwa tuhan tidak ada. Maka, semua pembuktian yang ia lakukan adalah  membuktikan bahwa tuhan tidak ada. Berbeda dengan Ibrahim, pada permulaan ia ingin membuktikan. Dengan kata lain, Ibrahim memiliki niatan yang tulus suapaya ia yakin dan dapat merasakan kehadiran Tuhan. Kemudian Ibrahim melakukan proses tafakur (fikir) dan mensinergikan dengan kecerdasan bathin sehingga ia temukan Tuhan.
Nabi Ibrahim adalah sosok yang menjadi tauladan dalam pencarian tuhan. Betapa tidak, ia selalu ingin mencari kebenaran yang hakiki. Di dalam al-qur’an banyak kisah Ibrahim yang ingin tahu dan seolah tidak percaya bahwa pencipta itu Allah. Bahkan, Nabi Ibrahim sangat ingin tahu bagaimana proses Allah menghidupkan orang mati. Kemudian Allah menunjukan. Nabi Ibrahim merupakan sosok nabi yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat untuk membuktikan kebenaran apa yang ia yakini.
 
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu ?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu[4]. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS al-Baqarah [2]: 260)
Berbeda dengan salah satu dari penganut atheis, Stephen Hawking. Agus Mustofa mengatakan bahwa Stephen Hawking adalah ilmuan teoritis. Ia tidak meneliti. Ia hanya mengotak-atik simbol-simbol matematis dalam pikirannya, dan sudah meletakan asumsi tidak percaya terhadap tuhan. Sehingga, wajar jika Hawking tidak menemukan tuhan[5]. Ibrahim menemukan tuhan karena proses pencarian melalui alam semesta dan pembuktian langsung.
Agus mustofa memberi judul buku ini “Ibrahim pernah atheis”. Bagi saya Nabi Ibrahim berbeda dengan atheis. Pada permulaan mencari tuhan, Ibrahim tidak bisa dikatakan atheis. Mengapa? karena ia telah memiliki asumsi bahwa tuhan itu ada. Sedangkan kaum atheis tidak mempercayai tuhan sama sekali. Bahkan, ia mencari pembenaran bahwa tuhan tidak ada. Atheis memiliki asumsi dasar bahwa tuhan tidak ada. Sehingga, segala usaha adalah untuk pembenaran bahwa tuhan tidak ada.
Berbeda dengan Prof Kazuo Murakami, ia melakukan penelitian alam berupa sel genetika. Ia takjub dengan keajaiban yang ada dalam sel. Sehingga ia berulang kali takjub dalam setiap penelitiannya. Ia mengatakan dalam bukunya yang berjudul The Divine Message of DNA bahwa “saya terpaksa mengakui bahwa  hal ini adalah suatu keajaiban yang jauh melebihi pengertian atau kapasita manusia”[6]. Prof Kazuo menemukan keajaiban tanda-tanda Allah dalam sel-sel. Bentuk yang kecil yang ada dalam manusia.
Sekali lagi, bahwa pencarian tuhan mungkin hinggap di benak anak muda. Bahkan menurut Agus Mustofa jumlahnya banyak. Penelitian  yang bertajuk the global Index of Religiosity and atheism yang dilakukan di Amerika serikat menunjukan bahwa religiusitas atau keberagamaan masyarakat negeri paman sam itu menurun sebesar 13 persen selama tujuh tahun terakhir. Dalam waktu bersamaan, orang-orang yang mengaku atheis meningkat 4 persen dalam kurun waktu 2005-2012, dan yang menarik lagi kebanyak dari mereka adalah anak muda[7].
Agus mustofa kemudian menyatakan bahwa penelitian itu dilakukanAgus mustofa kemudian menyatakan bahwa penelitian itu dilakukan di Amerika yang penduduk mayoritasnya adalah kristen. Sehingga wajar apabila penganut agama mengalami erosi. Erosi tersebut disebabkan karena dogma gereja yang bertentangan dengan akal sehat[8]. Ia juga menyatakan bahwa penentangan mereka terhadap konsep ketuhanan Kristen itulah yang menjadi pemicu mereka menjadi atheis dan kemudian menamaratakan dengan semua agama[9].
Padahal agama Islam tidak sama dengan Kristen, akan berbeda hasilnya jika mereka mencoba memandang agama Islam. Agama Islam adalah agama yang menghargai akal. Sangat jarang terjadi seseorang menjadi atheis, karena tidak setuju dengan konsep ketuhanan dalam Islam, kecuali karena tidak faham.     
Buku ini mencoba mengajak pembaca untuk memahami ketauhidan. Buku ini dapat dibaca oleh seorang muslim yang ingin memperkuat keimananya. Di dalamna sarat dengan argumentasi yang dapat menguatkan keimanan. Disamping itu juga, ada pembahasan dalam mengcounter faham atheism. Sebagai saran, buku ini dianjurkan dibaca dengan tuntas sehingga akan memberikan pemahaman yang holistik, menyeluruh. Selamat membaca.  Iqra bismi rabbika al-ladzi khalaq.[]
Marâji’
Ahmad Ibn Muhammad. 1999. Kitab syarh shawi ‘ala jauhar at-tauhid. Bairut: Daar Ibn Katsir
Katsir,  Ibnu. 1997.  Tafsir quran al-adzim. Saudi Arabia: Dar Thayibah.
Mustofa, Agus.  2012. Ibrahim Pernah Atheis. Malang: Padma Press.
Nuruddin. 1980. Syarhul hikam al-‘athaiyah, talkhishul hikaM. Cairo: al-nashir al-‘arabi.

[1] Agus Mustofa.  Ibrahim Pernah Atheis, Malang: Padma Press, 2012. hlm. 10-11
[2] Nuruddin, Syarhul hikam al-‘athaiyah, talkhishul hikam, Cairo: al-nashir al-‘arabi. 1980. hlm. 178
[3] Ahmad Ibn Muhammad, Kitab syarh shawi ‘ala jauhar at-tauhid. Bairut: Dâr Ibn Katsir, 1999.  hlm. 33
[4] Pendapat diatas adalah menurut At-Thabari dan Ibnu Katsir, sedang menurut Abu Muslim Al Ashfahani pengertian ayat diatas bahwa Allah memberi penjelasan kepada Nabi Ibrahim a.s. tentang cara Dia menghidupkan orang-orang yang mati. Disuruh-Nya Nabi Ibrahim a.s. mengambil empat ekor burung lalu memeliharanya dan menjinakkannya hingga burung itu dapat datang seketika, bilamana dipanggil. Kemudian, burung-burung yang sudah pandai itu, diletakkan di atas tiap-tiap bukit seekor, lalu burung-burung itu dipanggil dengan satu tepukan/seruan, niscaya burung-burung itu akan datang dengan segera, walaupun tempatnya terpisah-pisah dan berjauhan. Maka demikian pula Allah menghidupkan orang-orang yang mati yang tersebar di mana-mana, dengan satu kalimat cipta hiduplah kamu semua pastilah mereka itu hidup kembali  Lihat Ibnu Katsir, tafsir quran al-adzim, (Saudi Arabia: Dar Thayibah, 1997) hal 690

[5] Agus Mustofa.  Ibrahim., hlm 110
 [6] Ibid, hlm 102    
[7] Ibid, hlm 36
[8] Ibid, hlm 20
[9] Ibid, hlm 21


2 comments:

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...