Tuesday 11 October 2016

Nikah Beda Agama

Tinjauan Nikah Sisi Konstitusi Negara Dan Agama


          Inodenesia merupakan salah satu negara yang  bisa dibilang unik dalam setatus kesosialannya. Krena jika kita lihat kembali, Indonesia adalah negara diatas angin. Negara diatas angin maksudnya, negara yang bisa nerima berbagai macam tradisi dan budaya. Bahkan di dalam negara ini, terdapat sekian banyak macam agama. mulai dari agama Hindu, Budha, Keristen, Islam, hingga Konghucu.
Dari sekian banyak macam tradisi, budaya, dan berbagai warna keyakinan di dalamnya. Indonesia merupakan negara yang bisa dibilang mamapu menampung berbagai warna-warni keyakinan itu dan hidup dengan penuh kerukunan. Namun, disamping itu terdapat permasalahan yang butuh  kajian mendalam, khususunya di dalam bidang pernikahan. Dimana kasus atau masalah ini, sangat kerap terjadi di negeri kita. Dengan ketidak heranan, kita semua berfikir atas apa yang telah banyak menimpah di publik ini semata-mata hanya krena cinta dan kasih sayang. Oleh sebab itu, tak salah bagi sebagian orang berkata. “cinta itu buta”. Namun, bukan berarti kalau buta itu cinta. Sebab, tak selamanya orang yang buta itu (baik hati dan matanya) karena cinta. Akan tetapi, banyak faktor-faktor yang membuat buta itu sendiri.
Penulis mengangkat topik pembahasan ini. Karena, terinspirasi oleh bukunya Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’qub, M.A. dengan judulnya “Nikah Beda Agama”. dengan judul yang sama, dan In Sya Allah penulisa banyak mengutip pendapat beliau. Hanya saja, penulis ingin memasukkan kandungan makna yang tertuang di Undang-undang No 1, Tahun 1974. Dengan mengkolerasi hukum konstitusi yang ada di negara kita dengan hukum yang tertuang dalam dua kitab Allah, injil dan Al-qur’an.   
Berbicara nikah sangatlah sering kita bincangkan, bahkan di setiap perejumpaan kita kepada teman yang lebih tua, pasti kita kerrap menanyakan hal ini. Namun, tidak terlepas dari sebuah analisis penulis akan adanya nikah beda agama ini. Dimana, maraknya sebuah kejadian khususnya di negara yang memang menerima berbagai macam pelangi keyakinan ini. Maka, sudah sewajarnya terjadi kejadian yang sebenarnya tidak dinginkan oleh berbagi macam ras dan keyakinan antar agama. Karena sudah terjadi hal yang demikian maraknya ini. Maka nikah beda agama jika kita rujuk kepada hukum negara dan kita bandingkan dengan hukum agama sebagai berikut :

Dalam UU Nomor 1 tahun 1974, tentang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pernikahan dianggap sah jika dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku di setiap agama dan kepercayaannya. Dengan kata lain dalam UU Pernikahan ini negara tidak mengenal pernikahan beda agama atau pernikahan di luar hukum agama tersebut.
Bukti otentik dari sebuah status pernikahan, dalam UU Pernikahan ini diwajibkan untuk dicatatkan ke pihak yang berwenang. Untuk agama Islam pencatatan pernikahan ini pihak yang berwenang adalah petugas di Kantor Urusan Agama (KUA) yang ada di setiap kecamatan. Sedangkan pernikahan pasangan agama lain seperti Kristen, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu pihak yang berwenang mencatat adalah petugas di Kantor Catatan Sipil (KCS) yang ada di setiap kabupaten.

lantas bagaimana pandangan agama mengenai nikah beda keyakinan ini? Pada hakikatnya, pernikahan lain agama dalam konstitusi negara Indonesia tidak disinggung sama sekali. Hal ini jelas tertuang di UU Nomer 1 Tahun 1974 tadi. Yang mana negara memasrahkan penuh panda antar agama. krena, hal ini menyangkut dengan keyakinan antar dua pihak yang beda agama. Maka, sudah sepantasnya hukum konstitusi yang tertuang tadi berbunyi demikian. Sehingga, yang dijadikan permasalahan sekaarang bukan terletak disebuah hukum negara. akan tetapi, yang lebih tepatnya ada pada boleh atau tidaknya menikah menurut pandangan di dua belah pihak antar agama ini? 

Menurut pandangan kitab injil tepatnya II Korintus 6: 14-18 disebutkan bahwa pernikahan beda agama dilarang untuk dilakukan. begitu juga dalam al-qur'an surat al-baqoroh ayat 221. disebutkan bahwa pernikahan beda agama tidak diperkenankan kecuali hingga ia menjadi mu'min. Kurang lebihnya demikian

Setelah kita mengetahui dua dalil dari dua kitab  itu, sekarang saatnya kita analisis bersama akan kedua dalil tersebut. Sudah jelas, bahwa dua agama ini tidak memperkenankan kepada masing-masing pemeluknya nikah dalam keyakinan yang berbeda. Namun, kenyataanya masih saja ada pernikahan beda agama ini. atas landasan cinta dan kasih sayang.

Selaras dengan kata yang saya ucapkan diatas tadi, bahwa cinta itu buta. buta akan aturan pakai yang sudah disajikan padanya. Jika sudah demikian, menurut penulis sendiri tentang pernikahan atas landasan cinta dan kasih sayang yang menabrak aturan pakai atau norma agama. Maka, setatus hukumya adalah tidak diperkenankan. Krena jika kita fikir bersama dengan akal sehat. orang yang sudah berani melanggar aturan berarti ia tidak ingin diatur. Jika tidak ingin diatur. Maka, apa bedanya dengan hewan yang tidak punya aturan? dengan kata lain "manusia yang menabrak norma agama, sama halnya tidak ingin diatur. dan dari ketidak inginanya untuk diatur tersebut, manusia menjalankan hidupnya tampa aturan pakai yang telah dibuat oleh agama".

Manusia yang hidup tampa aturan bagiakan hewan yang berkeliaran. Bukankah perbedaan manusia dengan hewan terletak pada didaya gunakan atau tidak akalnya? Sedangkan akal merupakan anugrah Tuhan yang paling berharga. Sehinga, orang yang nikah dengan landasan cinta dan kasih sayang jika masih menabrak norma agama bagaikan hewan yang tak berakal.

Menurut Nur Cholis Majid yang akrap dipanggil dengan sebuta Cak Nur itu berkata dalam bukunya "Lintas Agama".

 "Soal pernikahan non-Muslim dengan wanita Muslim merupakan wilayah ijtihad dan terikat konteks tertentu, di antranya konteks dakwah islam pada  saat itu. Yang mana jumlah ummat islam tidak sebanyak saat ini, sehingga pernikahan antar agama merupakan sesuatu yang dilarang". Lanjut beliau :

"Karena kedudukanya sebagai hukum yang lahir atas peroses ijtihad, maka amat dimungkinkan bila dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita muslim boleh menikah dengan laki-laki non muslim, atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apapun agama dan aliranya.

Dengan alasan-alasan yang diragukan oleh banyak ulama. di antara alasan beliau adalah "pluralitas agama merupakan sunnatullah yang tidak bisa dihindarkan. Tuhan menyebut agama-agama samawi dan mereka membawa ajaran amal soleh sebagai orang yang akan bersamaNya nanti. Bahkan Tuhan juga secara eksplisit menyebut agar perbedaan jenis kelamin dan suku sebagai tanda agar satu dengan yang lainnya saling mengenal. dan pernikahan antar beda agamadapat dijadikan salah satu ruang, yang mana antara penganut agama dapat saling berkenalan secara lebih dekat". 

Namun, tak terlepas dengan adanya perbedaan pendapat. Maka, sudah biasa di antara kaum cendikiawan muslim khsusnya dan semua orang yang ada di dunia ini umumnya, perbedaan di kalangan ummat merupakan rahmat. Krena rahmat, maka mari kita lihat tanggapan yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’qub, M.A atas pendapat yang dikemukakan oleh Cak Nur di atas. Beliau berkata :


"Dari pernyataan tersebut, jelas sekali bahwa mereka menghalalkan pernikahan beda agama secara mutlak. Bahkan dengan penuh keyakinan, mereka mengakui pendapatnya telah sesuai dengan semangat yang dibawa oleh al-qur'an. Dalam hal ini, bisa dilihat dari alasan yang dikemukakan oleh mereka diatas tadi." lanjut beliau:

" Bahkan lebih dari itu, mereka berani mengambil suatu istinbath (penetapan hukum) "bahwa nikah beda agama adalah sesuatu yang dianjurkan dalam islam. Dan kami akan mencoba mengukur validitas istinbath mereka dalam prespektif hukum islam berdasarkan al-qur'an dan hadis".



No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...