Sebelum
berbicara tentang al-qur’an bukan kitab ilmiah (Karya Ilmiah), terlebih dahulu
perlu digaris bawahi bahwa yang dimaksud dengan pengertian karya ilmiah adalah
serangkain kegiatan penulis yang berlandaskan pada hasil penelitian yang
disusun secara sistematis mengikuti
metodologi ilmiah, yang bertujuan untuk mendapatkan jawaban ilmiah dari suatu
permasalahan. Definisi ini, dikemukakan oleh Dr. Bambang Supriyadi., M.A.
Suatu karya seseorang jika ingin
dikatakan sebagai karya ilmiah harus memenuhi berbagai macam syarat. Sesuai
dengan apa yang telah dijelaskan di atas. Definisi tersebut, sebagai sarat
mutlaq untuk dikatakanya sebuah karya sebagai karya ilmiah. Yang pertama adalah
hasil penelitian penulis dan harus sistematis/mengikuti metodologi ilmiah. Sedangkan
yang dimaksud dengan metodologi ilmiah (scientific method) adalah sebuah proses
keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti
fisis. Definisi ini dikutip dari Wikipedia.
Jika dijelaskan
secara lengkap Metodologi Ilmiah
terdiri dari 2 (dua) kata yaitu kata Metode dan Ilmiah. Metode merupakan cara
seseorang dalam melakukan suatu kegiatan untuk memecahkan masalah yang ada
secara sistematis. Sedangkan kata Ilmiah merupakan cara mendapatkan pengetahuan
secara alami dan berdasarkan bukti fisis. Seseorang yang melakukan metode ilmiah untuk
memecahkan masalah akan membentuk atau mengambil Hipotesis. Hipotesis inilah
yang nantinya akan menjelaskan masalah, dan dapat digunakan untuk pengujian
serta melakukan eksperimen.
Penelitian
atau metode ilmiah umumnya menfokuskan untuk melakukan identifikasi terhadap
masalah yang harus dipecahkan, pengumpulan data, lalu menanalisis data dan
menarik kesimpulan yang tepat. Penelitian ini sifatnya sangat objektif, karena
tidak berdasarkan pada perasaan, pengalaman maupun intuisi seorang peneliti yang
sifatnya subjektif.
Jika diihat
atau ditinjau kembali tentang pengertian karya ilmiah di atas, sangtlah tepat
jika al-qur’an dikatakan sebagai kitab yang didalamnya bukan dikategorikan
karya ilmiah. Mengapa demikian? Karena, karya ilmiah bersifat sementar jika
dilihat dari sisi kesesuaian waktu dan tempatnya. Semisal, istinbatnya imam
syafi’i dan tiga imam lainya jika dipadukan dengan hasil desertasinya Prof. Dr.
Wahbah Zuhaili (Desertasi
beliau meneliti kitab al-Fiqhu ala-Madzahibil Ar-Ba’ah yang sekarang sangat
populer dengan judul kitab “al-Fiqhul Islam Wa’adillatuhu”) akan
ditemukan berbagai macam perbedaan di dalamnya. Kendati, faktor penelitian antara
beliua dengan imam empat mazhab yang berbeda baik dari segi tempat dan
waktunya.
Sedangkan,
al-qur’an tidak bersifat sementara. Siapapun orangnya jika ingin membantah
al-qur’an, baik itu dari segi kebahasaan, hukum, dan sebagainya. Tidak akan
menemukan perselisihan ataupun kesalahan sedikitpun. Meskipun, berbeda waktu,
latar, dan tempatnya. Mengapa demikian? Karena
al-Qur’an kitab petunjuk untuk kebahagian dunia akhirat, tidak heran jika
didalmnya terdapat berbagai petunjuk tersirat dan tersurat yang berkaitan
dengan ilmu pengetahuan, guna mendukung fungsinya sebagai kitab yang dengan
bahasa al-quranya “Hudal linnasi” petunjuk bagi manusia.
Oleh sebab
itu, Prof. Dr. Quraish Shihab., M.A. dalam bukunya Mukjizat Al-Qur’an, berkata
“Al-qur’an bukan suatu kitab ilmiah sebagaiman halnya kitab-kitab ilmiah yang
dikenal selama ini”. Mengapa demikian? Perhatikanlah
ayat berikut ini :
يسألونك عن الأهلة
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan.” (QS, Al-Baqarah {2} :
189)
Ayat di
atas terdapat pertanyaan tentang “Mengapa bulan (sabit) terlihat dari malam ke
malam membesar hingga purnama, kemudian sedikit demi sedikit mengecil, hingga
menghilang dari pandangan mata”.
Pertanya
tersebut tidak dijawab al-qur’an dengan jawaban ilmiah yang dikenal oleh
astronom, tetapi jawabannya justru diarahkan kepada upaya memahami hikmah di
balik kenyataan itu. Inilah ayat selanjutnya hasil pertanyaan di atas :
قل هي مواقت للناس والحج
“Katakanlah, “Yang demikian itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia dan (bagi ibadah) haji”. (QS, Al-Baqarah {2} : 189)
Alasan kedua
bahwa al-qur’an bukan karya ilmiah sperti mana kitab-kitab yang dikenal adalah
semua ayat yang ada dalam al-qur’an hanya memberikan gambaran secara gelobal
saja akan keilmuan. Dan kabar yang diberitahukan oleh al-qur’an ini tidak akan
bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan jika tidak ada yang mengkaji dan
menyesuaikan dengan hasil observasi para ilmuan. Oleh sebab itu, hakikat ilmiah
yang disinggung oleh al-qur’an hanya dikemukakan secara singkat dan sarat
maknanya, sekaligus tidak terlepas dari ciri-ciri umum radaksinya.
Kesimpulanya
adalah betapapun masih ada perselisihan antar kaum cendikiawan muslim dengan
yang lain akan al-Qur’an apakah kitab ilmiah atau tidak? Disini sudah jelas. Jika
al-Qur’an dikatakan kitab ilmiah sperti mana yang diketahui. Maka, al-Qur’an
memiliki kekeliruan dan perlu adanya perombakkan. Karena, sebagus apapun hasil
penelitian seseorang yang dibilang sebagai karya ilmiah, akan lunak dimakan
waktu dan ditelan oleh zaman (tidak akan sempurna). Baik itu sebab faktor
adanya ketidak sesuain teori yang dipakai oleh si penagarang dengan zaman yang
tentunya tidak sama dengan zaman penelitian pengarang.
Sedangkan
al-Qur’an jika meminjam bahasanya Prof. Dr. Quraish Shihab., M.A. “al-Qur’an
tidak akan lapuk oleh waktu dan tidak akan lekang oleh zaman”. Kesempurnaan al-Qur’an
melebihi dari karya ilmiah. Oleh sebab itu, Prof. Dr. Quraish Shihab., M.A.
mengatakanya sebagai kitab petunjuk bagi manusia. Bukan kitab ilmiah.
No comments:
Post a Comment