Thursday, 22 December 2016

Tinjaun Sisi Pragmatik Kalimat Om Telolet Om

Pragmatik Dalam Kalimat
"Om Telolet Om"


                Sebelumnya, penulis ingin katakan bahwa “yang melatar belakangi penulis mengarang artikel ini. Karena adanya setatus teman facebook yang kurang akurat dalam memberikan informasi ke pada khalayak”. Dalam hal ini, penulis sangat terusik. Sehingga, mengantarkan penulis untuk gereget mengarang artikel dengan judul Tinjauan sisi Pragmatik Dalam Kalimat Om Telolet Om.

            Sebelum penulis sajikan sebuah pembahasan mengenai kalimat di atas, alangkah baiknya jika dilihat terlebih dahulu setatus teman fecebook sebagaimana dibawah ini:

itu yg kamu anggap kekinian
Om berasal dari bahasa Bali kuno yang berati Tuhan, telolet Adalah bahasa Swahili yang berarti Yahweh . 
Om telolet om Maka kalian sedang menyebut Yahweh tuhan orang Yahudi.
sebarkan pesan ini, Jangan berhenti di Kamu! Kalian sedang di yahudinisasi!!!
penting dan sebarkan buat kalian!!!”.

            Kalimat yang dilontarkan oleh teman penulis ini, sangatlah menjanggal dalam hati. Sehingga, tidak dibenarkan menjestifikasi/mevonis seseorang hanya melihat dari unsur internalnya saja (Semantik). Kiranya, bagi penulis dibutuhkan adanya kajian yang lebih mendalam. Yaitu kajian pragmatik. Mungkin dari kajian bidang ini, yang akan bisa meluruskan penceltusan miring yang terlukis dalam kalimat di atas. Kendati, semua manusia tidak dipernankan untuk meng-eblok satu sama lain. Jalan satu-satunya untuk tidak terjadi hal yang demikian adalah mengadakan kajian berupa observasi kepada objek penceltusan tersebut.
            Objek kajian penulis sekarang adalah kalimat “Om Telolet Om” dari segi pragmatik. Objek kajian ini, bertujuan untuk menghilangkan presepsi “Yahudinisasi” sementara umat ke pada umat lain. Dan membuktikan maksud dan tujuan penutur dalam konteks tersebut.

            Sebelum meloncat lebih jauh. Baiknya penulis uraikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pragmatik? dan apa objek kajiannya?  Dalam hal ini bisa di perhatikan secara mendalam agar tidak terulang kembali pemahaman fantik buta dalam memvonis seseorang hanya karena taklid buta ke pada orang lain yang jelas-jelas tidak tahu bahasa khususnya dan ilmu lain yang mengnai kalimat di atas umumnya.

             Pragmatik merupakan salat satu cabang dari pada ilmu linguistik. Kata pragmatik merupakan kata sifat/edjective yang dipadankan dari kata pragmatic, dalam kamus Inggris-Indonesia (Echols dan Shadily, 1975:442). Kata pragmatic diartikan sebagai “To Take A Pragmatic Approach To Something”. Yang artinya, “Memandang Sesuatu Menurut Kegunaannya”. Dari sini bisa difahami apa yang dimaksud dengan pragmatik itu? Karena bagimanapun, semua yang ada dalam al-Qur’an bisa dikaji baik itu tinjauna sisi pragmatik maupun tinjauan sisi bidang disiplin lainya.

Perlu diketahui, bahwa dua puluh lima tahun silam para ahli linguistik tidak pernah menyebut istilah pragmatik. Menurut Levinson dalam Ainin (2001: 123) istilah pragmatik pertama digunakan oleh filosof kenamaan, yaitu Charles Morris (1938). Dia mempunyai perhatian pada suatu ilmu yang mengkaji sistem tanda (semiotik). Dalam semiotik ini, Charles Morris membedakan tiga konsep dasar, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis mengkaji hubungan formal tanda-tanda (tanda bahasa), semantik mengkaji hubungan antara tanda dan objek, sedangkan pragmatik mengkaji hubungan antara tanda-tanda dengan penafsir.

Menurut Levinson dalam Ainin (2001: 125) pragmatik adalah studi bahasa yang mengkaji hubungan antara bahasa dengan konteksnya yang merupakan dasar dari penentuan pemahamannya. Leech (1983: 19) berpendapat bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna dalam hubungannya dengan situasi ujar. Aspek situasi-situasi ujar meliputi penyapa dan pesapa, konteks sebuah tuturan, tujuan sebuah tuturan, tuturan sebagai sebuah bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk suatu tindak verbal.

Berdasarkan pendapat di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kajian pragmatik mengacu pada penggunaan bahasa dalam kaitannya dengan konteks. Jadi dapat disimpulkan, pragmatik adalah ilmu yang menelaah bagaimana keberadaan konteks mempengaruhi dalam menafsirkan kalimat. Di sinilah letak perbedaan pragmatik dengan semantik, sebab telaah semantik bersifat bebas konteks. Dengan kata lain, persoalan yang dikaji oleh semantik adalah makna kata-kata yang dituturkan, dan bukan maksud tuturan penutur.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pragmatik merupakan suatu cabang linguistik yang mengkaji makna suatu ujaran melalui pemahaman konteks yang menyertai ujaran tersebut.
Salah satu fenomena pragmatik yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan makna dalam semua bahasa adalah teori tindak tutur. Teori ini pada mulanya dilemukakam oleh ahli filsafat bahasa John Austin pada tahun 1962 (kartomiharjo dalam Ainin, 2001:129). Dalam teori ini dikemukakan bahwa meskipun kalimat sering dapat digunakan untuk memberitahukan perihal keadaan, dalam keadaan tertentu harus dianggap sebagai pelaksanaan tindakan (Leech,1983:21). setiap kalimat dapat digunakan untuk fungsi-fungsi tertentu,misalnya untuk memberikan informasi, peringatan, tawaran untuk melakukan sesuatu, menanyakan fakta, atau memberikan ucapan termakasih.
Dalam kaitannya dengan tindak tutur ini Austin dalam Ainin dan Asrori (2008: 144) membedakan tindak tutur menjadi tiga bagian, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.
1. Tindak Lokusi (locutionary act)

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tuturan ini disebut sebagai The act of saying something. Dalam tindak lokusi, tuturan dilakukan hanya untuk menyatakan sesuatu tanpa ada tendensi atau tujuan yang lain, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi relatif mudah untuk diindentifikasikan dalam tuturan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur (Wijana melalui Hidayati, 2009:83). Dalam kajian pragmatik, tindak lokusi ini tidak begitu berperan untuk memahami suatu tuturan.
 2. Tindak Ilokusi (illocutionary act)

Tindak ilokusi ialah tindak tutur yang tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu namun juga untuk melakukan sesuatu. Tuturan ini disebut sebagai  The act of doing something. Contoh, kalimat ‘Saya tidak dapat datang’ bila diucapkan kepada teman yang baru saja merayakan pesta pernikahannya tidak saja berfungsi untuk menyatakan bahwa dia tidak dapat menghadiri pesta tersebut, tetapi juga berfungsi untuk melakukan sesuatu untuk meminta maaf. Tindak ilokusi sangat sukar dikenali bila tidak memperhatikan terlebih dahulu siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya.
Searle dalam Leech (1993:164-166) membagi tindak ilokusi ini menjadi lima yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi.
§  Tindak asertif merupakan tindak yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya, artinya tindak tutur ini mengikat penuturnya pada kebenaran atas apa yang dituturkannya (seperti menyatakan, mengusulkan, melaporkan)
§  Tindak komisif ialah tindak tutur yang berfungsi mendorong penutur melakukan sesuatu. Ilokusi ini berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada kepentingan lawan tuturnya (seperti menjanjikan, menawarkan, dan sebagainya)
§  Tindak direktif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong lawan tutur melakukan sesuatu. Pada dasarnya, ilokusi ini bisa memerintah lawan tutur melakukan sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal (seperti memohon, menuntut, memesan, menasihati)
§  Tindak ekspresif merupakan tindak tutur yang menyangkut perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap lawan tutur (seperti mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam)
§  Tindak deklaratif ialah tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan atau membenarkan sesuatu tindak tutur yang lain atau tindak tutur sebelumnya. Dengan kata lain, tindak deklaratif ini dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal, status, keadaan yang baru (seperti memutuskan, melarang, mengijinkan).

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pemahaman terhadap tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.
3.  Perlokusi (perlocutionary act)

Tindak perlokusi yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat (Nababan dalam Lubis, 1999:9). Tuturan ini  disebut sebagai The act of affecting someone. Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force)atau efek bagi yang mendengarnya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan perlokusi. Tindak perlokusi ini biasa ditemui pada wacana iklan. Sebab wacana iklan meskipun secara sepintas merupakan berita tetapi bila diamati lebih jauh daya ilokusi dan perlokusinya sangat besar.

            Pada kalimat “Om Telolet Om” jika diartikan sebagaimana yang tertera dalam setatus teman penulis tersebut sangatlah dangkal. Karena, bagi penulis pengertian kata tersebut hanya tinjauan sisi semantik. Di mana semantik hanya meberikan faham makna sesuai teks. Sehingga, jika diuraikan secara semantik, kata Om memiliki makna “Tuhan” sedangkan kata Telolet memiliki arti “Yahweh”. Dalam hal ini, penulis kurang setuju. Sebab, jika dilihat kembali kata “Om” sering dipakai di Indonesia sebagai nama panggilan terhadap “paman/orang yang lebih tua dari padanya” bahasa “Om” ini sering digunakan di daerah sulawesi bahkan dimanapun daerahnya tidak jarang dijumpai kata om terlontar sebagai panggilan saudara dari bapak atau ibu dan orang yang lebih tua dari pada orang yang memanggilnya. Kendati demikian, apakah benar kata “Om” memiliki arti seperti mana yang diungkapkan oleh teman facebook? Mari dilihat kembali terjemahan kata “Om” diwikpedia.
            Diwikpedia kata Om diartikan sebagaiadalah suku kata suci dan keramat dalam agama-agama dari India, yaitu agama Hindu, Buddha, dan Jaina. Om juga dieja Oṃ, ditulis dalam aksara Dewanagari sebagai  dan औम्, dalam bahasa Sanskerta dikenal
sebagai praṇava 
प्रणव (Suara Kosmis) atau auṃkāra (juga dieja Omkāra) ओंकार (secara harfiah berarti "suku kata auṃ").
Om biasanya dilafalkan sebagai vokal bulat hampir tertutup panjang atau lantang yang disengaukan (IPA: [õːː]). Kata tersebut terkandung pada bagian awal mantra-mantraHindu sebagai kata yang paling suci yang dilantunkan pada pendahuluan dan akhir pembacaan Weda atau sebelum memulai doa atau mantra. Kitab Māndukya Upanishadsecara garis besar mengandung penjelasan tentang suku kata tersebut. Kata tersebut terdiri dari tiga fonem, [a], [u] dan [m], melambangkan Trimurti atau tiga jenjang kehidupan (kelahiran, kehidupan dan kematian).
Dalam hal ini, kiranya bisa disimpulkan bahwa kata “Om” bukan hanya memiliki arti “Tuhan”. Bisa berarti kata “suara Kosmis” atau memiliki arti “Suku”. Sehingga, kurang tepat jika melarang seseorang mengatakan kalimat di atas hanya dengan satu rujukan. Sedangkan kata telolet, penuis tidak menjumpai makna kata tersebut. Apalagi makna kata yang ditersirat di dalam setatus di atas. Nah, jika dilihat dari katanya. Kata “Telolet” sebagai wujud bunyi kelakson Bus. Yang memang berbunyi senada dengan apa yang dilontarkan oleh orang-orang kini.
Dalam hal ini bisa ditarik kesimpulan bahwa “yang dimaksud dari kalimat {Om Telolet Om} adalah tidak sama dengan apa yang diungkapkan oleh orang yang hanya bisa mengadu domba sesama manusianya. Padahal, jika diuraikan lebih dalam sangatlah jauh dengan apa yang dipresepsikan. Dalam hal ini, penulis sajikan kajian pragmatik.
Dalam kajian pragmatik kata {Om Telolet Om} harus dilihat dari segi situasi dan kondisisnya. Itulah sebabnya, ilmu ini disajikan untuk memabahas kalimat diluar konteks. Ada yang namanya teori “Tindak tutur” di mana penulis sudah jelaskan di atas bahwa dalam teori ini ada tiga bagian. Yang pertama adalah tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Dari tiga hal ini, yang termasuk dalam pembahasan kalimat tersebut adalah tindak tutur tinjaun sisi ilokusi dan perlokusi.
Dalam kalimat {Om Telolet Om} sisi ilokusinya adalah ketika si penutur melontarkan kalimat tersebut memberikan informasi “untuk membunyi kelakson bus” kepada mitra tuturnya (penyupir bus). Tindak tutur ilokusi ini dinamakan ilokusi ekspresif dan direktif. Di mana tindak tutur ilokusi ekspresif ini mewujudkan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap lawan tutur. Sedangkan dalam tindak tutur ilokusi direktif bertujuan untuk mendorong lawan tutur melakukan sesuatu. Pada dasarnya, ilokusi ini bisa memerintah lawan tutur melakukan sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal. Sehingga, tidak jarang ketika si penutur mengatakan kalimat tersebut kepada lawan tutur. Dan lawan tutur menuruti apa yang dipinta oleh si penutur. Hal ini, akan timbul ekspresi kegembiraan dalam sikap psikologinya.
Bisa disimpulkan bahwa “kata {Om Telolet Om} di sini jika dilihat dari tinjauan sisi pragmatiknya memiliki arti “Permintaan si penutur terhadap lawan tutur untuk membunyi kelakson” yang memilik dampak vital bagi si penutur. Yaitu, kegembiraan tiada tara”. Kiranya, penulis tidak salah jika peulis katakan “Bahagia Itu Sederhana...!!!”


No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...