Rindu Dalam Prespektif Ulama Salaf?
Segala sesuatu diciptakan Allah berpasang-pasangan. Ada siang ada malam,
ada dunia ada akhirat, ada surga ada neraka, ada jantan ada betina, begitu
juga, ada laki ada pula perempuan,
demikian seterusnya, itulah ciri mahluk, hanya Dia yang Maha Esa, “yang tak
serupa dengan apapun”. Dan tidak pula ada sesuatu yang menyerupakanNya. Hal
ini, sangat jelas Allah singgung dalam KalamNya, (ليس
كمثله شيئ) .
Allah
menciptakan manusia berpasang-pasangan, ada laki ada pula wanita, bukan hanya
untuk saling mengenal, jauh lebih penting dari itu adalah saling menasehati
dalam kebaikan dan kesabaran. Jika tidak sukar dikatakan, penulis pinjam
bahasanya Qurais Shihab, “Adapun orang yang terhindar dari kerugian dari waktu
dalam pandangan al-Quran adalah mereka yang memenuhi empat kriteria: pertama,
yang mengenal kebenaran (amanu); kedua, yang mengamalkan sesuatu yang benar
(amilu al-Shalihat); ketiga, yang ajar-mengajar menyangkut perihal kebenaran
(tawashauw bi al-Haq); dan keempat, yang sabar dan tabah dalam mengamalkan
serta mengajarkan kebenaran (tawashauw bi al-Shabr). Demikian kata dari pakar
tafsir indonesi ketika menjelaskan “pentingnya waktu”.
Menjalani hubungan
sesama insan, sering kali dijumpai adanya konflik, baik itu bathin maupun
dhohir. Dari hal dhohir, kadang sang kekasih menuntut untuk dimengerti oleh
pasanganya, begitu juga sebaliknya. Dalam hal bathin, kadang sang buah hati
teramat sering disakiti oleh kekasihnya. Kendati perhatian yang kurang, maka
tidak bisa dipungkiri adanya kecek-cokan dalam menjalani hubungan percintaan. Tidak
lepas dengan pengaturan waktu, karena menjalani hubungan itu, merupakan kata
kerja, maka sudah barang pasti memiliki keterkaitan antar satu dengan lainnya.
Semisal, laki-laki yang sering mengajak kekasihnya untuk semalaman “Chatingan”,
tidak jarang dijumpai wanita tidak suka tidur terlarut malam hanya untuk
melayani dan membicarakan hal-hal yang kurang bermanfaat bagi dirinya dan
hubungnya. Hal ini jika dipaksa, akan mengakibatkan kepada alur laju hubungan
mereka berdua tersendat ditengah jalan. Menagapa demikian? Karena, antar
kekasih dengan yang dikasihinya kadang sering mendahulukan “ego” bukan “ilmu”.
Jalan solusinya
adalah memberikan pemahaman kepada sang lelaki, agar bisa menjaga waktu,
memanfaatkan waktu, dan memilih juga memilah waktu. Tentunya, membicarakan
seputar hubungan atau memberikan perhatian full kepada kekasihnya. Hal ini,
akan lebih muda direspon dari pada membicarakan hal yang kurang bahkan tidak
memiliki efek samping kepada orang yang dicintainya.
Perhatian dalam
menjalani hubungan merupakan wujud rasa rindu kekasih kepada orang yang
dikasihinya. Dalam hal ini, banyak sekali contoh yang sebenarnya ingin penulis
sebutkan. Semisal, mengucapkan kata “Sudah makan belum Ntem?”, kata-kata ini
meskipun sedikit, namun memiliki daya tarik tersendiri dan juga memberikan
tanda kode (kerinduan) kepada orang yang dikasihinya. Kerinduan dalam contoh
ini tidak dikatakan “haram” karena, tidak mengatarkan pendengar dan penutur
untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Beda halnya, dengan rindu
yang menjerumuskan kepada hal-hal yang diarang oleh agama. Semisal, rindu ingin
bertemu, kerindua dalam pertemuan ini, sangat memberikan dampak negatif antar
dua pihak. Ketarangan ini akan diterangkan secara mendalam di paragraf
selanjtnya.
Ada pertanyaan dari sosok wanita
jelita, tentang “rasa rindu kepada selain muhrimnya” demikian pertanyaanya. Apakah
rasa rindu pada orang yang bukan muhrim itu termasuk dosa? Kalau memang dosa
apa ada solusinya? Karena rasa rindu itu datang di luar kuasa manusia, kalaupun
bisa memilih, mungkin tidak ingin merindukannya
Ibnu Hazam El-Andalusy berkata dalam kitabnya, thuqul hamamah : Cinta, Agama
tidak menolaknya dan syariat pun tidak melarangnya, karena hati di tangan Allah, atau karena hati dalam kekuasaan
Alloh azza wajalla.
ﻗَﺎﻝَ ﺍﺑﻦُ ﺣَﺰﻡٍ ﻓﻲ ﻃَﻮﻕِ ﺍﻟﺤَﻤﺎﻣﺔِ ﻭﻟﻴﺲَ ـ
ﺍﻟﺤُﺐ ـ ﺑﻤُﻨﻜَﺮٍ ﻓﻲ ﺍﻟﺪِّﻳﺎﻧﺔِ ﻭﻻَ ﺑِﻤﺤﻈُﻮﺭٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸَّﺮﻳﻌﺔِ ، ﺇﺫِ ﺍﻟﻘُﻠﻮﺏُ ﺑﻴﺪِ
ﺍﻟﻠﻪِ ﻋﺰَّ ﻭﺟﻞَّ .
Adapun syahid akhirat saja dan pembagian syahid akhirat itu banyak di
antaranya adalah wanita yang mati saat melahirkan meski dia hamil sebab zina. Dan
orang yang mati karena rindu, meski terhadap orang yang tidak boleh diwath'i
seperti (lelaki) rindu kepada amrod (mairil/cowo remaja guanteng), dengan
syarat 'iffah (menjaga diri dari maksiat) bahkan sampai menjaga diri pandangan
sekiranya dia berduaan dengan orang yang dicintainya maka ia tidak melewati
batasan syariat & dengan syarat menyembunyikan kerinduannya bahkan terhadap
yang dirindukan sekalipun. Adapun khobar : "Jika salah satu dari kalian
mencintai saudaranya maka kabarkanlah kepadanya", maka diarahkan kepada
selain malarindu. Betapa eloknya perkataan sebagian penyair :
Kafa
Almuhibbiina Adzaabuhum*Tallohi Laa Adzdzabathum Ba'dahaa Saqor
(cukuplah bagi para pecinta adzab
mereka di dunia * demi Allah neraka saqor takkan menyiksa setelah adzab dunia),
Bal
Jannatul Khuldi Ma'wahum Muzakhrofah*Yun'amuna Biha Haqqon Bimaa Shobaru
(akan tetap surga khuldi yang dihias
tempat mereka * mereka benar-benar mendapat nikmat di dalamnya sebab kesabaran
mereka).
والميت
عشقا ولو لمن لم يبح وطؤه كأمرد بشرط العفة حتى عن النظر بحيث لو اختلى بمحبوبه لم
يتجاوز الشرع وبشرط الكتمان حتى عن معشوقه
حاشية الباجوري على ابن قاسم الغزي جزء 1 ص 244
Aplikasi rindu yang bagaiaman yang
diharmkan oleh agama ? yang haram bukan rindunya, tapi pelampiasan rindunya
yang bisa ada yang haram misalnya berciuman bibir ketik hendak bertemu, seperti
mana penulis jelaskan di atas, bahwa kerinduan sering kali mengatarkan
pertemuan. Dari pertemuan ini, tidak jarang dijumpai muda-mudi di negri ini
melampiaskan kerinduanya dengan pacarnya dalam cara-cara atau adegan-adegan
ekstrim, hingga, mendekati zina dan ada yang halal seperti berciuman bibir
dengan istrinya. Demikian, tutur sapah dari ulama yang menagarang kitab Bajuri.
Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment