Pragmatik
Dalam Al-Qur’an
Al-qur’an
merupakan kitab petunjuk bagi seluruh alam. Demikianlah hakikat keberadaan
al-qur’an ditengah-tengah kehidupan manusia menurut sebagian ahli tafsir. Jika memang
diterima pendapat ini. Maka, penulis ingin menguraikan petunjuk al-qur’an
tinjauan sisi ilmu lingusitik, yaitu “Pragmatik”. Namun, sebelum melompat lebih jauh akan al-qur’an
tinjauan sisi pragmatik ini, alangkah baiknya mengulas terlebih dahulu apa yang
dinamakan pragmatik itu sendiri?
Pragmatik merupakan salat satu cabang
dari pada ilmu linguistik. Kata pragmatik merupakan kata sifat/edjective yang
dipadankan dari kata pragmatic, dalam kamus Inggris-Indonesia (Echols dan
Shadily, 1975:442). Kata pragmatic diartikan sebagai “To Take A Pragmatic
Approach To Something”. Yang artinya, “Memandang Sesuatu Menurut
Kegunaannya”. Dari sini bisa difahami apa yang dimaksud dengan pragmatik
itu? Karena bagimanapun, semua yang ada dalam al-Qur’an bisa dikaji baik itu tinjauna
sisi pragmatik maupun tinjauan sisi bidang disiplin lainya.
Perlu diketahui, bahwa dua puluh lima tahun silam para
ahli linguistik tidak pernah menyebut istilah pragmatik. Menurut Levinson dalam
Ainin (2001: 123) istilah pragmatik pertama digunakan oleh filosof kenamaan,
yaitu Charles Morris (1938). Dia mempunyai perhatian pada suatu ilmu yang
mengkaji sistem tanda (semiotik). Dalam semiotik ini, Charles Morris membedakan
tiga konsep dasar, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis mengkaji
hubungan formal tanda-tanda (tanda bahasa), semantik mengkaji hubungan antara
tanda dan objek, sedangkan pragmatik mengkaji hubungan antara tanda-tanda
dengan penafsir.
Menurut Levinson dalam Ainin (2001: 125) pragmatik
adalah studi bahasa yang mengkaji hubungan antara bahasa dengan konteksnya yang
merupakan dasar dari penentuan pemahamannya. Leech (1983: 19) berpendapat bahwa
pragmatik adalah studi mengenai makna dalam hubungannya dengan situasi ujar.
Aspek situasi-situasi ujar meliputi penyapa dan pesapa, konteks sebuah tuturan,
tujuan sebuah tuturan, tuturan sebagai sebuah bentuk tindakan, dan tuturan
sebagai produk suatu tindak verbal.
Berdasarkan pendapat di atas dapat kita tarik
kesimpulan bahwa kajian pragmatik mengacu pada penggunaan bahasa dalam
kaitannya dengan konteks. Jadi dapat disimpulkan, pragmatik adalah ilmu yang
menelaah bagaimana keberadaan konteks mempengaruhi dalam menafsirkan kalimat.
Di sinilah letak perbedaan pragmatik dengan semantik, sebab telaah semantik
bersifat bebas konteks. Dengan kata lain, persoalan yang dikaji oleh semantik
adalah makna kata-kata yang dituturkan, dan bukan maksud tuturan penutur.
Dalam kaitannya dengan kajian terhadap teks Al Quran,
pemahaman tentang konteks atau sosio historis diturunkannya ayat-ayat suci Al
Quran amatlah penting, meskipun tidak semua ayat Al Quran yang diturunkan
memiliki asbabun nuzul(Zuhdi dalam Ainin, 2001: 126).
Muhammad Abduh menjelaskan salah satu langkah
menafsirkan Al Quran yaitu mengetahui ilmu mengenai kondisi manusia serta
kondisi masyarakat Arab pada era kenabian termasuk juga tentang perjalanan
Rasulullah dan para sahabatnya(Al Khuli dan Abu Zayd, 2004: 128). Namun
terdapat pula beberapa ayat Al Quran yang diturunkan tanpa sebab dan hanya
sebagai peringatan dan akidah.
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pragmatik merupakan suatu
cabang linguistik yang mengkaji makna suatu ujaran melalui pemahaman konteks
yang menyertai ujaran tersebut.
Salah
satu fenomena pragmatik yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan
makna dalam Al Quran adalah teori tindak tutur. Teori ini pada mulanya
dilemukakam oleh ahli filsafat bahasa John Austin pada tahun 1962 (kartomiharjo
dalam Ainin, 2001:129). Dalam teori ini dikemukakan bahwa meskipun kalimat
sering dapat digunakan untuk memberitahukan perihal keadaan, dalam keadaan
tertentu harus dianggap sebagai pelaksanaan tindakan (Leech,1983:21). setiap
kalimat dapat digunakan untuk fungsi-fungsi tertentu,misalnya untuk memberikan
informasi, peringatan, tawaran untuk melakukan sesuatu, menanyakan fakta, atau
memberikan ucapan termakasih.
Dalam
kaitannya dengan tindak tutur ini Austin dalam Ainin dan Asrori (2008: 144)
membedakan tindak tutur menjadi tiga bagian, yaitu tindak lokusi, tindak
ilokusi, dan tindak perlokusi.
1.
Tindak Lokusi (locutionary act)
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan
sesuatu. Tuturan ini disebut sebagai The act of saying something. Dalam
tindak lokusi, tuturan dilakukan hanya untuk menyatakan sesuatu tanpa ada
tendensi atau tujuan yang lain, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.
Tindak lokusi relatif mudah untuk diindentifikasikan dalam tuturan karena
pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks
tuturan yang tercakup dalam situasi tutur (Wijana melalui Hidayati, 2009:83).
Dalam kajian pragmatik, tindak lokusi ini tidak begitu berperan untuk memahami
suatu tuturan.
2.
Tindak Ilokusi (illocutionary act)
Tindak ilokusi ialah tindak tutur yang tidak hanya
berfungsi untuk menginformasikan sesuatu namun juga untuk melakukan sesuatu.
Tuturan ini disebut sebagai The act of doing
something. Contoh, kalimat ‘Saya tidak dapat datang’ bila
diucapkan kepada teman yang baru saja merayakan pesta pernikahannya tidak saja
berfungsi untuk menyatakan bahwa dia tidak dapat menghadiri pesta tersebut,
tetapi juga berfungsi untuk melakukan sesuatu untuk meminta maaf. Tindak
ilokusi sangat sukar dikenali bila tidak memperhatikan terlebih dahulu siapa
penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi, dan
sebagainya.
Searle dalam
Leech (1993:164-166) membagi tindak ilokusi ini menjadi lima yaitu asertif,
direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi.
§ Tindak asertif merupakan tindak yang menjelaskan apa
dan bagaimana sesuatu itu adanya, artinya tindak tutur ini mengikat penuturnya
pada kebenaran atas apa yang dituturkannya (seperti menyatakan, mengusulkan,
melaporkan)
§ Tindak komisif ialah tindak tutur yang berfungsi
mendorong penutur melakukan sesuatu. Ilokusi ini berfungsi menyenangkan dan
kurang bersifat kompetitif karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi
pada kepentingan lawan tuturnya (seperti menjanjikan, menawarkan, dan
sebagainya)
§ Tindak direktif yaitu tindak tutur yang berfungsi
mendorong lawan tutur melakukan sesuatu. Pada dasarnya, ilokusi ini bisa
memerintah lawan tutur melakukan sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal
(seperti memohon, menuntut, memesan, menasihati)
§ Tindak ekspresif merupakan tindak tutur yang
menyangkut perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan
dan mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap lawan tutur (seperti
mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam)
§ Tindak deklaratif ialah tindak tutur yang berfungsi
untuk memantapkan atau membenarkan sesuatu tindak tutur yang lain atau tindak
tutur sebelumnya. Dengan kata lain, tindak deklaratif ini dilakukan penutur
dengan maksud untuk menciptakan hal, status, keadaan yang baru (seperti
memutuskan, melarang, mengijinkan).
Dari
uraian di atas dapat dikatakan bahwa pemahaman terhadap tindak ilokusi
merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.
3.
Perlokusi (perlocutionary act)
Tindak perlokusi yaitu hasil atau efek yang
ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi
pengucapan kalimat (Nababan dalam Lubis, 1999:9). Tuturan ini disebut
sebagai The act of affecting someone. Sebuah tuturan yang
diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force)atau efek bagi yang mendengarnya.
Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan
oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk
mempengaruhi lawan tutur disebut dengan perlokusi. Tindak perlokusi ini biasa
ditemui pada wacana iklan. Sebab wacana iklan meskipun secara sepintas
merupakan berita tetapi bila diamati lebih jauh daya ilokusi dan perlokusinya
sangat besar.
Surat Al-Qa’riah terdiri dari 11 ayat, temasuk
kelompok Surat Makiyyah, diturunkan sesudah Surat Al-Adiyat.
Nama Al-Qa’riah teradopsi dari kata fi’il madhi “Qra’a”, kata mashdarnya “Qor’an”. Arti
dasarnya adalah mengetok dan mengenagi sasaran. Dalam kamus Al-taufiq, tertulis
bahwa kata al-qa’riah sendiri dapat diartikan
sebagai dahiyah’ atau malapetaka/bencana. Al-Qa’riah
merupakan salah satu nama lain dari hari kiamat. Dinamakan demikian karena hari
kiamat adalah kejadian besar dan malapetaka yang menyelimuti perasaan
seluruh manusia. Seluruh perhatian mereka tercurahkan pada kejadian ini.
Pokok-pokok isi surat ini menjelaskan tentang kejadian
yang akan datang pada hari kiamat
dan adzab yang dijatuhkan atas mereka serta keterangan tentang
orang-orang beriman dan keadaan surga yang diberikan kepada mereka sebagai
balasan. Dalam surat ini juga dijelaskan mengenai orang-orang yang berat amal
baiknya dan amal buruknya. Secara umum tujuan-tujuan tersebut yang tersirat
dalam Surat Al-Qa’riah. Namun, berikut akan dibahas fenomena tindak tutur dalam
Surat Al-Qa’riah lebih terperinci.
Keadaan
Di Hari Kiamat
Al-Qo'riah ayat 1-5
1. Kiamat
2. Apakah Kiamat Itu?,
3. Apakah Yang Menjadikan Kamu Tahu apakah Kiamat Itu?
4. Pada Hari Itu Manusia Seperti Anai-Anai Yang
Berterbangan
5. Dan Gunung-gunung Seperti Bulu Yang
Dihambur-Hamburkan.
Dalam
beberapa ayat di atas mengandung fenomena tindak tutur yakni tindak ilokusi.
Tindak ilokusi adalah sebuah tindak tutur yang selain berfungsi untuk
menginformasikan sesuatu, juga berfungsi untuk melakukan sesuatu. Pada ayat diatas
di atas Allah menyindir penduduk neraka dengan mengatakan “Apakah Yang
Menjadikan Kamu Tahu apakah Kiamat Itu?”(Terjemahan Qurais Shihab, 2013:600).
Sebelumnya memang rasulullah telah memberikan peringatan mengenai hari kiamat
namun mereka tidak peduli bahkan melupakannya. Oleh karena itu Allah menyindir
mereka. Tindakan ini dapat digolongkan pada tindak ekspresif yakni tindakan
tindak tutur yang menyangkut perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berfungsi
untuk mengekspresikan dan mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap lawan
tutur (seperti mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam menyindir)
Kemudian pada ayat ke-4 dan ke-5 Allah menjelaskan keadaan manusia ketika hari
kiamat dan sekaligus keadaan kiamat. Tertuang
dalam kalimat “Pada Hari Itu Manusia
Seperti Anai-Anai Yang Berterbangan”. Ayat ini hanya
mengandung tindak lokusi saja karena hanya bertujuan sebagai pemberitahuan
bahwa keadaan manusia dihari kiamat dan keadaan kiamat tang terjadi suatu saat.
Keadaan
Neraka Dan Penghuninya
Al-Q’ariah ayat 6-11
6. Maka, adapun orang-orang yang
bertimbangan-timbang kebaikannya,
7. Maka dia berada dalam satu kehidupan
yang memuaskan,
8. dan adapun orang-orang yang ringan
timbangan-timbangan kebaikannya,
9. Maka tujuananya adalah (neraka) Hawiyyah.
10. Dan apakah yang menjadikan kamu tahu
apakah (Hawiyyah) itu?
11. (Ia Adalah) api (Yang berkobar
dengan sangat besar dan) yang sangat panas.
Pada ayat ke-6 dan ke-7 Allah menerangkan bahwa orang-orang yang
bertimbangan-timbang kebaikannya, Maka dia berada dalam satu kehidupan yang
memuaskan. (Terjemahan Qurais Shihab, 2013:600). Ayat ini mengandung tindak ilokusi
yakni tindak asertif. Tindak asertif adalah Tindak asertif merupakan tindak
yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya, artinya tindak tutur ini
mengikat penuturnya pada kebenaran atas apa yang dituturkannya (seperti
menyatakan, mengusulkan, melaporkan). Maka Allah menurunkan ayat ini agar manusia
terikat dengan ketetapan tersebut. Yaitu kenyataan bahwa orang Mu’min itu akan
merasakan kebahagian yang tiada tara pada hari kiamat kellak.
Pada ayat ke-8 sampai ke-9 Allah menerangkan bahwa orang-orang kafir akan
dimasukkan ke dalam neraka. Dan adapun orang-orang yang ringan
timbangan-timbangan kebaikannya, maka tujuananya adalah (neraka) Hawiyyah. (Terjemahan
Qurais Shihab, 2013:600). Ayat
ini mengandung tindak ilokusi asertif. Allah menurunkan ini agar manusia
dihadapkan dengan kenyataan bahwa keadaan orang kafir sedemikian rupa ketika
dimasukkan ke dalam neraka.
Pada ayat ke-10 sampai ke-11, Allah menerangkan keadaan neraka, tertuang
dalam ayat “Dan apakah yang menjadikan kamu tahu apakah (Hawiyyah) itu? Dan “(Ia
Adalah) api (Yang berkobar dengan sangat besar dan) yang sangat panas”. (Terjemahan
Qurais Shihab, 2013:600).
Pada ayat- ayat sebelumnya telah dijelaskan keadaan orang yang ringan
timbanganya yang dimasukkan ke dalam neraka ketika hari kiamat. Sebelum itu
Allah menjelaskan keadaan orang yang berat timbanganya dimasukkan ke dalam
surga ketika hari kiamat. Ayat- ayat ini mengandung tindak ilokusi asertif .
Ayat ini diturunkan agar manusia dihadapkan dengan kenyataan keadaan orang
mukmin sedemikian rupa ketika hari kiamat. Dengan demikian manusia dapat
membandingkan dengan sendirinya keadaan orang kafir dan keadaan orang mukmin
ketika hari kiamat serta memutuskan untuk menjadi bagian dari golongan yang
mana.
Al Quran merupakan sarana komunikasi antara Tuhan dengan hambaNya. Al Quran
diturunkan dengan menggunakan bahasa yang memiliki kandungan sastra yang
tinggi, yakni bahasa Arab. Surat Al-Q’ariah ayat adalah surat makiyah yang di
dalamnya menjelaskan tentang keadaan hari kiamat. Allah menurunkan surat ini
dengan disertai tujuan dan fungsi tertentu Oleh karena itu dalam
penafsirannya dibutuhkan strategi tertentu. Salah satu strategi dalam
penafsiran Al Quran adalah strategi pragmatik. Fenomena pragmatik dapat kita
temukan dalam Al Quran diantaranya seperti fenomena tindak tutur. Fenomena
tindak tutur dibagi menjadi tiga yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Sesuai
dengan apa yang sudah penulis utarakan diatas. Maka, dengan demikan bisa
disimpulkan bahwa :
“Surat Al-Q’ariah dilihat dari sisi pragmatik mengandung makna {keadaan
hari kiamat dan keadaan neraka beserta penghuninya}.”
No comments:
Post a Comment