Perbincangan
yang sempat menarik perhatian masyarakat baik dikalangan elit maupun menengah
kebawah, baik dikalangan intlektual hingga kaum awam, dan sampai-sampai menjadi
buah bibir dijantung umat yang beragama. Kehadiran faham liberalis dimuka
dunia. Membuat semua faham yang sudah ada
menjadi tergeser 180 derajat dari tempat asalnya. Namun, liberalisme ini sempat juga merambah
dan membuat suatu oknum tertarik akan kehadiranya. Kendati, liberasime
merupakan faham liar. Maka, manusia sudah sepantasnya ingin merasakan
kebebasan, terutama kebebasan berfikir untuk menumbuh kembangkan daya guna
nalar kritik ilmiahnya.
Islam liberal adalah islam yang menjungjung tinggi nilai-nilai
akal. Dengan bahasa lain, akal sebagai prioritas untuk menggapai rasionalitas.
Faham yang sama dengan ini adalah faham sekuler dan pluralisme beragama.
Dimana, orang-orang yang mengikut faham ini beragumen dengan “semua Tuhan
diantar beda agama pada hakikatnya satu Tuhan. Hanya saja, wujud persembahanya
yang memiliki perbedaan. Dan ini faktor kultur dan budaya.”
Faham liberalisme merupakan faham liar di dalam menganalisis sebuah
kajian ilmiah. Yang pola pikirnya berpatokan potensi akal lebih utama ditimbang
sumber wahyu (Kallam Allah). Karena, akal sebagai sumber utama untuk dijadikan
sebuah argumen. Maka, tidak jarang ditemui bahwa hasil analisis kaum faham ini,
bertentang dengan ajran sya’ra. Sperti mana yang dikemukakan oleh cak Nur dalam
salah satu bukunya lintas Agama, “Bahwa nikah beda agama (baik laki
maupun perempuanya yang keristen) itu diperbolehkan. Bahkan sangat dianjurkan.
Bisa dilihat lagi dalam bukunya Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’qub dengan judul
“Nikah Beda Agama”. Dengan alasan “Bahwa seabab dilarangnya nikah beda agama
hanya karena situasi pada zaman nabi itu tidak sama dengan zaman kita hadapi
saat ini”. Demikian kurang lebihnya pendapat beliau.
Hemat penulis atas apa yang dipaparkan oleh Cak Nur adalah “Ada
kalanya benar, dan ada kalanya salah. Kenapa demikian? Karena, jika ditinjau
dari berubahnya hukum tergantung dengan situasi dan kondisi, memang memungkin
untuk diperbolehkanya menikahi kaum kafir wanita. Untuk masalah kondisi disini
bisa merujuk langsung di dalam bukunya yang berjudul “lintas Agama”. Kaidah ini
dikemukakan dalam kitab al-Asbah wan nadhoir, yang berbunyi الحكم يدور مع العلة وجودا كانت أو عدما . di sisi yang lain bertentangan dengan syara. Di mana al-quran
hanya memperbolehkan kaum muslim laki-laki menikahi kaum kafir perempuan yang
ahli kitab. Di sini teramat jelas bahwa beliau sangat jelas mengatakan di dalam
bukunya itu “Diperbolehkanya menikahi orang kafir baik itu laki-laki maupun
perempuan”. Bahkan dalam bukunya Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’qub, Cak Nur dinilai
sebagai orang yang menganjurkan hal ini, dan dinilai sebagai orang yang berani
dalam berijtihad buta dengan dalil perbedaan kondisis. Bisa diabaca secara
lengkap bukunya Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’qub dengan judul Nikah Beda Agama.
Islam liberal umpama bunga mawar, dilihat dan dicium wangi. Namun ketika
dipegang berduri. Begitu juga dalam faham liberalis ini. Ketika dilihat seakan
menarik untuk diikuti dan difahami. Namun, ketika diselami lebih dalam. Ditemukanya
sebuah faham liar yang mendahulukan akal tampa ada batas naqli.
No comments:
Post a Comment