Tuesday, 29 November 2016

Islam Madzhab Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Madzhab Mahasiswa


          Ditengah maraknya poros perkembangan ilmu pengetahuan di dunia akademika, tidak jarang dijumpai para mahasiswa masih saja menganut faham fanatisme terhadap satu madzhab tertentu. Jika enggan untuk dibilang fanatik, dengan bahasa lain diujarkan “cukup imam syafi’i saja sebagai barometer atau tolok ukur dalam menentukan sebuah keislamisasian untuk mengikuti jalur kehidupan dalam beragama”.
            Ungkapan ini sering sekali dilontarkan dalam dunia akademika kampus. Apalagi kampus yang masih dibawah nangun islam. Lebih-lebih yang keberadaanya di tanah Indonesia. Kendati, negara indonesia merupakan negara terbesar penduduk islamanya, begitu juga paling marak imam syafi’i pengikutnya. Khususnya dalam bidang fiqhi. Baik itu berbau ubudiyyah, mu’amalah, munjiyat, maupun munkahat. Yang mana sub-sub pembahasan ini merupakan pembagian dari pada ilmu fiqhi.
            Dalam pandangan penulis, jika berbicara madzhab tidak akan luput dengan yang namanya syari’at. Karena, kata madzhab bisa memiliki arti “aliran” dari kata “sya’ri”. Kendati, bahasa memiliki karakteristik bermacam-macam dan di antara macam-macam karakternya ada yang namanya bahasa bersifat “Dinamis”. Kedinamisan bahasa terletak pada perkemangan bahasa pada era satu ke era yang lain. Oleh karenanyalah, Imam Al-Qurtuby dalam kitabnya yang bejudul “Tafsir al-Qurtuby” mengartikan kata syari’at sebagai aliran/madzhab. Hal ini pernah penulis uraikan dalam suatu bidang kajian ilmiah di dalam blogger penulis dengan judul “Membumikan Syari’ah”. Yang mengutip dari hasil pisau analisisnya Imam Al-Qurtuby dalam kitabnya yang bejudul “Tafsir al-Qurtuby”.
            Masih dalam pembahsan kata madzhab, penulis memiliki dua referensi akurat dalam pengertian ini. Dalam tafsirnya, Imam al-Qurtuby berstetmen tentang makna syari’at :
ولكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan syir’ah dan minhaj”. (Q.S. al-Maidah ayat  48)

            Dalam ayat ini, imam al-qurtuby berpendapat :

وَالشِّرْعَةُ وَالشَّرِيعَةُ الطَّرِيقَةُ الظَّاهِرَةُ الَّتِي يُتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى النَّجَاةِ ، وَالشَّرِيعَةُ فِي اللُّغَةِ : الطَّرِيقُ الَّذِي يُتَوَصَّلُ مِنْهُ إِلَى الْمَاءِ ، وَالشَّرِيعَةُ مَا شَرَعَ اللَّهُ لِعِبَادِهِ مِنَ الدِّينِ ; وَقَدْ شَرَعَ لَهُمْ يَشْرَعُ شَرْعًا.

“Bahwa as-Syir’ah dan as-Syari’ah adalah jalan terang yang denganya bisa sampai pada keselamatan. As-Syari’ah dari segi bahasa memiliki arti jalan yang denganya bisa sampai ke air. Sedangkan dalam pengertian istilah, syari’ah adalah agama yang Allah jalankan untuk hambanya.” Dalam tafsir Al-Qurtuby (6/153)

                Dalam ayat ini, Imam Al-Qurtuby menjelaskan bahwa Syari’ah dari segi bahasa memiliki arti jalan yang denganya bisa sampai ke air. Sedangkan, dalam berbagai macam faham, kata madzhab diartikan sebagai aliran atau ajaran. Dikatakan sebagai aliran, madzhab yang dikenal di kalangan umat muslim nusantara adalah empat madzhab. Dan empat madzhab ini diyakini sebagai imam yang memiliki ma’mum. Antara imam dan ma’mum merupakan wujud bukti bahwa ditengah-tengah keberadanya ada yang dinamakan sebuah aliran atau ajaran.

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

"Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat agama.Maka ikutilah ia dan jangan mengikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui". (QS al-Jatsiyah ayat 18).

- Kitab Tafsir Al-qurtuby (16/153) :

الشَّرِيعَةُ فِي اللُّغَةِ : الْمَذْهَبُ وَالْمِلَّةُ . وَيُقَالُ لِمَشْرَعَةِ الْمَاءِ - وَهِيَ مَوْرِدُ الشَّارِبَةِ - : شَرِيعَةُ . وَمِنْهُ الشَّارِعُ لِأَنَّهُ طَرِيقٌ إِلَى الْمَقْصِدِ . فَالشَّرِيعَةُ : مَا شَرَعَ اللَّهُ لِعِبَادِهِ مِنَ الدِّينِ ، وَالْجَمْعُ : الشَّرَائِعُ . وَالشَّرَائِعُ فِي الدِّينِ : الْمَذَاهِبُ الَّتِي شَرَعَهَا اللَّهُ لِخَلْقِهِ .

"As syari'ah dalam segi bahasa artinya adalah madzhab dan aliran, dikatakan bagi tempat aliran air adalah syari'ah. Disebut juga as-syari' karena merupakan jalan menuju tempat tujuan. Maka as-syari'ah adalah agama yang Allah jalankan untuk hamba-NYa dan as-syari'ah dalam agama adalah madzhab yang Allah jalankan untuk makhluk-Nya."
                                   
            Di dalam ayat yang ke dua, Imam al-Qurtuby dalam tafsirnya menjelaskan secara detail makna syariat menurut hasil pisau analisisnya dari hasil kutip kata “Syari’at” yang lebih jelas dari pada ayat yang pertama. Menurut pandanganya, syari’at adalah agama yang Allah jalankan untuk hamba-Nya. Sedangkan madzhab yang sering umat muslim ucapkan dalam pandangan beliau sebagai “Sya’ri” atau madzhab yang Allah jalankan untuk makhluk-Nya. Sepertinya, sudah jelas bahwa yang dimaksud dengan madzhab adlah sebuah aliran yang mengandung sebuah ajaran yang mana di dalamnya terdapat pemipin (imam) dan pengikutnya (ma’mum).

            Berbeda dengan buku yang dikarang oleh Prof. Dr. Mohammad Hashim Kamali., M.A. yang berjudul “Membumikan Syariah”. Di dalam buku itu kata syari’ah yang mengutip pendapatnya Abdullah Yusuf Ali diartikan sebagai “jalan agama yang benar”. Di mana kehadiran syaru’ah dari sisi Allah sebagai jalan menuju agama yang benar. Yaitu islam. Sehingga, selaras dengan penulis singgung di atas. Bahwa antara syari’ah, madzhab, dan islam tidak bisa dipisahkan. Karena, ketiga kata ini sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan antara satu sama lainya.

            Jika di atas sudah membicarakan tentang syari’ah yang ada sangkutanya dengan madzhab. Sekarang apa yang dimaksud dengan fanatisme? Apakah benar, menurut pendapat sebagain orang fanatisme itu faham yang sangat menakutkan? Bahkan bisa dikatakan sebagai faham yang membuat orang buta akan mutiara ilmu yang memiliki beberapa sisi didalamnya.
Untuk menajwab pertanya ini. Alangkah baiknya penulis menyajikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan fantisme?

            Dalam kamus KBBI,  fanatisme diartikan sebagai “Keyakinan/kepercayaan yang sangat kuat terhadap suatu ajaran. Baik itu agama ataupun yang lainya”. Dalam pengertian ini, bisa diambil benang merahnya. Bahwa yang dimaksud dengan fanatisme adalah sebuah faham yang tida pindah-pindah/absolut kepada suatu aliran/ajaran.

            Sehingga, fanatisme bermadzhab memiliki arti faham yang hanya terpaku kepada satu aliran atau satu ajaran. Dalam hal ini, tidak jarang dijumpai di dunia akademika kampus. Meskipun, ada diantara mereka yang memang menyadari akan pentingnya faham liberalisme, sekulerimse, dan pluralisme untuk ditumbuhkan di dalam pola berfikirnya civitas akademika kampus.

            Dalam pandangan mahasiswa, bermadzhab kepada selain Imam Syafi’i seakan asing. Terlebih di kampus Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Meskipun, banyak mahasiswa mengikuti faham liar, apalagi dosen-dosennya. Namun tidak jarang pula dijumpai faham fanatik ini tumbuh dijati diri seorang mahasiswa yang sebenarnya harus berekembang malah mendapatkan itu-itu saja. Dalam pandangan ini, penulis mengatakan “Kampus uin meskipun ada sejuta aliran baik itu aliran dari segi teolog yang meliputi, aliran syi’ah, wahabi, dan pemikir Muktazilah, dan sunni. Baik itu dari sudut pandang fiqhi, ada yang mengikuti imam syafi’i sepenuhnya dan imam-imam yang lainya. Dan juga dalam pandangan ormas-ormas yang sebagai kepanjangan tangan dari aliran tinjaun sisi fiqhi dan teologi, mereka geluti. Padahal, jika mereka sadar. Adanya semua aliran untuk dikaji dan dikritisi juga mereka semua berhak untuk memilih dan berganti kesatu dan ke yang lainnya. Tentunya dengan aturan pakai yang sudah ditentukan di dalam koredor beragama dan bersyari’ah khususnya.

            Dalam berbagai macam sudut pandang. Madzhab atau aliran/ajaran (khusunya tentang islam) para mahasiswa masih saja takut untuk terjun kelapangan dalam mewujudkan nilai kritik ilmiah. Kendati, mayoritas mahasiswa UIN khususnya, banyak dari lulusan pesantren. Maka, tidak bisa dipungkiri lagi daya guna untuk mewujudkan nalar kritik ilmiah dalam pelbagi maslah masih enggan bahkan takut untuk mengkritikinya. Dengan alasan ini sebuah sudah kententuan para ulama terdahulu atau inilah yang diajarkan oleh ustaz dan kiyaiku. Apakah mungkin daya pikir mahasiswa akan berkembang, jika hanya selalu menadah hasil karya ulama kelasik ? Penuris rasa tidak mungkin. Karena, bagaimanapun semua yang tertuang dalam kitab satu imam tidak sama dengan imam yang lainya. Dalam ketidak sama inilah. Mahasiswa sebenarnya dituntut untuk mengkaji perbedaan bukan lagi mengkaji sebuah persamaan. Karena pengkajian persamaan itu bukan lagi ditingkat Universitas. Tapi, dunia TK, SMP, SMA.

            Oleh sebab itu, Hasan Bin Farhan Al-Maliki dalam bukunya yang berjudul “Pilih Islam Atau Madzhab ?” mengomentari seseorang yang berprilaku bermadzhab dengan bangga dan tidak melakukan autokritik terhadap apa yng dibanggakanya tersebut. Dalam buku itu, sangat rinci dampak-dampak yang terjadi jika mengikuti faham fantisme, bagaimana solusi untuk menanganinya, dan beliau menjelaskan apakah nabi mengajarkan fantaisme? Khususnya fantasime bermadzhab. Lebih lanjut lagi pembaca bisa lihat langsung.

            Singkatnya, fanatisme bermadzhab merupakan tradisi yang sulit dipudarkan. Terutama di kalangan mahasiswa UIN yang notabennya pesantren. Kendati, mereka hanya belajar kitab-kitabnya imam syafi’i (kitab-kitab kelasik). Maka tidak salah lagi, ketika keluar dari kandanganya mereka semua ingin sebenarnya bebas namun masih ada rasa terkonteminasi dari hal-hal yang sudah ditanamkan di dunia pesantren tersebut.

            Hemat penulis upaya menghilangkan kefantikan tersebut setidaknya ditanamkanya faham-faham liar yang sempat penulis sajikan di blogger kajian ilmiah. Dengan judul faham liar 3 jilid yang di jilid pertama membahas tentang faham liberalisme. Faham ini sebenarnya butuh dikembangkan dalam jati diri seorang mahasiswa. Mengapa demikian? Karean dengan faham ini, seseorang yang fanatik bisa berani untuk megeluarkan masalah atau kejanggalan yang ada di dalam benaknya. Kendati, liberalisme merupakan faham yang mendahulukan akal. Maka, tak jarang akal sebagai pusat kebenaran yang absolute dalam memahami sebuah pernyataan-pernyataan di manapun dia berada. Begitu juga dengan faham sekuler, dan pluralisme. Di mana sekuler untuk memisahkan dunia dan akhirat. Sedangkan, dalam pluralisme. Mahasiswa diajarakan untuk bertoleransi dalam bentuk apapun.

            Kiranya, hanya ini yang bisa penulis sampaikan. Satu pesan dari penulis jika ingin membuang sifat fantik dalam disiplin ilmu apapun. Maka gunakanlah kata-kata ini :

“liberal adalah tuntutan, sekuler adalah plihan, sedangkan plural adalah kebutuhan”


            

No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...