HIJRAH IBRAHIM,
DARI ATHEIS KE MONOTHEIS
Judul buku :
Ibrahim Pernah Atheis
Penulis : Agus
Mustofa
Penerbit :
PADMA Press
Tahun Terbit :
Desember 2012
Jumlah Halaman
: 272
Buku ini cukup
menarik dibaca. Dari cover buku sudah tampak bahwa buku ini memiliki daya tarik atau penasaran orang yang melihat. Setelah membaca, banyak yang dapat kita pelajari
dari buku ini terkait dengan atheisme dan usaha-usaha pengikutnya dalam
mewujudkan ke-atheisme-an nya. Saya pun
tidak bisa menutup pikiran untuk membuat resensi dan memberikan komentar tulisan pak Agus Mustofa ini.
Pada permulaan,
ia menyebutkan bahwa agama Islam mengikuti cara Ibrahim dalam bertuhan. Yakni,
menyembah tuhan yang sekaligus berada di surga, berada di langit, di bumi, di
hati, di akhirat, di dunia, bahkan meliputi apa saja yang tampak maupun tidak
tampak, yang bisa disebut maupun yang tidak bisa disebut. Tuhan maha segalanya.
Dari pemaparan
ini, saya tidak sependapat karena pemahaman saya yang berbeda. Beliau
menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim menyembah tuhan yang sekaligus berada di surga,
berada di langit, di bumi dan seterusnya. Ini menunjukan bahwa Allah itu berada
di tempat-tempat tertentu dan Allah bertempat. Padahal menurut pemahaman saya
bahwa Allah itu tidak berada di suatu tempat melainkan Allah yang memiliki dan
menguasai tempat. Artinya kepunyaan Allahlah surga, bumi, langit dan sebagainya
dan Allah tidak terikat oleh dimensi ruang dan waktu karena Allah yang
menciptakan itu semua.
Pernyataan saya
ini berpacu pada ayat al-qur’an yang menceritakan kisah pencarian Tuhan ala
Nabi Ibrahim. Ketika malam, Ibrahim menyaksikan bintang, ia menduga bahwa
bintag adalah Tuhan. Tatkala bintang tenggelam ia yakin bahwa bintang bukan
tuhan. Kemudian datanglah bulan, akhirnya ia pun menduga bahwa bulanlah Tuhan.
Setelah malam berlalu, akhirnya bulan pun lenyap diganti matahari. Ia menduga
bahwa matahari inilah Tuhan yang menerangi dan lebih besar. Setalah malam,
matahari pun lenyap. Akhirnya Ibrahim melalui proses indrawi belum menemukan
Tuhan. Setelah proses indrawi menyimak dan menyaksikan kejadian alam, akhirnya
ia bersyahadat bahwa Tuhan adalah yang menciptakan itu semua. Dengan demikian,
Allah maha pencipta jagat raya. Allah tidak bisa didikte pada dimensi ruang dan
waktu. Melainkan Allah yang menciptakan itu semua.
Dalam melihat
realitas alam inilah kita bisa melihat kecerdasan Ibrahim. Ia memadukan
intelektualitasnya dengan logika bathinnya. Logika bathinnya berkata bahwa
Tuhan adalah yang tak mungkin lenyap. Ia adalah kekal dan Ia adalah yang Maha
pencipta, yang menciptakan alam semesta. Setelah proses pencarian itulah
Ibrahim yakin dan beriman. Pernyataan yang kokoh inilah diabadiakan dalam
al-Qur’an dengan redaksi yang tegas.
“Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang
mempersekutukan tuhan.” (QS al-An’âm [6]: 79)
Bagi kita,
bahwa yang menciptakan alam semesta ini adalah Allah. Tidak seperti apa yang
dipercayai oleh kaum pagan yang menganggap patung sebagai tuhan mereka. Ibrahim
menolak keyakinan paganisme ini. Dengan kecerdasan, Ibrahim membuat pembuktian
terbalik atas keyakinan masyarakat pada waktu itu. Ia menghancurkan berhala,
masyarakatnya protes seraa berkata “siapa yang menghancurkan tuhan kami?”
Ibrahim menunjukan bahwa yang menghancurkan tuhan mereka adalah berhala yang
paling besar karena berkalung kapak. Masyarakatnya menolak, “mana mungkin bisa
menghancurkan”. Kemudian Ibrahim membalikan kesadaran mereka sehingga tertunduk
malu. “Lantas, kenapa kalian menyembah tuhan yang tidak dapat memberi manfaat
dan madharat?
Saya mengutip
perkataan yang menarik untuk disimak dari Agus Mustofa ini. Banyak diantara
anak muda yang sedang berproses mencari tuhannya. Banyak diantara anak muda
yang sedang berproses mencari tuhannya. “Banyak juga anak muda yang terjebak
dalam jalan buntu, jalan yang salah dan malah menjadi atheis. Namun, semua itu
tergantung pada niat yang melandasinya. Bagi yang melakukannya dengan penuh
kesombongan, mereka akan berputar-putar di jalan yang menyesatkan. Tetapi bagi
yang melakukannya dengan rendah hati dan kesungguhan mencari, ia akan
benar-benar bertemu Tuhan, dzat Maha Agung, Sang penguasa jagat raya[1]”.
Pencarian Tuhan
bagi anak muda adalah sebuah kemungkinan. Artinya, ada anak muda yang peduli
dengan keimanannya, adapula yang acuh, mengikuti apa adanya. Ibrahim adalah
sosok pemuda yang tidak puas dengan dogmatik masyarakatnya dulu. Ia menentang
dogmatik kepercayaan yang sudah mapan. Ibrahim mampu membuat antitesa terhadap
relitas yang ilogis. Dengan kekuatan intelektualnya yang dipadukan dengan
potensi bathin nya ia menemukan Tuhan yang hakiki.
Pengalaman
Ibrahim inilah yang harusnya menginpirasi anak muda sekarang, yang mungkin
gelisah dengan keberagamaan dan ketuhanannya. Inilah yang seharusnya. Ibrahim
tidak putus di relaitas melihat alam. Akan tetapi, ia menemukan tuhan melalui
alam. Sehingga cocok dan pas kemudian Ibnu al-Thaillah al-sakandarî berkata
dalam kitabnya al-Hikam[2]. Ia mengatakan
لا ترحل من
كون إلى كون فتكون كحمار الراحي يسير والمكان الذي ارنحل إليه هو الذي ارتحل عنه
ولكن ارحل من الأكوان إلى المكون.
“Hendaknya
kalian tidak berpindah dari alam ke suatu alam yang sama, seperti keledai yang
berputar-putar di tempat yang sama. Tetapi berpindahlah dari alam kepada
pencipta alam.
Ibrahim
berhasil melakukan perjalanan Ruhani menemukan Tuhan. Ia melihat fenomena alam
bulan, bintang dan matahari. Kemudian pada akhirnya Ia menemukan tuhannya. Ia
berpindah dari alam raya kepada penciptanya yang maha kekal, Allah.
Ibrahim melihat Allah dari alam.
Dengan
demikian, maka untuk menemukan keyakinan, perlulah kita mengamati dengan
seksama kehidupan makrokosmos maupun mikrokosmos. Bukan hanya berdiam diri dan
memutar-mutar otak. Kenapa? Karena realitas bukan hanya dalam tataran ide.
Realitas bisa jadi berada di dalam maupun di luar. Sehingga kita dituntun untuk
melihat ciptaan baik di dalam diri (mikro) maupun di luar (makro). Andai kita
mau melihat ayat (tanda) maka lihatlah ke dalam dan ke luar.
ót“Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi
dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu
adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas
segala sesuatu?” (QS Fushilat [41]: 53)
Di dalam
al-qur’an, sinyalemen (ayat) yang menyebutkan penciptaan langit dan bumi,
penciptaan manusia dan makhluk lainnya banyak dijumpai. Secara ilmiah hal itu
dapat dibuktikan dengan sains. Sehingga antara sain dan al-qur’an tidak ada
yang kontradiktif. Oleh karena itu, mempelajari sains bisa merupakan sebuah
upaya untuk menambah keimanan. Sebagaimana yang tertera pada surat Fushilat
ayat 35. Allah akan menunjukan ayat (tanda) keberadaannya melalui alam dan diri
manusia. buku ini mengajak kita untuk
mempertebal keimanan melalui penggabungan potensi dzikir dan fikir, mengolah
potensi spiritual dan intelektual sehingga yakin yang terbuti dengan syahadah.
Nabi Ibrahim
adalah sosok yang memiliki keyakinan kuat setelah menyaksikan fenomena alam
yang takjub. Pada proses akhirnya ia bersyahadah (bersaksi) bahwa Tuhannya ialah
Allah yang menciptakan semua makhluk seperti bintang, bulan dan matahari serta
seluruh isinya. Dari buku ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa dalam proses
pencarian kebenaran, seseorang dimungkinkan ada keraguan. Namun, keraguan itu
haruslah diteruskan dengan upaya mencari kebenaran. Penacarian kebenaran
hendaknya dilandasi semangat niat yang suci, bukan kesombongan. Niat yang suci
akan mengantarkan pada titik kebenaran yang ia cari.
Dalam kitab
Jauhar at-tauhid[3] dikatakan bahwa barang siapa yang ikut-ikutan dalam masalah
tauhid, artinya ia hanya ikut-ikutan saBarang siapa yang ikut-ikutan dalam hal
tauhid, Imannya tidak akan kosong dari keraguan”
Keberimanan
Ibrahim bukanlah keberimanan yang dilandaskan atas nama nenek moyang.
Keberimanan Ibrahim didasarkan pada keyakinan yang ia temukan dalam pencarian
tuhannya. Inilah keimanan yang kuat yang ia temukan setelah proses pencarian.
Keimanan yang tak goyah. Ia menemukan keimanannya dengan keyakinan yang kuat.
Ia yakin setelah mencari dan mencari.
Keberimanan
Ibrahim juga bukan seperti kaum atheis. Kaum atheis sudah memberikan asumsi
bahwa tuhan tidak ada. Maka, semua pembuktian yang ia lakukan adalah membuktikan bahwa tuhan tidak ada. Berbeda
dengan Ibrahim, pada permulaan ia ingin membuktikan. Dengan kata lain, Ibrahim
memiliki niatan yang tulus suapaya ia yakin dan dapat merasakan kehadiran
Tuhan. Kemudian Ibrahim melakukan proses tafakur (fikir) dan mensinergikan
dengan kecerdasan bathin sehingga ia temukan Tuhan.
Nabi Ibrahim
adalah sosok yang menjadi tauladan dalam pencarian tuhan. Betapa tidak, ia
selalu ingin mencari kebenaran yang hakiki. Di dalam al-qur’an banyak kisah
Ibrahim yang ingin tahu dan seolah tidak percaya bahwa pencipta itu Allah.
Bahkan, Nabi Ibrahim sangat ingin tahu bagaimana proses Allah menghidupkan
orang mati. Kemudian Allah menunjukan. Nabi Ibrahim merupakan sosok nabi yang
memiliki rasa ingin tahu yang kuat untuk membuktikan kebenaran apa yang ia
yakini.
“Dan (ingatlah)
ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu ?”
Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap
mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor
burung, lalu cincanglah semuanya olehmu[4]. (Allah berfirman): “Lalu letakkan
diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian
panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS al-Baqarah [2]:
260)
Berbeda dengan
salah satu dari penganut atheis, Stephen Hawking. Agus Mustofa mengatakan bahwa
Stephen Hawking adalah ilmuan teoritis. Ia tidak meneliti. Ia hanya
mengotak-atik simbol-simbol matematis dalam pikirannya, dan sudah meletakan
asumsi tidak percaya terhadap tuhan. Sehingga, wajar jika Hawking tidak
menemukan tuhan[5]. Ibrahim menemukan tuhan karena proses pencarian melalui
alam semesta dan pembuktian langsung.
Agus mustofa
memberi judul buku ini “Ibrahim pernah atheis”. Bagi saya Nabi Ibrahim berbeda
dengan atheis. Pada permulaan mencari tuhan, Ibrahim tidak bisa dikatakan
atheis. Mengapa? karena ia telah memiliki asumsi bahwa tuhan itu ada. Sedangkan
kaum atheis tidak mempercayai tuhan sama sekali. Bahkan, ia mencari pembenaran
bahwa tuhan tidak ada. Atheis memiliki asumsi dasar bahwa tuhan tidak ada.
Sehingga, segala usaha adalah untuk pembenaran bahwa tuhan tidak ada.
Berbeda dengan
Prof Kazuo Murakami, ia melakukan penelitian alam berupa sel genetika. Ia
takjub dengan keajaiban yang ada dalam sel. Sehingga ia berulang kali takjub
dalam setiap penelitiannya. Ia mengatakan dalam bukunya yang berjudul The
Divine Message of DNA bahwa “saya terpaksa mengakui bahwa hal ini adalah suatu keajaiban yang jauh melebihi
pengertian atau kapasita manusia”[6]. Prof Kazuo menemukan keajaiban
tanda-tanda Allah dalam sel-sel. Bentuk yang kecil yang ada dalam manusia.
Sekali lagi,
bahwa pencarian tuhan mungkin hinggap di benak anak muda. Bahkan menurut Agus
Mustofa jumlahnya banyak. Penelitian
yang bertajuk the global Index of Religiosity and atheism yang dilakukan
di Amerika serikat menunjukan bahwa religiusitas atau keberagamaan masyarakat
negeri paman sam itu menurun sebesar 13 persen selama tujuh tahun terakhir.
Dalam waktu bersamaan, orang-orang yang mengaku atheis meningkat 4 persen dalam
kurun waktu 2005-2012, dan yang menarik lagi kebanyak dari mereka adalah anak
muda[7].
Agus mustofa
kemudian menyatakan bahwa penelitian itu dilakukanAgus mustofa kemudian
menyatakan bahwa penelitian itu dilakukan di Amerika yang penduduk mayoritasnya
adalah kristen. Sehingga wajar apabila penganut agama mengalami erosi. Erosi
tersebut disebabkan karena dogma gereja yang bertentangan dengan akal sehat[8].
Ia juga menyatakan bahwa penentangan mereka terhadap konsep ketuhanan Kristen
itulah yang menjadi pemicu mereka menjadi atheis dan kemudian menamaratakan
dengan semua agama[9].
Padahal agama
Islam tidak sama dengan Kristen, akan berbeda hasilnya jika mereka mencoba
memandang agama Islam. Agama Islam adalah agama yang menghargai akal. Sangat
jarang terjadi seseorang menjadi atheis, karena tidak setuju dengan konsep
ketuhanan dalam Islam, kecuali karena tidak faham.
Buku ini
mencoba mengajak pembaca untuk memahami ketauhidan. Buku ini dapat dibaca oleh
seorang muslim yang ingin memperkuat keimananya. Di dalamna sarat dengan
argumentasi yang dapat menguatkan keimanan. Disamping itu juga, ada pembahasan
dalam mengcounter faham atheism. Sebagai saran, buku ini dianjurkan dibaca
dengan tuntas sehingga akan memberikan pemahaman yang holistik, menyeluruh.
Selamat membaca. Iqra bismi rabbika
al-ladzi khalaq.[]
Marâji’
Ahmad Ibn
Muhammad. 1999. Kitab syarh shawi ‘ala jauhar at-tauhid. Bairut: Daar Ibn
Katsir
Katsir, Ibnu. 1997.
Tafsir quran al-adzim. Saudi Arabia: Dar Thayibah.
Mustofa,
Agus. 2012. Ibrahim Pernah Atheis.
Malang: Padma Press.
Nuruddin. 1980.
Syarhul hikam al-‘athaiyah, talkhishul hikaM. Cairo: al-nashir al-‘arabi.
[1] Agus
Mustofa. Ibrahim Pernah Atheis, Malang:
Padma Press, 2012. hlm. 10-11
[2] Nuruddin,
Syarhul hikam al-‘athaiyah, talkhishul hikam, Cairo: al-nashir al-‘arabi. 1980.
hlm. 178
[3] Ahmad Ibn
Muhammad, Kitab syarh shawi ‘ala jauhar at-tauhid. Bairut: Dâr Ibn Katsir,
1999. hlm. 33
[4] Pendapat
diatas adalah menurut At-Thabari dan Ibnu Katsir, sedang menurut Abu Muslim Al
Ashfahani pengertian ayat diatas bahwa Allah memberi penjelasan kepada Nabi
Ibrahim a.s. tentang cara Dia menghidupkan orang-orang yang mati. Disuruh-Nya
Nabi Ibrahim a.s. mengambil empat ekor burung lalu memeliharanya dan
menjinakkannya hingga burung itu dapat datang seketika, bilamana dipanggil.
Kemudian, burung-burung yang sudah pandai itu, diletakkan di atas tiap-tiap
bukit seekor, lalu burung-burung itu dipanggil dengan satu tepukan/seruan,
niscaya burung-burung itu akan datang dengan segera, walaupun tempatnya
terpisah-pisah dan berjauhan. Maka demikian pula Allah menghidupkan orang-orang
yang mati yang tersebar di mana-mana, dengan satu kalimat cipta hiduplah kamu
semua pastilah mereka itu hidup kembali
Lihat Ibnu Katsir, tafsir quran al-adzim, (Saudi Arabia: Dar Thayibah,
1997) hal 690
[5] Agus
Mustofa. Ibrahim., hlm 110
[6] Ibid, hlm 102
[7] Ibid, hlm
36
[8] Ibid, hlm
20
[9] Ibid, hlm
21
apakah benar ibrahim pernah atheis???
ReplyDeletei think no???
ReplyDelete