Friday, 9 December 2016

Pragmatik Dalam Al-Qur’an

Pragmatik Dalam Al-Qur’an


                Al-qur’an merupakan kitab petunjuk bagi seluruh alam. Demikianlah hakikat keberadaan al-qur’an ditengah-tengah kehidupan manusia menurut sebagian ahli tafsir. Jika memang diterima pendapat ini. Maka, penulis ingin menguraikan petunjuk al-qur’an tinjauan sisi ilmu lingusitik, yaitu “Pragmatik”.  Namun, sebelum melompat lebih jauh akan al-qur’an tinjauan sisi pragmatik ini, alangkah baiknya mengulas terlebih dahulu apa yang dinamakan pragmatik itu sendiri?

            Pragmatik merupakan salat satu cabang dari pada ilmu linguistik. Kata pragmatik merupakan kata sifat/edjective yang dipadankan dari kata pragmatic, dalam kamus Inggris-Indonesia (Echols dan Shadily, 1975:442). Kata pragmatic diartikan sebagai “To Take A Pragmatic Approach To Something”. Yang artinya, “Memandang Sesuatu Menurut Kegunaannya”. Dari sini bisa difahami apa yang dimaksud dengan pragmatik itu? Karena bagimanapun, semua yang ada dalam al-Qur’an bisa dikaji baik itu tinjauna sisi pragmatik maupun tinjauan sisi bidang disiplin lainya.

Perlu diketahui, bahwa dua puluh lima tahun silam para ahli linguistik tidak pernah menyebut istilah pragmatik. Menurut Levinson dalam Ainin (2001: 123) istilah pragmatik pertama digunakan oleh filosof kenamaan, yaitu Charles Morris (1938). Dia mempunyai perhatian pada suatu ilmu yang mengkaji sistem tanda (semiotik). Dalam semiotik ini, Charles Morris membedakan tiga konsep dasar, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis mengkaji hubungan formal tanda-tanda (tanda bahasa), semantik mengkaji hubungan antara tanda dan objek, sedangkan pragmatik mengkaji hubungan antara tanda-tanda dengan penafsir.

Menurut Levinson dalam Ainin (2001: 125) pragmatik adalah studi bahasa yang mengkaji hubungan antara bahasa dengan konteksnya yang merupakan dasar dari penentuan pemahamannya. Leech (1983: 19) berpendapat bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna dalam hubungannya dengan situasi ujar. Aspek situasi-situasi ujar meliputi penyapa dan pesapa, konteks sebuah tuturan, tujuan sebuah tuturan, tuturan sebagai sebuah bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk suatu tindak verbal.

Berdasarkan pendapat di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kajian pragmatik mengacu pada penggunaan bahasa dalam kaitannya dengan konteks. Jadi dapat disimpulkan, pragmatik adalah ilmu yang menelaah bagaimana keberadaan konteks mempengaruhi dalam menafsirkan kalimat. Di sinilah letak perbedaan pragmatik dengan semantik, sebab telaah semantik bersifat bebas konteks. Dengan kata lain, persoalan yang dikaji oleh semantik adalah makna kata-kata yang dituturkan, dan bukan maksud tuturan penutur.

Dalam kaitannya dengan kajian terhadap teks Al Quran, pemahaman tentang konteks atau sosio historis diturunkannya ayat-ayat suci Al Quran amatlah penting, meskipun tidak semua ayat Al Quran yang diturunkan memiliki asbabun nuzul(Zuhdi dalam Ainin, 2001: 126).

Muhammad Abduh menjelaskan salah satu langkah  menafsirkan Al Quran  yaitu mengetahui ilmu mengenai kondisi manusia serta kondisi masyarakat Arab pada era kenabian termasuk juga tentang perjalanan Rasulullah dan para sahabatnya(Al Khuli dan Abu Zayd, 2004: 128). Namun terdapat pula beberapa ayat Al Quran yang diturunkan tanpa sebab dan hanya sebagai peringatan dan akidah.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pragmatik merupakan suatu cabang linguistik yang mengkaji makna suatu ujaran melalui pemahaman konteks yang menyertai ujaran tersebut.
Salah satu fenomena pragmatik yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan makna dalam Al Quran adalah teori tindak tutur. Teori ini pada mulanya dilemukakam oleh ahli filsafat bahasa John Austin pada tahun 1962 (kartomiharjo dalam Ainin, 2001:129). Dalam teori ini dikemukakan bahwa meskipun kalimat sering dapat digunakan untuk memberitahukan perihal keadaan, dalam keadaan tertentu harus dianggap sebagai pelaksanaan tindakan (Leech,1983:21). setiap kalimat dapat digunakan untuk fungsi-fungsi tertentu,misalnya untuk memberikan informasi, peringatan, tawaran untuk melakukan sesuatu, menanyakan fakta, atau memberikan ucapan termakasih.
Dalam kaitannya dengan tindak tutur ini Austin dalam Ainin dan Asrori (2008: 144) membedakan tindak tutur menjadi tiga bagian, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.
1. Tindak Lokusi (locutionary act)

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tuturan ini disebut sebagai The act of saying something. Dalam tindak lokusi, tuturan dilakukan hanya untuk menyatakan sesuatu tanpa ada tendensi atau tujuan yang lain, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi relatif mudah untuk diindentifikasikan dalam tuturan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur (Wijana melalui Hidayati, 2009:83). Dalam kajian pragmatik, tindak lokusi ini tidak begitu berperan untuk memahami suatu tuturan.
 2. Tindak Ilokusi (illocutionary act)

Tindak ilokusi ialah tindak tutur yang tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu namun juga untuk melakukan sesuatu. Tuturan ini disebut sebagai  The act of doing something. Contoh, kalimat ‘Saya tidak dapat datang’ bila diucapkan kepada teman yang baru saja merayakan pesta pernikahannya tidak saja berfungsi untuk menyatakan bahwa dia tidak dapat menghadiri pesta tersebut, tetapi juga berfungsi untuk melakukan sesuatu untuk meminta maaf. Tindak ilokusi sangat sukar dikenali bila tidak memperhatikan terlebih dahulu siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya.
Searle dalam Leech (1993:164-166) membagi tindak ilokusi ini menjadi lima yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi.
§  Tindak asertif merupakan tindak yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya, artinya tindak tutur ini mengikat penuturnya pada kebenaran atas apa yang dituturkannya (seperti menyatakan, mengusulkan, melaporkan)
§  Tindak komisif ialah tindak tutur yang berfungsi mendorong penutur melakukan sesuatu. Ilokusi ini berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada kepentingan lawan tuturnya (seperti menjanjikan, menawarkan, dan sebagainya)
§  Tindak direktif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong lawan tutur melakukan sesuatu. Pada dasarnya, ilokusi ini bisa memerintah lawan tutur melakukan sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal (seperti memohon, menuntut, memesan, menasihati)
§  Tindak ekspresif merupakan tindak tutur yang menyangkut perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap lawan tutur (seperti mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam)
§  Tindak deklaratif ialah tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan atau membenarkan sesuatu tindak tutur yang lain atau tindak tutur sebelumnya. Dengan kata lain, tindak deklaratif ini dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal, status, keadaan yang baru (seperti memutuskan, melarang, mengijinkan).

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pemahaman terhadap tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.
3.  Perlokusi (perlocutionary act)

Tindak perlokusi yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat (Nababan dalam Lubis, 1999:9). Tuturan ini  disebut sebagai The act of affecting someone. Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force)atau efek bagi yang mendengarnya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan perlokusi. Tindak perlokusi ini biasa ditemui pada wacana iklan. Sebab wacana iklan meskipun secara sepintas merupakan berita tetapi bila diamati lebih jauh daya ilokusi dan perlokusinya sangat besar.

Surat Al-Qa’riah terdiri dari 11 ayat, temasuk kelompok Surat Makiyyah, diturunkan sesudah Surat Al-Adiyat. Nama Al-Qa’riah teradopsi dari kata fi’il madhi “Qra’a”, kata mashdarnya “Qor’an”.  Arti dasarnya adalah mengetok dan mengenagi sasaran. Dalam kamus Al-taufiq, tertulis bahwa kata al-qa’riah sendiri dapat diartikan sebagai dahiyah’ atau malapetaka/bencana.  Al-Qa’riah merupakan salah satu nama lain dari hari kiamat. Dinamakan demikian karena hari kiamat adalah kejadian besar  dan malapetaka yang menyelimuti perasaan seluruh manusia. Seluruh perhatian mereka tercurahkan pada kejadian ini.

Pokok-pokok isi surat ini menjelaskan tentang kejadian yang akan datang  pada hari kiamat dan  adzab yang dijatuhkan atas mereka serta keterangan tentang orang-orang beriman dan keadaan surga yang diberikan kepada mereka sebagai balasan. Dalam surat ini juga dijelaskan mengenai orang-orang yang berat amal baiknya dan amal buruknya. Secara umum tujuan-tujuan tersebut yang tersirat dalam Surat Al-Qa’riah. Namun, berikut akan dibahas fenomena tindak tutur dalam Surat Al-Qa’riah lebih terperinci.

Keadaan Di Hari Kiamat
Al-Qo'riah ayat 1-5
1. Kiamat
2. Apakah Kiamat Itu?,
3. Apakah Yang Menjadikan Kamu Tahu apakah Kiamat Itu?

4. Pada Hari Itu Manusia Seperti Anai-Anai Yang Berterbangan
5. Dan Gunung-gunung Seperti Bulu Yang Dihambur-Hamburkan.
Dalam beberapa ayat di atas mengandung fenomena tindak tutur yakni tindak ilokusi. Tindak ilokusi adalah sebuah tindak tutur yang selain berfungsi untuk menginformasikan sesuatu, juga berfungsi untuk melakukan sesuatu. Pada ayat diatas di atas Allah menyindir penduduk neraka dengan mengatakan “Apakah Yang Menjadikan Kamu Tahu apakah Kiamat Itu?”(Terjemahan Qurais Shihab, 2013:600). Sebelumnya memang rasulullah telah memberikan peringatan mengenai hari kiamat namun mereka tidak peduli bahkan melupakannya. Oleh karena itu Allah menyindir mereka. Tindakan ini dapat digolongkan pada tindak ekspresif yakni tindakan tindak tutur yang menyangkut perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap lawan tutur (seperti mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam menyindir)
Kemudian pada ayat ke-4 dan ke-5  Allah menjelaskan keadaan manusia ketika hari kiamat  dan sekaligus keadaan kiamat. Tertuang dalam kalimat  “Pada Hari Itu Manusia Seperti Anai-Anai Yang Berterbangan”. Ayat ini hanya mengandung tindak lokusi saja karena hanya bertujuan sebagai pemberitahuan bahwa keadaan manusia dihari kiamat dan keadaan kiamat tang terjadi suatu saat.
                                                
Keadaan Neraka Dan Penghuninya
Al-Q’ariah ayat 6-11
6. Maka, adapun orang-orang yang bertimbangan-timbang kebaikannya,
7. Maka dia berada dalam satu kehidupan yang memuaskan,
8. dan adapun orang-orang yang ringan timbangan-timbangan kebaikannya,
9. Maka tujuananya adalah (neraka) Hawiyyah.
10. Dan apakah yang menjadikan kamu tahu apakah (Hawiyyah) itu?
11. (Ia Adalah) api (Yang berkobar dengan sangat besar dan) yang sangat panas.
Pada ayat ke-6 dan ke-7 Allah menerangkan bahwa orang-orang yang bertimbangan-timbang kebaikannya, Maka dia berada dalam satu kehidupan yang memuaskan. (Terjemahan Qurais Shihab, 2013:600).  Ayat ini mengandung tindak ilokusi yakni tindak asertif. Tindak asertif adalah Tindak asertif merupakan tindak yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya, artinya tindak tutur ini mengikat penuturnya pada kebenaran atas apa yang dituturkannya (seperti menyatakan, mengusulkan, melaporkan). Maka Allah menurunkan ayat ini agar manusia terikat dengan ketetapan tersebut. Yaitu kenyataan bahwa orang Mu’min itu akan merasakan kebahagian yang tiada tara pada hari kiamat kellak.
Pada ayat ke-8 sampai ke-9 Allah menerangkan bahwa orang-orang kafir akan dimasukkan ke dalam neraka. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan-timbangan kebaikannya, maka tujuananya adalah (neraka) Hawiyyah. (Terjemahan Qurais Shihab, 2013:600).  Ayat ini mengandung tindak ilokusi asertif. Allah menurunkan ini agar manusia dihadapkan dengan kenyataan bahwa keadaan orang kafir sedemikian rupa ketika dimasukkan ke dalam neraka.
Pada ayat ke-10 sampai ke-11, Allah menerangkan keadaan neraka, tertuang dalam ayat “Dan apakah yang menjadikan kamu tahu apakah (Hawiyyah) itu? Dan “(Ia Adalah) api (Yang berkobar dengan sangat besar dan) yang sangat panas”. (Terjemahan Qurais Shihab, 2013:600).
Pada ayat- ayat sebelumnya telah dijelaskan keadaan orang yang ringan timbanganya yang dimasukkan ke dalam neraka ketika hari kiamat. Sebelum itu Allah menjelaskan keadaan orang yang berat timbanganya dimasukkan ke dalam surga ketika hari kiamat. Ayat- ayat ini mengandung tindak ilokusi asertif . Ayat ini diturunkan agar manusia dihadapkan dengan kenyataan keadaan orang mukmin sedemikian rupa ketika hari kiamat. Dengan demikian manusia dapat membandingkan dengan sendirinya keadaan orang kafir dan keadaan orang mukmin ketika hari kiamat serta memutuskan untuk menjadi bagian dari golongan yang mana.
Al Quran merupakan sarana komunikasi antara Tuhan dengan hambaNya. Al Quran diturunkan dengan menggunakan bahasa yang memiliki kandungan sastra yang tinggi, yakni bahasa Arab. Surat Al-Q’ariah ayat adalah surat makiyah yang di dalamnya menjelaskan tentang keadaan hari kiamat. Allah menurunkan surat ini dengan disertai tujuan dan fungsi tertentu Oleh karena  itu dalam penafsirannya dibutuhkan strategi tertentu. Salah satu strategi dalam penafsiran Al Quran adalah strategi pragmatik. Fenomena pragmatik dapat kita temukan dalam Al Quran diantaranya seperti fenomena tindak tutur. Fenomena tindak tutur dibagi menjadi tiga yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Sesuai dengan apa yang sudah penulis utarakan diatas. Maka, dengan demikan bisa disimpulkan bahwa :
“Surat Al-Q’ariah dilihat dari sisi pragmatik mengandung makna {keadaan hari kiamat dan keadaan neraka beserta penghuninya}.”


No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...