Tuesday 11 October 2016

Imam Prempuan

Hukum Perempuan Menjadi Imam Sholat Jumat
Pada tahun 2005 yang lalu, tepatnya, jumat, 18 maret 2005, di Gereja Katedral di Sundam Tagore Gallery, 137 Greene Street, New York, asisten profesor studi islam di Virgina Commentwealth Univesity, Amina Wadud namanya. Ia menjadi khotib dan imam sholat jummat untuk 100 orang jammah yang terdiri dari laki-laki dan wanita. Sebelum khutbah, adzhan dikumandangkan oleh seorang wanita tanpa memakai kerudung.
Kejadian diatas sempat menggemparkan kaum muslim se-alam. Dan sebenarnya, ditanah air kita perilaku sperti itu ada. Tepatnya di kawasan jakarta selatan. Menurut sumber yang dapat dipercaya, ada seorang ulama kondang yang kini sudah wafat pernah mempraktikkan sholat berjemmaah sebagai makmum, semntara imamnya adalah dari kalangan perempuan. Dan peristiwa ini sangat kerap terjadi di kawasan yang sepi.
Dari dua kejadian diatas, mereka semua mempunyai dalil yang mereka anggap benar dan valid keontentikanya. Padahal, ketika diteliti oleh Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’qub. M.A. hadis yang digunakan oleh mereka semua adalah hadis doif. Dimana, hadis ini merupakan hadis yang dibilang tidak bisa dipakai untuk dijadikan sebuah sandaran hukum. Hadis Ummu waraqah, merupkan hadis yang merka jadikan patokan hukum akan “bolehnya sholat jummat yang diimami oleh kaum wanita”. Sekarang, mari kita rujuk kembali dalam bukunya beliau Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’qub. M.A. dengan judul “imam perempuan”.
Dalam buku itu, yang saya tangkap tentang kevaliditasan hadis yang digunkan oleh dua orang dalam kejadian diatas kurang lebih seperti ini. “hadis yang terdiri dari 11 sanad itu ternyata ada disalah satu dari mereka tidak memenuhi kreteria hadis shohih. Walid bin abdullah bin jummai al-syuhry al-makky al-kufi namanya, yang menjadi titik sentral dalam kevaliditasan hadis ummu waraqah. Ada dikalangan pakar hadis mengatakan, bahwa hadis yang sanadanya terdapat nama walid, maka hadis tersebut diragukan keshohihanya. Pendapat ini diplopori oleh Imam Ahmad Ibnu Hambal, Imam Yahya bin Ma’in, dan imam al-ijli. Ada pula yang bertolak belakang dri pernyataan diatas. Diantaranya imam ibnu qudamah dalam kitabnya “al-mugny”, imam abu tsaur, imam muzani, dan imam dawud, begitu juga imam daruqutni. Mereka semua mengatakan bahwa “hadis ummu waraqah itu tidak dhoif. Dengan alasan hadis ini diriwayatkan oleh imam abu dawud dalam kitabnya “sunnah abu dawud”. Dan beliau tidak memberika komentar apapun dalam hadis tersebut.” Krena tidak adanya komentar dri beliau. Maka, hadis ini dikatakan hadis bagus bahkan lebih shohih dri pada hadis-hadis yang lain.”
` setelah usai kajian dari sundut pandang hadis, maka skerang bagaimana penilain kallamu Allah tentang dua kejadian diatas? Marilah kita analisis bersama....!!!
Sebelum menindak lanjuti ke dalam ayat-ayat Allah, alangkah baiknya kita merujuk pedapat imam syafi yang mana beliau berpendpat dengan ladasan hukumnya langsung kepada kallamu Allah. Inillah argumentasi imam Syafi’i dlam kitab yang termasyhur dikalangan cendikiwan muslim, “al-um” : وإذا صلت المرأة برجال ونساء وصبيان ذكور فصلاة النساء مجزئة وصلاة الرجال والصبيان الذكور غير مجزئة لأن الله عز وجل جعل الرجال قوامين على النساء وقصرهن عن أن يكن أولياء وغير ذلك ولايجوز أن تكون إمرأة إمام رجل في صلاة بحال أبدا Jelas sekali bahwa imam syafi’i yang menjadikan ayat 34 surat Al-nisa sebagai dalil tidak diperbolehkanya wanita menjadi imam sholat bagi ma’mum laki-laki. Ayat yang dipakai oleh beliau bunyi utuhnya sebagai berikut : الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم غلى بعض وبما أنفقوا من أموالهم “laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri). Krerna Allah SWT telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas kelebihan yang lain(perempuan) dan krena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dri hartanya”. (Al-Nisa: 34).
Lalu Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’qub. M.A. menyimpulkan dalam bukunya “istidal imam syafi’i atas ayat diatas kurang lebihnya seperti ini. Imam sholat merupakan pemimpin bagi ma’mumnya, sedangkan yang diberi hak oleh Allah SWT untuk jabatan pemimpin adalah laki-laki, maka hal itu berarti perempuan tidak diberi hak untuk menjadi imam dalam shollat berjammah yang makmumnya laki-laki.”
Hemat penulis dari permasalahn diatas adalah perempuan tidak memilik hak sedikitpun untuk menjadi imam yang ma’mumnya dari kalangan laki-laki. Krena kalau kita tinjaun kemabali dari pada istidlalnya imam syafi’i. Beliau memang salah satu imam yang sangat banyak pengikutnya di Indonesia khususnya. Krean karakter beliau dalam memutuskan hukum lebih banyak dengan metode ihtiyyatul ahkam dari pada penganalisaan terhadap konteks kalimat per-kalimat. Baik itu dari segi semantik, morfologi, maupun geramatikanya. Oleh sebab itu, sudah wajar jika kita masih bermazhab kepada satu imam ini saja. Maka, wawasan keilmuan kita belum terlalu terbuka kepada selain imam syafi’i. Krena masih banyak imam-imam yang lain diluar sana. (Hambali, Hanafi, dan Maliki) dan saya yakin masih ada pendapat yang lebih longgar dari pada imam Syafii sendiri.

No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...