Monday, 6 February 2017

Hati Yang Tak Perawan

Hatiku Tak Perawan Lagi




Desiran angin pada malam ini membuat badan ku sangat lemah, bangun tak berdaya, tidur sangat membosankan. Tidak seperti biasanya, angin yang aku rasakan sejak tadi sore, tepatnya di ruang tamu yang dihiyasi dengan penuh pernak-pernik lampu yang indah itu, tidak lagi indah dengan hadirnya angin pada malam hari ini. Sangat menyengat tubuh, bahkan hingga ke semu organ dalam tubuhku ini. Bukan hanya di luar aku disengat, bukan hanya di kulit indahku aku dicium, hingga ke tulang-tulangku, aku merasakan dinginya desiran angin menyapaku.

Aku sekarang ada di atas rumahku, di kamar lantai dua. Diriku sedang melihat buku-bukuku yang sudah sedia dan setia menemaniku dalam dinginya malam. Melihat ke sisi setiap kamarku, berserakan buku-buku yang belum sempat aku baca dan bahkan belum sempat aku tutup kembali setelah aku baca kemarin malam. Aku merasa lelah, namun hati kecilku malu untuk tidak menemani buku-buku itu. Dia terlalu setia denganku, kenapa aku harus meninggalkanya?

Aku ambil satu buku yang terdampar di depan rak bukuku, aku baca buku itu, lalu ku temukan sebuah perosalan yang sangat menghantui hatiku pada malam ini. “Hati Yang Tak Perawan”. Kata-kata ini yang ada dalam benak ku ketika membaca buku “Pesan-pesan al-Qur’an”. Seakan diri ini ada dalam sebuah buku itu. Meskipun buku itu bukanlah novel. Namun, bagiku kata-kata yang disampaikan oleh pengarangnya membuat diriku masuk dalam sebuah alur pembahasanya yang dia sampaikan dalam bukunya itu.

Tersentak hatiku dalam angan dan lamunan, terdiam sejenak bahkan kaget diri ini ketika membaca sebuah keterangan bahwa “Menyukutukan Allah merupakan dosa yang paling besar dari pada dosa-dosa lainnya”. Pernyataan ini yang mengatarkanku untuk mengatakan prnyataan yang sebenarnya berat untuk diucapkan bahwa “Hatiku Tak Perawan Lagi”. Mengapa demikian? Karena tiada satu hati dua cinta, begitu juga tiada dua Tuhan dalam satu wujud manusia.

Bagaimana mungkin hati ini masih perawan? Sedangkan keperawanan hati hanya ada dalam satu cinta? Hidup bukan untuk manusia, hidup untuk mengabdi kepada Tuhan semata. Bercinta kepada manusia, sama halnya sudah menduakan cinta  kepada Allah. Aku mulai sadar, aku bukan lagi Dia (Allah) aku adalah dia (Intan Lestari).




Berat di katakan, cintaku karena Allah, bahkan muhal terjadi kalau cinta diluar nikah karena Allah semata. Kendati ada sisi yang menarik dari apa yang dilihat pecinta kepada orang yang ia cintainya. Inilah sebabnya, aku katakan kepada diriku, “Hatiku telah terbagi, hatiku telah terbela menajdi dua, dan hatiku sekarang telah mempoligami Allah. Itu artinya, Hatiku tak semurni anak kecil yang baru lahir di permukaan dunia ini”. Aku menangis dalam asa, angan, dan harap. Mengapa aku seperti ini? Andai aku bisa teriak, dan dari teriak itu aku bisa seperti anak bayi lagi, aku akan katakan pada dunia ini, bahwa aku, “tidak perawan lagi”. Tapi sayang, teriakan itu tak lagi berarti apapun kepada siapapun itu yang mendengarkan suara teriakanku itu. Aku lebih memilih diam, menutupi ketidak perawananku ini. Bukan karena malu, tapi karena nilai dasar ke-islmanku telah lama hilang. 

4 comments:

  1. bagus saudara admin..tapi di paragraf kedua anda belum bisa memainkan kata2 menjadi kalimat yang indah. kalau kata "Dia" pada kaliamt "Dia terlalu setia denganku, kenapa aku harus meninggalkanya?" itu diganti menjadi "mereka" itu akan jadi kalmat yg sangat menarik

    salam

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. bagus karyany kang.. lanjutkan.. istilah yg baru saya tahu, (hati tak perawan lagi)

    ReplyDelete

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...