Tuhan Maha Mengetahui
Al-kisah,
ketika penulis hadir dalam suatu kajian ilmu ma’ani di kampus. Penulis menjumpai
narasumber pada waktu itu sangat lantang berbicara perihal al-Quran beserta
asbabun nuzulnya. Sebut saja si “A”, dia yang pada waktu membawakan sebuah
materi yang sangat apik sekali untuk diperbincangkan hingga akhirnya, sang
narasumber memberikan peluang kepada para mustamiin untuk bertanya kepadanya. Namun
sayangnya, tidak ada satupun yang ingin bertanya kepadanya. Entah kenapa? Apa mungkin
sudah sangat lugas dan jelas keterangan yang disampaikannya atau memang tidak
ada yang mengerti sama sekali? Tapi,
untuk penulis pribadi ketika mendengarkan keterangan narasumber bagi penulis
sangat jelas. Sehingga, tak perlu kiranya penulis bertanya kepadanya.
Mungkin dari jenuhnya menanti
pertanyaan dari para mustamiin, sang narasumber memberikan pertannyaan kepada
forum pada waktu itu. Demikian pertannyaanya, “Ternyata Tuhan tidak tahu ilmu
nahwu! Sampai-sampai dirinya berfirman dalam al-Qur’an keliru. Hal ini bisa
kalian cek di surat yang menjelaskan tentang kewajiban wudhu dalamal-Qur’an. Percayakah
kalian tentang pernyataan saya?”.
Sangat tidak setuju, bahkan di dalam
satu forum diskusi tersebut tidak ada satupun yang mengamini pernyataan
narasumber pada waktu itu. Tentunya, dengan berbagai macam logika dan rujukan
yang dilontarkan oleh kawan-kawan. Namun, tidak membuat narasumber goyah dalam
mempertahankan pernyataanya. Hingga akhirnya, penulis menymabung lidah dengan
suara lantang. Demikian penjelasanya:
Kiranya sukar sekali saya katakan
kalau apa-apa yang ada dalam al-Qur’an itu saling pro-kontra. Bahkan, jika
tidak keliru saya pernah membaca karyanya Syaikh Said Ramdhani al-Buty’i dalam
buku yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Tak akan
datang kebatilan dalam al-Quran” yang mana di dalamnya terdapat sub-pembahasan
yang menjelaskan tentang kontradiksi al-Qur’an. Dengan lantang sekali
beliau menjawabnya kalau dalam al-Quran tersebut tidak ada sama sekali
kontradiksi. Hal ini dapat dibuktikan ketika ayat demi ayat, surat demi surat,
hingga juz satu ke juz yang lain memiliki makna korelasi antar satu dengan yang
lain jika dibahasakan dengan istilah biologi, semuanya memiliki hubungan
simbiosismutualisme. Begitu juga, bisa kita lihat dalam doa hatmil Qur’an, yang
mana huruf dari sekian banyak huruf dalam al-Qura memiliki makna tersendiri. Lantas,
dimanakah letak kontradiksinya?
Kalaupun anda
No comments:
Post a Comment