Sunday, 22 January 2017

Eksistensi Cinta Dalam Diri Manusia

Cinta Melampaui Batas

Sebagaimana fitrah Tuhan pada hamba-Nya yaitu cinta. Selama ini cinta merupakan pengistilahan pada wujud hati tanpa harus diantarkan oleh logika dan rasionalitas manusia. Tidak dipungkiri bahwa, ada banyak ragam definisi tentang cinta namun tidak menemukan orientasi yang tepat pada apa yang sesungguhnya cinta itu sendiri. Parahnya juga bila kemudian cinta dipahami dengan ukuran science.
JANGAN KATAKAN “AKU CINTA PADAMU!” BILA TIDAK BENAR-BENAR SERIUS DAN PEDULI. JANGAN BICARAKAN SOAL PERASAAN BILA ITU TIDAK BENAR-BENAR ADA.

Jangan sentuh hidup seseorang bila hanya berniat main-main dengannya. Jangan menatap ke dalam mata seseorang bila apa yang dilakukan hanya pembohongan. Hal paling kejam yang dilakukan ialah membuat seseorang jatuh cinta, namun akhirnya tidak menerima dengan alasan-alasan yang dibuat-buat.
Hakikat cinta tidak akan ditemukan keberadaannya bila hanya diucapkan atau diistilahkan dengan beragam bahasa, karena kebenaran tersebut berada dalam ranah bilâ harfin walâ shoutin. Hanya saja huruf dan suara sebagai cara mengantarkan pada pemahaman apa itu keberadaan cinta.
Lalu bagaimana sebenarnya? Justru ini masih mencari apa yang sebenarnya walau nyatanya tidak akan pernah ada yang benar. Dibuktikannya para tokoh filsuf yang berupaya berkontemplasi tidak mampu menteorikan mana yang sejatinya cinta, bahkan semakin berkontemplasi akan semakin vatal. Kali ini hanya bisa mempelajari dari beberapa kisah cinta yang kadang membuat manusia terkagum atau bahkan menjadi buta karena cinta.
Romeo dan Julia adalah tragedi yang mengisahkan sepasang mempelai muda yang saling jatuh cinta, namun terhalang karena kedua keluarga mereka saling bermusuhan. Hingga akhir dari perjalanannya berujung pada kematian yang tidak wajar, mereka sama-sama menelan racun sebagai jalan akhir dari cinta sejati. Ini adalah bukti bahwa, logika dan rasionalitas manusia sudah melampaui batas. Walau sebagai kalangan memahami kisah tersebut adalah kisah yang konyol, namun begitulah cinta.
Begitu pula Qais yang menjadi gila karena Laila. Kisah tersebut terhalang  oleh budaya, di mana Laila yang menawan menjadi objek cinta sehingga orang tuanya memutuskan untuk mengurung si gadis dan dijaga ketat. Qais bertahan menunggu kabar Laila dalam kesunyian tempat. Laila-pun demikian, dia selamanya merindukan Qais hingga dirinya sakit dan meninggal dunia. Derita itu pun berujung pedih oleh Qais, dia rela berada di samping makam Laila hingga ia pun tergeletak lemas dan juga mati. Sebagai pertimbangan, Qais bukan pengemis cinta hingga ia menjadi gila (majnun), justru ia sangat membuktikan bahwa rasa dalam hatinya begitu aktif pada Laila.
Dalam kisah yang lain, Sholaiha dalam kondisi tidak tertahankan dengan ketampanan Yusuf hingga merobek baju bagian belakang Yusuf. Moment tersebut berujung fitnah terhadap Yusuf yang secara otomatis Yusuf menjadi korban ulah Sholaiha.
Lebih seru lagi, kisah cinta Adam dan Hawa cukup jadikan sebagai falsafah cinta sejati, perjalanan kisahnya amatlah dalam, dramatis dan nyata. Bahkan tidak cukup untuk kita tiru karena dirasa tak akan kuat dalam penderitaan rindu dendamnya saat mereka terpisah dalam kurun waktu yang sangat lama.
SAAT ITU PULA SANGATLAH NYATA BAHWA MEREKA BENAR-BENAR BERDUA YANG TIDAK MUNGKIN HARUS MEMILIH PASANGAN DAN TERUS MENCARI SATU SAMA LAIN. SUNGGUH PADA WAKTU ITU BUMI MENJADI MILIK MEREKA BERDUA.

Barangkali di atas cukup menjadi pembelajaran bagi pencinta berikutnya, bahwa cinta memang begitu adanya. Karena cinta kadang dibuat tidak logis atau bahkan menjadi konyol. Tidak salah kalau kemudian seorang laki-laki gagah yang harus membawa setangkai bunga untuk diberikan pada belahan jiwanya di tempat banyak orang. Kalau kemudian sedikit dipikir mungkin perlakuan laki-laki itu adalah konyol, namun bagaimana lagi memang begitulah adanya.
Dengan cinta dapat pula seorang hamba merindu. Dalam rindu tidak selamanya berbentuk indrawi, karena kalau ingat dan rindu harus dilalui dengan sebuah pertemuan, lalu bagaimana dengan rinduku pada-Mu? Kerinduan ini merupakan bentuk tidak hanya dalam hubungan sesama hamba, melainkan rasa tersebut mampu menebus segalanya. Hanya rindu yang kuat, yang membuat waktu dilumat dan ruang dilipat.
Menurut Imam al-Ghazali, “mahabbah” adalah maqam paling tinggi, mengingat tujuan semua tingkat lainnya adalah demi mencapainya. Menyucikan diri dari tempat-tempat kotor, menyibukkan diri dalam mencintai Allah semata, taubat, zuhud, kesabaran, takut dan lainnya merupakan pengantar menuju maqam tertinggi ini. Cinta kepada Allah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan.
Dengan demikian, penulis kadang juga merasa khawatir bila kemudian terlalu banyak berkalimat. Kekhawatiran ini mungkin akan dianggap sebagai cinta yang menurut penulis pahami, karena tidak menutup kemungkinan para pembaca juga memiliki pemahaman yang berbeda. Hanya saja kalimat-kalimat atau tulisan ini dapat mengantarkan suatu pemahaman tentang apa itu cinta dan segala macam di dalamnya.
Selanjutnya sebagai pertimbangan penutup, seperti apa yang dipahami  para sufi, cinta adalah salah satu konsep yang sulit sekali untuk dipahami. Cinta hanya dapat dihayati dan tidak dapat disifati. Setiap orang mampu merasakan cinta, mamun mustahil untuk mendefinisikannya. Ibn ‘Arabi berkata.
“JIKA SEORANG MENGAKU BISA MENDEFINISIKAN CINTA, JELASLAH IA MASIH BELUM MENGENALNYA. JIKA ADA ORANG YANG MENGATAKAN AKU KENYANG DENGAN CINTA’, KETAHUILAH, IA MASIH BUTA TENTANG CINTA, KARENA TIDAK SEORANG PUN DIKENYANGKAN OLEH CINTA.”




No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...