Tuesday, 27 December 2016

Aliran & Teori Sastra Arab

 Aliran & Teori Sastra Arab, Mulai Dari Klasik Hingga Modern


                Dari berbagai macam keterangan tentang sastra, kiranya sangat penting sekali jika kita bicangkan terlebih dahulu aliran-aliran dan teori sastranya. Khususnya dalam sastra Arab. Kendati, penjelasan kali ini adalah penjelasan yang menjelaskan tentang sastra arab tinjaun sisi aliran dan teori sastra. Maka, alangkah baiknya kita telek kembali ada berapakah aliran yang ada di dalam sastra Arab ini? Berikut dengan teorinya. Apa pengertian dari masing-masing teori? Dan apa yang melatar belakangi adanya teori-teori tersebut? Semisal, teori romantisme, realisme, filsafat sastra, dan lain-lain.
                Aliran sastra Arab ada 5 aliran di dalamnya. Sebagaiman beriktu dijelaskan :
1.       Aliran klasik adalah aliran yang mempertahankan orsinalitas dan pokok-pokok struktur Arab klasik. Semisal, dalam bidang puisi. Dalam bidang puisi ini yang notabenenya dari para penyair jahiliyah, Umayyah, dan Abbasiyah seperti Zuhair, al-hutai’ah, al-farazdaq, al-mutanabbi, abi faris, Abu nawas, dan masih banyak lainnya. Mereka semua bertahan pada prosodi gaya lama (ilmu urud). Di antara plopor aliran ini adalah al-barudi, ahmad syauqi, abbas mahmud al-aqqad dan masih banyak lagi yang lainnya. Mereka semua, terutama (Abbas mahmud al-aqqad) yang menilai “wazan” sebagai sesuatu yang tidak kalah pentingnya dalam syair, karena menurutnya wazan adalah musik yang diabangun dalam seni, sedang qaufiyyah (kesesuaian akhir satar/baris) merupakan kategori seni yang mengandung nada. Begitu juga dengan ilmu arud (antara wazan dan qaufiyyah) merupakan ciri khas yang disepakati oleh masyarakat Arab klasik sebagai suatu tradisi seni dalam sastra Arab yang melekat dalam diri mereka.
2.       Aliran romantisme adalah aliran yang mendasarkan ungkapan sebagai dasar perwujudan. Sedangkan tujuan utama aliran ini adalah agar pemabaca mampu tersentuh dan terbuai emosinya, sehingga setiap gejolak yang ada atau konflik yang ditonjolkan, biasanya disusun secara dramatis dan setuntas-tuntasnya. Salah satu ciri yang menonjol dalam aliran ini adalah menomersatukan rasa atau jiwa yang dalam ketimbang rasio. Aliran ini berawal di negara prancis pada akhir abad ke-18 sebagai reaksi atas aliran rasionalisme.
3.       Aliran realisme adalah aliran yang berusaha melukiskan suatu objek seperti apa adanya (realistis). Ciri khas dalam aliran ini, biasanya ketika si pengarang menagarang sesuatu itu, tidak melabay-lebaykan suatu objek kajianya. Baik ditambah-tambahi maupun dikurang-kurangi dalam segi melukiskan suatu kejadiannya dengan seacara teliti. Sebagian pakar mengatakan bahwa aliran ini mendekati kepada aliran sastra yang menjurus kepada sejarah. Robert Scholes misalnya. Ciri khas lainya adalah aliran ini terkadang mengalami resistensi sosial dan politik, karena dianggap imoral atau mengahasut. Flaubert sendiri pernah diam dijeruji besi gara-gara Madame Bovar-nya dianggap immoral. Sastrawan Arab yang bisa masuk dalam aliran ini adalah Yusuf syiba lewat novelnya “Ard al-Nifaq” taufiqul hakim lewat novelnya “Audah ar-Ruh” dan Najib Mahfud peraih nobel pada tahun 1980-an. Dalam novel realis “al-Sukkariyah”.
4.       Aliran simbolisme-filosofis adalah aliran sastra yang di dalam karyanya terdapat banyak simbol. Maksud dalam simbol disini adalah hubungan antara penanda dan petanda berdasarkan kovesi (kebiasaan). Semisal, dalam tokoh, setting tempat, tema utama, dan beberapa bagian dari teks novel mengandung pengertian atau gagasan filosofis yang samar, karena tersembunyi dibalik teksnya. Dalam hal ini, bisa dilihat karyanya Ibnu Tufail dalam novelnya “Hayy Bin Yaqzan”.
5.       Aliran barnasiyah adalah aliran karya sastra yang tidak mempedulikan tiga aspek, moral, sosial, dan agama. Dalam sastra Arab, aliran ini mementingkan kaidah ilmu urud (ilmu yang menjelaskan wazan-wazan beserta qaufiyyahnya) dan gaya bahasa yang indah. Dalam hal ini, bisa dilihat dari karyanya abu nuwas. أثن على الخمر بألائها * وسمها أحسن أسمائها yang artinya adalah pujilah Khamar dengan segala keagungan * berilah juga dia sebutan yang indah.
Kesimpulan dari lima aliran di atas adalah aliran klasik menoton kepada prosodi gaya lama (ilmu urud), aliran romantisme menoton kepada aspek jiwa dan rasa, aliran realisme menoton kepada wujud asli yang tidak ada nilai kelebayan dalam karya sastranya (realistis), aliran simbolisme-filosofis menoton kepada percampu-adukkan antara nilai-nilai filsafat dalam suatu karya novel melalui simbol-simbol tertentu, dan yang terakhir adalah aliran barnasiyah menoton kepada keleluasaan pengarang dalam mengarang sebuah karya sastra, hal ini bisa dilihat dari segi hilangnya tiga aspek di atas.
Setelah asik membaca pembahasan tentang aliran sastra, mulailah penulis mengajak pemabaca yang budiaman untuk merenungkan kembali bahwa “setiap ada aliran diapastikan adanya teori”. Oleh sebab itulah, penulis sengaja untuk membahas judul di atas. Disisi lain perlu diakui bahwa adanya kepentingan pribadi (agar menajdi kritikus sastra) dilain sisi, karena adanya tugas UAS di bangku kuliah. Semoga hal ini bisa membantu penulis sekaligus pembaca untuk merealisasikan cita-cita. Amin Ya Allah....
Berbicara teori, sepertinya sudah tidak asing ditelinga pembaca. Kendati demikian, penulis langsung menyadurkan saja, ada berapa teori sastra dalam sastra Arab ini? Disiniliah pemabaca akan mengetahui secara gelobal.
Dalam karya sastra Arab, ada 3 teori yang sangat terkenal. Bahkan dijadikan sebagai landasan teori untuk membuat suatu karya ilmiah. Semisal, skripsi, teisis, dan desertasi.
1.       Teori kritik sastra strukturalisme adalah kritik objektif yang menekankan aspek intrinsik karya sastra, di mana yang menentukan estetikanya dan relasi antarunsur. Sejarah berbicara, bahwa adanya teori ini karena adanya kaum formalis Rusia yang ingin membebaskan karya sastra dari lingkungan ilmu-ilmu lain, semisal psikologi, sejarah, atau penelitian kebudayaan. Dalam pandangan mereka (Levi-Strauss dan roland Barthes) kritik sastra harus berpusat pada karya sastra sendiri. Pada tahun 1965 di perancis, ditangan mereka berdua teori kritik sastra ini berkembang. Sedangkan di Inggris dipelopori oleh TS. Eliot. Begitu juga di Amerika ada yang namanya aliran “New Criticism” yang dipelopori oleh WK. Wimsaat dan jhon Crow Ransom. Dalam aliran formalis ini menekankan pada keindahan bahasa. Menurut aliran ini, karya sastra telah mengalami defameliarisasi dan deotomatisasi. Relasi antara unsur dalam pandangan ini adalah karya sastra harus menjadi karya sastra yang otonom. Alasanya adalah karena teori ini mempunyai tigas sifat. 1. Totalitas, 2. Perubahan bentuk, 3. Mengatur dirinya sendiri. Dalam ketiga sifat diatas bisa disederhanakan dengan bahasa bahwa “dalam sebuah karya sastra katakanlah “novel”, pasti terdapat unusr-unsur intrinsik. Semisal plot, latar, tokok, dan gaya bahasa. Unsur-unsur tersebut harus bersifat totalitas (keseluruhan) harus berkaitan satu dengan yang lain. Dari unsur-unsur inilah sebuah karya bisa dikatakan tersruktur. Setiap sesuatu yang terstruktur bukan berarti harus setatis. Pasti mengalami kedinamisan. Inilah yang dinamakan dengan sifat perubahan bentuk (trasnpormation). Dalam perubahan antar unusur disini yang memang dikemas menjadi satu struktur ini, maka antar unsur tersebut mengatur dirinya sendiri. Inilah yang dimaksud dengan dari tiga sifat di atas. Semisal, plot memiliki sifat totalitas disini harus memiliki 4 syarat: 1. Order (berurutan atau teratur) dalam arti, urutan aksi yang harus teratur, harus menujukkan konsistensi dan konsekuensi yang rasional, terutama harus ada awal, tengah dan akhir. 2. Complexity yakni luasnya ruanglingkup dan kompleksitas karya harus cukup untuk memungkinkan perkembangan pristiwa yang masuk akal. 3. Unity yakni semua unsur dalam plot harus ada, tidak boleh menukar tempat. 4. Connection dan coherence yakni sastrawan tidak bertugas untuk menyebutkan hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi melainkan hal-hal yang mungkin atau harus terjadi dalam rangka keseluruhan plot.
2.       Teori kritik sastra semiotik adalah teori yang menitik-tekankan pada tanda. Seperti mana yang sudah dijelasan dimuka tentang maksud tanda di atas. Tanda dalam semiotik ini di bagi menjadi tiga bagian, ada yang namanya. Ikon, lambang, dan indeks. Masing-masing tiga ini memiliki arti yang berbeda. Dalam ilmu ini, dikenal sebagai ilmu yang membahas tentang tanda. Oleh sebab itu, manfaat mempelajari ilmu ini adalah supaya berkomunikasi dan bersignifkasi secara gamblang. Teori mendasar dari ilmu ini adalah tanda, objek, dan interpreten, atau penanda, petanda, dan acuannya. Yang dimaksud dengan penanda dan petanda adalah sama halnya dengan signife dan signifiant. Penanda adalah signifiant sedangkan petanda sebagai signife. Penanda adalah bunyi atau coretan yang bermakna sedangkan petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau aspek mental dari bahasa. Oleh sebab itu, ferdinand de sausure tidak seutuju dengan pandang populer yang menyatakan bahwa “suatu tanda bahasa menunjukkan pada benda dalam relitas. Karena setiap konsep biasanya mendahului kata-kata.” Teori penanda dan petanda ini menjadi otonom. Fenomena bahasa dapat dianalisis dan dijelaskan, tanpa mendasarkan diri di atas apapun yang letaknya di luar bahasa, sperti subjek yang berbicar misalnya. Nah, teori semiotika struktural-lah yang dijadikan bahan acuhan dalam kajian semiotik ini. Dalam teori ini karya sastra sebagai tanda dibagai menjadi dua bagian: 1. Sebagai sistem tanda primer, 2. Sebagai sistem tanda sekunder. Sistem tanda primer atau denotasi sering digunakan untuk berkomunikasi, berpikir, dan menginterpretasikan segala sesuatu, termasuk bahasa itu sendiri. Sedangkan, sistem tanda sekunder atau konotasi sering digunakan sebagai pemanfaatan sastrawan untuk merumuskan pikirannya dalam bentuk tanda bahasa secara artistik. Menurut Riffaterre, semua karya sastra sudah menagalami peroses defamiliarisasi dan deotomatisasi. Dalam pandangnya, dua peroses ini terjadi dalam 3 bentuk: penggantian arti dengan menggunakan metafora, baik eksplisit maupun implisit, penyimpangan arti karena ambiguitas. Semisal, “hilang jejak”, dan penciptaan arti dalam bentuk visual teks yang secara linguistik tidak memiliki arti. Semisal, kata “pembaiatan”. Dalam sastra Arab, penciptaan arti terdapat dalam bentuk qosidah (2 baris ditulis sejajar) arud (prosodi gaya lama), dan qofiyyah (kesesuaian akhir kata dalam baris puisi). Masih dalam pembahasan teori semiotik-struktural, menurutnya, pendekatan semiotik terhadap karya sastra, ada dua metode yang diperkenlakan oleh Michael Riffaterre. Yaitu, metode pembacaan secara heuristik dan metode pembacaan hermeneutik atau retroaktif (pembacaan ulang). Metode heuristik adalah pembacaan berdasarkan sistem semiotik ringkat pertama. Sedangkan metode hermeneutik adalah pembacaan karya sastra yang bertolak dari isi dan makna yang tampak menuju makna (pesan) teks novel yang bersifat inner, transendental, dan latent (tersembunyi).
3.       Teori  kritik sastra hermeneutika adalah teori pembacaan ulang (retroaktif) terhadap suatu teks. Dalam teori ini dibagai menjadi berbagai macam bagian. Diantaranya adalah teori hermeneutika rekonstruktif (objektif) dengan teori hermeneutika konstruktif (subjektif). teori hermeneutika rekonstruktif (objektif) adalah teori yang memproduksi maksud pengarang dengan suatu prapengandaian yang disebut dengan (tranhistoris), yakni kemampuan untuk mlepaskan diri dari konteks historis diri sendiri dan masuk ke dalam konteks kehidupan pengarang. Sedangkan teori hermeneutika konstruktif (subjektif) adalah teori yang memperkaya cakrawala kritikus dengan cara mempertemukannya dengan cakrawala pengarang, bahkan bisa-bisa melampui batas kemampuan pengarang dan sekaligus bermakna bagi keritikus. Hal ini upaya dari hasil keproduktifan dan kekonstruktifan kritikus dalam memahami karya sastra. Dalam hal ini, dari kritikus SastraArab yang paling populer adalah “Abdul al-Qahir al-Jurjani”. Yang dikenal sebagai pakar penolakan atas ucapan yang mengatakan bahwa “dalam suatu karya sastra, yang bertambah adalah maknanya bukanlah lafadnya”, berbeda dengan pendapatnya beliau yang menagtakan “bukanlah makna yang bertambah, melainkan lafadnya. Keindahan utama bahasa, terletak pada makna yang dikandungnya”.
Kiranya, dari pemaparan di atas sudah cukup dari lebih untuk mengetahui teori kritik sastra. Umum dalam bidang kajian apapun. Hanya saja, dalam hal ini penulis hanya bisa memberikan selayang pandang penulis atas hasil baca penulis dari karyanya, Prof. Dr. Syukron Kamil., M.A. “Teori Kritik Sastra Arab Klasik & Modern”.

                

No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...