Seperti
memiliki sosok Dilan yang nyata
#2
Hari kamis,
13 Oktober 2016
Sebenarnya
hari ini aku tidak ada jadwal kuliah. Aku pergi ke kampus untuk mencari suasana
lain. Jujur, aku sangat suka dengan suasana kampus. Apalagi dengan
perpustakaannya, aku merasa nyaman sekali belajar di ruangan yang full dengan
ac. Biasanya jika aku sudah mulai pusing dengan tugas yang aku kerjakan atau
aku pusing dengan buku yang aku baca, maka aku langsung memanjangkan satu
tanganku dan bergaya seperti spiderman ingin terbang, lalu dengan perlahan aku
mulai memejamkan mataku dan masuk ke alam mimpi.
Sesampainya
aku di kampus, aku langsung menuju kosan temanku untuk menyuci baju kotor yang
kemarin ku tinggal disana. Setelah selesai mencuci, aku langsung beranjak pergi
ke perpustakaan yang ada di gedung fakultasku. Letak perpustakaannya ada di lt
5.
"Ting
tong" , pertanda lift sudah sampai di lt 5.
Langsung
saja ku pergi menuju perpustakaan yang terletak di sebrang lift.
Saat aku
berjalan ke arah perpustakaan, aku bertemu dengan teman lamaku, Ghina.
"Hai
ghin", sapaku.
"Eh
zak", jawabnya.
"Lagi
ngapain disini?", aku bertanya padanya sambil ikut duduk disampingnya.
"Biasa
Zak.. lagi wifian", jawabnya santai.
"Oalah..
ikutan dong, kamu pakai wifi yang mana, Ghin?", tanyaku seru.
"Yang
mhs.uinjkt", jawabnya.
"Yaaaahhh,
harus login dulu ya kalau pakai yang itu", jawabku sedih.
"Iya
zak. Aku juga login dengan akun kaka kelas, nih nimnya", jawabnya sambil
memberikan selembar kertas yang tertulis sebuah nim disana.
"Wah
terimakasih ghin", aku langsung mencoba login dengan nim yang diberikan
dan berhasil!. Terimakasih Ghinaaa.
Setalah
login, aku langsung berpamitan dengannya. Aku bilang padanya bahwa aku ingin ke
perpustakaan untuk mengerjakan tugas.
Hanya
dengan beberapa langkah kaki, aku sudah berada di depan pintu perpustakaan.
Pintu yang mewah, tuturku dalam hati. Ada tulisan tarik dan dorong disana.
Sebenarnya, aku tidak suka menarik karena menurutku itu membutuhkan
tenaga 2 kali daripada mendorong. Tetapi.. apa boleh buat, pintu yang
bertuliskan "dorong" tidak bisa di dorong, ya dengan terpaksa aku
menarik pintu sebelahnya.
Saat aku
masuk kesana, ku perhatikan setiap sudut ruangannya. Tumben tidak terlalu
ramai, kataku dalam hati. Ada meja kosong tepat di depan pintu perpustakaan.
Aku segera menaruh tas dan menuju ke meja kosong itu. Aku pun mengerjakan
tugasku disana, sendirian. Selang beberapa menit, ada seorang pria duduk di
sampingku. Jarak kami tidak begitu dekat, kami terseling oleh 1 bangku. Sedikit
demisedikit meja itu menjadi ramai hingga semua bangku terisi.
Tak terasa
bel berbunyi, menandakan bahwa perpustakaan tersebut akan ditutup karena sudah
waktunya istirahat siang. Biasanya perpustakaan ini akan dibuka lagi pukul 1
siang. Saat aku merapihkan buku untuk keluar dari perpustakaan, Bahrul pun
datang menghampiriku dengan pakaiannya yang serba hitam.
"Mau
ngapain rul? Perpustakaannya sudah mau tutup haha", ucapku pada Bahrul
yang sedang ngosngosan karena baru sampai di perpustakaan. Baginya, semua
perjalanan butuh perjuangan dan itu berat. Haha.
Aku
pun mengajaknya untuk keluar dari perpustakaan. Saat kami berjalan menuju
lift...
"Zak
duduk dulu ngapa, gue cape", ucap Bahrul.
"Tuhkan
haha, pasti Bahrul kecapean", peluhku dalam hati.
Akhirnya,
kami berdua duduk beberapa menit disana.
Setelah
duduk, kami pergi ke basement, kemudian berbincang-bincang sebentar dengan
teman-teman disana.
Setelah
itu, kami berdua ikut pergi bersama mereka untuk melihat sidang skripsi yang
akan dilakukan oleh kaka kelas kami di lantai 6.
#DILANMUNCUL
Setalah
menghadiri sidang skripsi di lantai 6, aku dan Bahrul menuju lantai 5 untuk
mencari buku tentang kedokteran. Aku pun bilang ke Bahrul..
"Rul,
cari dulu ya bukunya.. gue pengen ke lantai 4".
"Yah
zak gimana nyarinya? Gue ga ngerti", itulah yang selalu Bahrul katakan
jika disuruh mencari buku di perpustakaan.
"Yaudah
gue nunggu di depan perpustakaan aja, sini handphone lu gue pinjem buat main
zombie",kata si Bahrul.
"Yaudah
gue ke lantai 4 ya", jawabku sambil pergi menuju lantai 4 melewati tangga
darurat.
Aku
mengirim pesan WA kepada dia, "dimana? Aku sudah di lantai 4".
"Di
ruang 17", balasnya.
"Yah..
aku malu kalau ke kelas kamu, kan aku hanya ngambil kelas bahasa inggris aja
yang dikelas kamu, nanti dibilang macem2 kalau aku tiba2 ke kelas kamu",
jawab pesan WA ku kepadanya.
"Aku
sudah di depan kelas kamu, keluar deh", ku kirim lagi pesan untuknya.
Dia(M) pun
keluar dengan senyuman khasnya. Dia bercerita kalau dia baru saja selesai
menjelaskan materi nadzariyatul adab (teori sastra) di kelasnya. Karena
dosennya tidak masuk hari ini, jadi dia yang menggantikannya. Kami pun ngobrol
di depan kelas, dia duduk dan aku berdiri.
Aku
teringat Bahrul, aku meninggalkannya sendirian di lt 5. Aku merasa tidak enak
dengannya, aku kira kami hanya akan mengobrol sebentar dan ternyata lumayan
lama.
Akhirnya ku
kirim pesan ke Bahrul bahwa aku akan pergi keluar untuk sementara waktu.
#M#
Setelah
ngobrol dengannya, dia pergi ke dalam kelas untuk mengambil tasnya dan
mengajakku pergi. Seperti biasa, dia mengajakku melewati tangga darurat. Ku
rasa dia lebih cinta dengan tangga darurat dibandingkan dengan lift.
Sesampainya
di basement, aku bertanya padanya kita akan pergi kemana. Tetapi dia tidak
menjawabnya. Kemudian, aku masih bertanya terus menerus padanya.
Dan dia pun
menjawab "kamu nanya mulu dari tadi".
Cukup satu
kalimat darinya dan itu manjur membuatku terdiam. Aku pun berjalan
dibelakangnya tanpa mengeluarkan sepatah kalimat (lagi). Dia hanya senyam
senyum melihatku.
Kita pergi
ke pesanggrahan. Aku berjalan di depannya. Ku kira kita akan pergi makan
seperti kemarin di warteg abah. Ternyata tidak. Dia hanya ingin membeli rokok
di warung yang berada tepat di depan pintu doraemon. Setelah itu, dia pergi
membeli batagor super dan aku membeli aqua.
Setelah
dirasa perlengkapan belajar kami sudah cukup, kami beranjak pergi ke taman.
Kuakui taman disini memang sejuk. Kami duduk di pinggir audit. Dia membuka
laptopnya, katanya dia ingin melanjutkan cerpennya. Sayangnya, laptop yang akan
dipakainya itu lowbet, batrainya hanya tersisa 5% dan dia tidak jadi
mengerjakan cerpennya. Kemudian dia membuka file yang berisi pelajaran nahwu.
Dia menyuruhku membaca arab gundul. Sebenarnya ini adalah pekerjaan yang paling
membuatku malas, membaca arab gundul. Dengan hati yang tegar, aku pun
membacanya. Dan katanya bacaanku bagus tapi ada yang salah, tuturnya. Dia memang
sangat piawai dalam bidang ini.
Dia pun
membuka sebungkus rokok dan mencari korek. Namun, koreknya tidak ada d dalam
tasnya, katanya tertinggal di kelas tadi. Kami pun merapihkan perlengkapan kami
untuk pindah ke tempat lain, sembari dia mencari pinjaman korek ke orang
lain.
Kami
berjalan ke sisi audit yang lainnya. Ternyata, ada banyak orang yang duduk
disana.
"Tuh
ada yang punya korek", kataku padanya.
Kami pun
bersinggah disana, dia meminjam korek. Disebelah sang pemilik korek, ada
seorang perempuan cantik yang aku kenal, Rifa. Aku asik mengobrol dengan Rifa
dan dia juga asik mengobrol dengan sang pemilik korek tersebut.
Aku sempat
mendengar pembicaan si M dengan sang pemilik korek.
"Jurusan
apa mas?", tanya sang pemilik korek ke si M.
"SKI
(sejarah kebudayaan islam)", dia berbohong! haha. Sebenarnya jurusan dia
bukan itu, dia satu jurusan denganku. Tetapi entah mengapa dia menyebutkan
jurusan lain dan tidak jujur dengan sang pemilik korek itu? Entahlah, haha.
Dia pun
bertanya balik ke sang pemilik korek, "kalau sampean jurusan apa?".
"Kalau
saya di gedung 4 lantai tanpa lift yang tanpa lift itu mas", sambil
menunjuk gedung fdi.
Si M
meledek sang pemilik korek karena sebelum kami berdua datang ke tempat ini,
sang pemilik korek dengan teman perempuanku ini sedang duduk berduaan.
"Sampean
lagi ngapain toh berduaan disini", ledek si M.
"Aku
habis meminjam buku darinya",kata temanku si Rifa it
"Ah
masa?", ledek si M pada teman perempuanku ini.
"Nih
bukunya kalau ga percaya", kata si cewe sambil menunjukkan bukunya pada si
M.
Sang
pemilik korek pun mulai beraksi, "lah kamu juga ngapain berduaan sama dia
(menunjuk ke arahku)?".
"Aku
habis belajar dengannya, tuh lihat saja pegangannya, buku teori kritik sastra,
dia anak BSA", dia menunjuk ke arahku.
Aku hanya
tersenyum padanya, padahal buku yang aku pegang ini adalah bukunya si M, dasar
aneh! Haha.
"Kalau
di Adab (sebutan untuk fakultasku), skripsinya pakai bahasa arab juga
ya?", tanya si sang pemilik korek kepada si M.
"Tuh
tanya anak BSA", kata si M menunjuk ke arahku. (Padahal dia sendiri juga
anak BSA).
Aku pun
menjawab pertanyaan sang pemilik korek, "iya pakai bahasa Arab".
"Kalau
sampean nanti gimana skripsinya?", tanya sang pemilik korek kepada si M.
"Kalau
saya mah akan membahas peradabaan dan memakai bahasa indonesia, kan saya
jurusan SKI mas", dia berbicara dengan fasih layaknya seorang mahasiswa
SKI betulan .
Aku hanya
tersenyum melihat tingkahnya.
"Kamu
kenal si A?", tanya sang pemilik korek kepada si M.
"Ohiya
saya tahu, kenapa?", jawab si M.
"Dia
tadinya di fdi, pindah ke sastra. Katanya tidak sanggup dengan pelajaran serta
hafalan yang diwajibkan di fdi, seharusnya dia sekarang semester 3, tapi karena
pindah jadi semester 1 lagi, saya juga serasa ingin pindah ke sastra",
jawab sang pemilik korek.
"Oh.
Banyak ya yang pindah dari fdi ke sastra, dia anak sastra malah ingin pindah ke
fdi, katanya kurang tantangan kalau di sastra", ucap si M sambil menunjuk
ke arahku.
Spontan
sang pemilik korek langsung memandang ke arahku, mungkin karena kaget mendengar
ucapan si M.
Aku pun
menarik nafas, "berulah apalagi ini anak", tuturku dalam hati.
Aku pun
memberikan jawaban ke sang pemilik korek, dengan jawaban yang bohong juga
pastinya.
"Iya
aku ingin pindah ke fdi, nanti semester 5, di sastra kurang menantang, tidak
ada hafalan alqur'annya", ucapku sekenanya. Dia hanya senyam senyum saja
melihatku(M).
Setelah dia
menghabiskan rokoknya, dia pun berpamitan kepada sang pemilik korek. Aku juga
ikut berpamitan kepada teman perempuanku dan sang pemilik korek itu juga
tentunya. Kami berdua senyam senyum saja di jalan, aku tidak habis fikir dengan
kelakuannya hari ini. Ternyata selain mahir dalam bahasa Arab, dia mahir juga
dalam berbohong. Sungguh seni yang luar biasa. Sastrawan hebat! Hahaha.
Aku berjalan
menuju parkiran motor, mengantarkannya ke motornya, sebenarnya aku tidak mau
berpisah dengannya, tapi apa boleh buat. Kali ini aku harus rapat sendirian
tanpa kehadirannya. Katanya dia mau pulang, ada urusan penting. Aku juga tidak
bisa memaksakannya. Aku juga pamit ke dia, "udah ya? Aku kesana".
Dia pun
tersenyum sambil memakai helm.
Aku
mendengar suara motornya, aku lirik sebentar ke arah kanan. Ya, benar! Itu dia.
Ya sudahlah, dia juga akan pulang, peluhku.
Aku pun
pergi ke basement, mencari teman-teman kepanitiaan lainnya. Ada ridwan, nurma,
bahrul, dan beberapa teman lainnya. Namun, masih sedikit yang datang.
Tiba-tiba
aku melihat dia!
Ah mungkin
dia hanya ingin mengucapkan selamat kepada ka Johan yang baru saja selesai
menjalani sidang skripsinya. Mungkin setelah mengucapkan selamat, dia
akan pulang, tebakku. Dia bersalaman dengan ka Johan. Aku melihatnya dari
kejauhan. Dia melambaikan tangannya ke arahku. Aku ragu ingin mendekatinya. Aku
takut dia kegeeran jika aku kesana. Nanti dikiranya aku masih kangen dengannya
hihi.
Aku menahan
diriku untuk tidak menghampirinya selama beberapa menit. Aku diam sendirian di
tempat itu. Tetapi, semuanya goyah. Aku merasa malu juga jika berdiri sendiri
disini dan tidak ada temannya. Di basement sangat ramai, semua orang membuat
lingkarannya masing-masing untuk mengobrol.
Akhirnya
aku memutuskan untuk pergi menghampiri Ridwan yang ada di belakang dia. Aku
melewatinya, ada perasaan senang, canggung serta malu. Aku pun menyapanya dan
sedikit memegang lengan bajunya, sambil bertanya "ga balik?".
Lagi lagi
dia hanya tersenyum.
"Gimana
wan tentang game?", tanyaku pada ridwan.
Ridwan
malah menyuruh Resti yang menjelaskannya padaku. Tapi, belum sempat Resti
menjelaskan perihal tersebut padaku, rencana rapat kami di pindah ke lantai 7
dikarenakan suasana basement yang tidak kondusif untuk dipakai rapat. Akhirnya,
kami semua pindah.
Aku dan dia
pergi duluan menuju lantai 7, dipertengahan jalan kami bertemu dengan teman
Thailand kami, Suraidah. Seperti biasa, ia pun meledek Suraidah. Tiba-tiba saja
ada rasa cemburu muncul disana karena melihat dia berbicara berduaan dengan
Suraidah, padahal itu adalah hal yang wajar. Aku merasa aneh sendiri dengan
diriku, mengapa hatiku menjadi lebih sensitif dari sebelum, mengapa aku merasa
marah hanya karena melihatnya ngobrol berdua dengan wanita lain. Aku buru-buru
mengusir perasaan seperti itu, tidak mungkin juga kan aku melarangnya untuk
mengobrol dengan wanita lain. Aku harus dewasa, fikirku.
Aku
menunggu di depan lift. Setelah liftnya sampai di lantai 1 dan mengeluarkan
isinya. Kami semua masuk ke dalam lift. Namun, dia tertinggal seorang diri di
luar lift. Aku berada di paling pojok. Kurasa dia tidak melihatku. Dia pun
pergi menuju tangga. Hebat! Dia akan naik tangga hingga lantai 7, semoga saja
kakinya kuat. Kali ini dia menunjukkan kembali kecintaannya pada sang tangga.
Selamat jalan hihi.
Aku sampai
di lantai 7 tetapi dia belum sampai. Aku mencarinya, melihat lantai 4, mungkin
saja dia sholat dulu. Tak lama, dia muncul. Dia senyum kepadaku.
"Udah
sholat?", tanyaku.
Seperti
biasa, dia hanya terdiam. Mungkin dia malas menjawabku, karena dari tadi aku
menyuruhnya sholah melulu.
Kami masuk
ke kelas di samping lift, AC nya dingin, papan tulisnya bagus. Kata dia,
"lihat deh papan tulisnya, bagus ya kayak kaca".
"Iya,
kayaknya punya anak fsh , adab mah belum punya yang kayak gini, fsh
fasilitasnya selalu lebih bagus dibandingkan fakultas kita", jawabku
sekenanya.
Saat kami
sedang berdua, ada Resti masuk ke kelas itu. Akhirnya, dia mengobrol bersama
Resti membicarakan acara diskusi. Aku hanya tertunduk lesu di kursi belakang,
ngantuk. Sesekali Bahrul masuk ke kelas itu dan menyapaku, kemudian mengganggu
aktivitas tidurku.
Tiba-tiba,
ada OB yang ingin mematikan AC kelas tersebut dan ingin mengunci kelas itu
juga. Kami semua keluar dari kelas itu. Aku duduk di samping lift bersama
teman-teman panitia lainnya, rapat belum di mulai. Aku turun ke lantai 4 untuk
pergi ke toilet, dikarenakan toilet di lantai 7 tidak ada air.
Setelah
selesai dari kamar mandi, aku ikut duduk di kursi depan kelas d lantai 7
tadi bersama teman sekelasku, Azka. Aku senang duduk disitu karena
cahayanya sangat terang.
"Zak
tadi dicariin sama M", kata Azka.
"Ohiya",
jawabku.
Tiba-tiba
dia datang dan bertanya, "Kemana? Aku cariin dari tadi".
"Abis
dari toilet", jawabku.
Dia pun
segera berdiri depanku, mengarahkan kamera handphonenya ke arahku dan Azka.
Azka bergaya dengan kipas kuningnya. Aku pergi dari situ, karena aku malas
untuk di foto. Aku merasa sudah sore, pasti mukanya jelek banget kalau difoto.
Dan azka pun difoto sendirian hihi.
Aku
menghampirinya untuk melihat hasil fotonya tadi. Dia malah membalikkan
kameranya memakai kamera depan, dia bermaksud untuk berfoto. Aku mengarahkannya
agar dia tidak menutupi cahaya. Aku tau dia ingin berfoto bersamaku hehe. Ciss.
Kemudian
kami rapat. Rapat dengan dewan BPH acara Ta’aruf, dengan saksama kami dengarkan
penjelasan kanda Erwin yang sedang memberikan arahan tentang pentingnya acara
ini, mendobrak semangat teman-teman yang sempat layu krena mendengar info dari
Press HMJ akan pindahnya tempat acara di sawangan. Padahal, kami semua panitia
sudah terlanjur ucap kepada teman-teman peserta ta’aruf akan berlangsungnya
acara di puncak bogor
Setelah usai rapat, kami berdua turung tangga sembari berbicara tentang keadaan perut yang sedang lapar. sampai kami di besment, lambayan tanganku khusus dia dengan penuh kasih sayang gejolak hatiku seakan tak nyaman ketika ia berseru dengan suara yang lemas.
"Aku lapar...!!!" serunya dengan muka yang melas.
Aku diam tak menjawab seruanya. bukan berarti aku tak iba, namun, waktu yang tidak mendukung kita berdua untuk lama bertemu. dan keyakinanku akan pertemuan dan perjumpaan kembali akan tiba saatnya dimana adanya perpisahan itu untuk kembalinya pertemuan.
Perpisahan aku dengannya tadi, merupakan perpisahan yang akan dipertemukan kembali oleh Allah SWT. aku yakin dengan itu. Sekali lagi, aku ucapkan "Tidak akan ada pertemuan sebelum adanya perpisahan. begitu juga, tidak akan ada perpisahan tampa adanya pertemuan". ini sudaha hukum alam. Pesanku kepdanya. "Aku mencintaimu krena melihat sosok Dilan yang ada di dalam Novel itu".
Setelah usai rapat, kami berdua turung tangga sembari berbicara tentang keadaan perut yang sedang lapar. sampai kami di besment, lambayan tanganku khusus dia dengan penuh kasih sayang gejolak hatiku seakan tak nyaman ketika ia berseru dengan suara yang lemas.
"Aku lapar...!!!" serunya dengan muka yang melas.
Aku diam tak menjawab seruanya. bukan berarti aku tak iba, namun, waktu yang tidak mendukung kita berdua untuk lama bertemu. dan keyakinanku akan pertemuan dan perjumpaan kembali akan tiba saatnya dimana adanya perpisahan itu untuk kembalinya pertemuan.
Perpisahan aku dengannya tadi, merupakan perpisahan yang akan dipertemukan kembali oleh Allah SWT. aku yakin dengan itu. Sekali lagi, aku ucapkan "Tidak akan ada pertemuan sebelum adanya perpisahan. begitu juga, tidak akan ada perpisahan tampa adanya pertemuan". ini sudaha hukum alam. Pesanku kepdanya. "Aku mencintaimu krena melihat sosok Dilan yang ada di dalam Novel itu".
No comments:
Post a Comment