Aliran & Teori Sastra
Arab, Mulai Dari Klasik Hingga Modern
Dari berbagai macam keterangan tentang sastra, kiranya sangat
penting sekali jika kita bicangkan terlebih dahulu aliran-aliran dan teori
sastranya. Khususnya dalam sastra Arab. Kendati, penjelasan kali ini adalah
penjelasan yang menjelaskan tentang sastra arab tinjaun sisi aliran dan teori
sastra. Maka, alangkah baiknya kita telek kembali ada berapakah aliran
yang ada di dalam sastra Arab ini? Berikut dengan teorinya. Apa pengertian dari
masing-masing teori? Dan apa yang melatar belakangi adanya teori-teori
tersebut? Semisal, teori romantisme, realisme, filsafat sastra, dan lain-lain.
Aliran sastra Arab ada 5 aliran
di dalamnya. Sebagaiman beriktu dijelaskan :
1.
Aliran
klasik adalah aliran yang mempertahankan orsinalitas dan pokok-pokok struktur
Arab klasik. Semisal, dalam bidang puisi. Dalam bidang puisi ini yang
notabenenya dari para penyair jahiliyah, Umayyah, dan Abbasiyah seperti Zuhair,
al-hutai’ah, al-farazdaq, al-mutanabbi, abi faris, Abu nawas, dan masih banyak
lainnya. Mereka semua bertahan pada prosodi gaya lama (ilmu urud). Di antara
plopor aliran ini adalah al-barudi, ahmad syauqi, abbas mahmud al-aqqad dan
masih banyak lagi yang lainnya. Mereka semua, terutama (Abbas mahmud al-aqqad)
yang menilai “wazan” sebagai sesuatu yang tidak kalah pentingnya dalam syair,
karena menurutnya wazan adalah musik yang diabangun dalam seni, sedang
qaufiyyah (kesesuaian akhir satar/baris) merupakan kategori seni yang
mengandung nada. Begitu juga dengan ilmu arud (antara wazan dan qaufiyyah)
merupakan ciri khas yang disepakati oleh masyarakat Arab klasik sebagai suatu
tradisi seni dalam sastra Arab yang melekat dalam diri mereka.
2.
Aliran
romantisme adalah aliran yang mendasarkan ungkapan sebagai dasar perwujudan.
Sedangkan tujuan utama aliran ini adalah agar pemabaca mampu tersentuh dan
terbuai emosinya, sehingga setiap gejolak yang ada atau konflik yang
ditonjolkan, biasanya disusun secara dramatis dan setuntas-tuntasnya. Salah
satu ciri yang menonjol dalam aliran ini adalah menomersatukan rasa atau jiwa
yang dalam ketimbang rasio. Aliran ini berawal di negara prancis pada akhir
abad ke-18 sebagai reaksi atas aliran rasionalisme.
3.
Aliran
realisme adalah aliran yang berusaha melukiskan suatu objek seperti apa adanya
(realistis). Ciri khas dalam aliran ini, biasanya ketika si pengarang
menagarang sesuatu itu, tidak melabay-lebaykan suatu objek kajianya. Baik ditambah-tambahi
maupun dikurang-kurangi dalam segi melukiskan suatu kejadiannya dengan seacara
teliti. Sebagian pakar mengatakan bahwa aliran ini mendekati kepada aliran
sastra yang menjurus kepada sejarah. Robert Scholes misalnya. Ciri khas lainya
adalah aliran ini terkadang mengalami resistensi sosial dan politik, karena
dianggap imoral atau mengahasut. Flaubert sendiri pernah diam dijeruji besi
gara-gara Madame Bovar-nya dianggap immoral. Sastrawan Arab yang bisa masuk
dalam aliran ini adalah Yusuf syiba lewat novelnya “Ard al-Nifaq” taufiqul
hakim lewat novelnya “Audah ar-Ruh” dan Najib Mahfud peraih nobel pada tahun
1980-an. Dalam novel realis “al-Sukkariyah”.
4.
Aliran
simbolisme-filosofis adalah aliran sastra yang di dalam karyanya terdapat
banyak simbol. Maksud dalam simbol disini adalah hubungan antara penanda dan
petanda berdasarkan kovesi (kebiasaan). Semisal, dalam tokoh, setting tempat,
tema utama, dan beberapa bagian dari teks novel mengandung pengertian atau
gagasan filosofis yang samar, karena tersembunyi dibalik teksnya. Dalam hal
ini, bisa dilihat karyanya Ibnu Tufail dalam novelnya “Hayy Bin Yaqzan”.
5.
Aliran
barnasiyah adalah aliran karya sastra yang tidak mempedulikan tiga aspek,
moral, sosial, dan agama. Dalam sastra Arab, aliran ini mementingkan kaidah
ilmu urud (ilmu yang menjelaskan wazan-wazan beserta qaufiyyahnya) dan gaya
bahasa yang indah. Dalam hal ini, bisa dilihat dari karyanya abu nuwas. أثن على الخمر بألائها * وسمها أحسن أسمائها
yang artinya adalah pujilah Khamar dengan segala keagungan * berilah juga dia
sebutan yang indah.
Kesimpulan dari lima aliran di atas adalah aliran klasik menoton
kepada prosodi gaya lama (ilmu urud), aliran romantisme menoton kepada aspek
jiwa dan rasa, aliran realisme menoton kepada wujud asli yang tidak ada nilai
kelebayan dalam karya sastranya (realistis), aliran simbolisme-filosofis
menoton kepada percampu-adukkan antara nilai-nilai filsafat dalam suatu karya
novel melalui simbol-simbol tertentu, dan yang terakhir adalah aliran
barnasiyah menoton kepada keleluasaan pengarang dalam mengarang sebuah karya
sastra, hal ini bisa dilihat dari segi hilangnya tiga aspek di atas.
Setelah asik membaca pembahasan tentang aliran sastra, mulailah
penulis mengajak pemabaca yang budiaman untuk merenungkan kembali bahwa “setiap
ada aliran diapastikan adanya teori”. Oleh sebab itulah, penulis sengaja untuk
membahas judul di atas. Disisi lain perlu diakui bahwa adanya kepentingan
pribadi (agar menajdi kritikus sastra) dilain sisi, karena adanya tugas UAS di
bangku kuliah. Semoga hal ini bisa membantu penulis sekaligus pembaca untuk
merealisasikan cita-cita. Amin Ya Allah....
Berbicara teori, sepertinya sudah tidak asing ditelinga pembaca.
Kendati demikian, penulis langsung menyadurkan saja, ada berapa teori sastra
dalam sastra Arab ini? Disiniliah pemabaca akan mengetahui secara gelobal.
Dalam karya sastra Arab, ada 3 teori yang sangat terkenal. Bahkan
dijadikan sebagai landasan teori untuk membuat suatu karya ilmiah. Semisal,
skripsi, teisis, dan desertasi.
1.
Teori
kritik sastra strukturalisme adalah kritik objektif yang menekankan aspek
intrinsik karya sastra, di mana yang menentukan estetikanya dan relasi
antarunsur. Sejarah berbicara, bahwa adanya teori ini karena adanya kaum
formalis Rusia yang ingin membebaskan karya sastra dari lingkungan ilmu-ilmu
lain, semisal psikologi, sejarah, atau penelitian kebudayaan. Dalam pandangan
mereka (Levi-Strauss dan roland Barthes) kritik sastra harus berpusat pada
karya sastra sendiri. Pada tahun 1965 di perancis, ditangan mereka berdua teori
kritik sastra ini berkembang. Sedangkan di Inggris dipelopori oleh TS. Eliot.
Begitu juga di Amerika ada yang namanya aliran “New Criticism” yang dipelopori
oleh WK. Wimsaat dan jhon Crow Ransom. Dalam aliran formalis ini menekankan
pada keindahan bahasa. Menurut aliran ini, karya sastra telah mengalami
defameliarisasi dan deotomatisasi. Relasi antara unsur dalam pandangan ini
adalah karya sastra harus menjadi karya sastra yang otonom. Alasanya adalah
karena teori ini mempunyai tigas sifat. 1. Totalitas, 2. Perubahan bentuk, 3.
Mengatur dirinya sendiri. Dalam ketiga sifat diatas bisa disederhanakan dengan
bahasa bahwa “dalam sebuah karya sastra katakanlah “novel”, pasti terdapat
unusr-unsur intrinsik. Semisal plot, latar, tokok, dan gaya bahasa. Unsur-unsur
tersebut harus bersifat totalitas (keseluruhan) harus berkaitan satu dengan
yang lain. Dari unsur-unsur inilah sebuah karya bisa dikatakan tersruktur.
Setiap sesuatu yang terstruktur bukan berarti harus setatis. Pasti mengalami
kedinamisan. Inilah yang dinamakan dengan sifat perubahan bentuk
(trasnpormation). Dalam perubahan antar unusur disini yang memang dikemas menjadi
satu struktur ini, maka antar unsur tersebut mengatur dirinya sendiri. Inilah yang
dimaksud dengan dari tiga sifat di atas. Semisal, plot memiliki sifat totalitas
disini harus memiliki 4 syarat: 1. Order (berurutan atau teratur) dalam arti, urutan
aksi yang harus teratur, harus menujukkan konsistensi dan konsekuensi yang
rasional, terutama harus ada awal, tengah dan akhir. 2. Complexity yakni
luasnya ruanglingkup dan kompleksitas karya harus cukup untuk memungkinkan
perkembangan pristiwa yang masuk akal. 3. Unity yakni semua unsur dalam plot
harus ada, tidak boleh menukar tempat. 4. Connection dan coherence yakni
sastrawan tidak bertugas untuk menyebutkan hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi
melainkan hal-hal yang mungkin atau harus terjadi dalam rangka keseluruhan
plot.
2.
Teori
kritik sastra semiotik adalah teori yang menitik-tekankan pada tanda. Seperti
mana yang sudah dijelasan dimuka tentang maksud tanda di atas. Tanda dalam
semiotik ini di bagi menjadi tiga bagian, ada yang namanya. Ikon, lambang, dan
indeks. Masing-masing tiga ini memiliki arti yang berbeda. Dalam ilmu ini,
dikenal sebagai ilmu yang membahas tentang tanda. Oleh sebab itu, manfaat
mempelajari ilmu ini adalah supaya berkomunikasi dan bersignifkasi secara
gamblang. Teori mendasar dari ilmu ini adalah tanda, objek, dan interpreten,
atau penanda, petanda, dan acuannya. Yang dimaksud dengan penanda dan petanda
adalah sama halnya dengan signife dan signifiant. Penanda adalah signifiant
sedangkan petanda sebagai signife. Penanda adalah bunyi atau coretan yang
bermakna sedangkan petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau aspek mental
dari bahasa. Oleh sebab itu, ferdinand de sausure tidak seutuju dengan pandang
populer yang menyatakan bahwa “suatu tanda bahasa menunjukkan pada benda dalam
relitas. Karena setiap konsep biasanya mendahului kata-kata.” Teori penanda dan
petanda ini menjadi otonom. Fenomena bahasa dapat dianalisis dan dijelaskan,
tanpa mendasarkan diri di atas apapun yang letaknya di luar bahasa, sperti
subjek yang berbicar misalnya. Nah, teori semiotika struktural-lah yang
dijadikan bahan acuhan dalam kajian semiotik ini. Dalam teori ini karya sastra
sebagai tanda dibagai menjadi dua bagian: 1. Sebagai sistem tanda primer, 2.
Sebagai sistem tanda sekunder. Sistem tanda primer atau denotasi sering
digunakan untuk berkomunikasi, berpikir, dan menginterpretasikan segala
sesuatu, termasuk bahasa itu sendiri. Sedangkan, sistem tanda sekunder atau
konotasi sering digunakan sebagai pemanfaatan sastrawan untuk merumuskan pikirannya
dalam bentuk tanda bahasa secara artistik. Menurut Riffaterre, semua karya
sastra sudah menagalami peroses defamiliarisasi dan deotomatisasi. Dalam
pandangnya, dua peroses ini terjadi dalam 3 bentuk: penggantian arti dengan
menggunakan metafora, baik eksplisit maupun implisit, penyimpangan arti karena
ambiguitas. Semisal, “hilang jejak”, dan penciptaan arti dalam bentuk visual
teks yang secara linguistik tidak memiliki arti. Semisal, kata “pembaiatan”. Dalam
sastra Arab, penciptaan arti terdapat dalam bentuk qosidah (2 baris ditulis
sejajar) arud (prosodi gaya lama), dan qofiyyah (kesesuaian akhir kata dalam baris
puisi). Masih dalam pembahasan teori semiotik-struktural, menurutnya,
pendekatan semiotik terhadap karya sastra, ada dua metode yang diperkenlakan
oleh Michael Riffaterre. Yaitu, metode pembacaan secara heuristik dan metode
pembacaan hermeneutik atau retroaktif (pembacaan ulang). Metode heuristik
adalah pembacaan berdasarkan sistem semiotik ringkat pertama. Sedangkan metode hermeneutik
adalah pembacaan karya sastra yang bertolak dari isi dan makna yang tampak
menuju makna (pesan) teks novel yang bersifat inner, transendental, dan latent
(tersembunyi).
3.
Teori
kritik sastra hermeneutika adalah teori
pembacaan ulang (retroaktif) terhadap suatu teks. Dalam teori ini dibagai
menjadi berbagai macam bagian. Diantaranya adalah teori hermeneutika
rekonstruktif (objektif) dengan teori hermeneutika konstruktif (subjektif). teori
hermeneutika rekonstruktif (objektif) adalah teori yang memproduksi maksud
pengarang dengan suatu prapengandaian yang disebut dengan (tranhistoris), yakni
kemampuan untuk mlepaskan diri dari konteks historis diri sendiri dan masuk ke
dalam konteks kehidupan pengarang. Sedangkan teori hermeneutika konstruktif
(subjektif) adalah teori yang memperkaya cakrawala kritikus dengan cara
mempertemukannya dengan cakrawala pengarang, bahkan bisa-bisa melampui batas
kemampuan pengarang dan sekaligus bermakna bagi keritikus. Hal ini upaya dari
hasil keproduktifan dan kekonstruktifan kritikus dalam memahami karya sastra. Dalam
hal ini, dari kritikus SastraArab yang paling populer adalah “Abdul
al-Qahir al-Jurjani”. Yang dikenal sebagai pakar penolakan atas ucapan
yang mengatakan bahwa “dalam suatu karya sastra, yang bertambah adalah maknanya
bukanlah lafadnya”, berbeda dengan pendapatnya beliau yang menagtakan “bukanlah
makna yang bertambah, melainkan lafadnya. Keindahan utama bahasa, terletak pada
makna yang dikandungnya”.
Kiranya, dari pemaparan di atas sudah cukup dari lebih untuk
mengetahui teori kritik sastra. Umum dalam bidang kajian apapun. Hanya saja,
dalam hal ini penulis hanya bisa memberikan selayang pandang penulis atas hasil
baca penulis dari karyanya, Prof. Dr. Syukron Kamil., M.A. “Teori Kritik
Sastra Arab Klasik & Modern”.
No comments:
Post a Comment