Hatiku Tak Perawan Lagi
Desiran angin pada malam ini membuat badan ku sangat lemah, bangun
tak berdaya, tidur sangat membosankan. Tidak seperti biasanya, angin yang aku
rasakan sejak tadi sore, tepatnya di ruang tamu yang dihiyasi dengan penuh
pernak-pernik lampu yang indah itu, tidak lagi indah dengan hadirnya angin pada
malam hari ini. Sangat menyengat tubuh, bahkan hingga ke semu organ dalam
tubuhku ini. Bukan hanya di luar aku disengat, bukan hanya di kulit indahku aku
dicium, hingga ke tulang-tulangku, aku merasakan dinginya desiran angin
menyapaku.
Aku sekarang ada di atas rumahku, di kamar lantai dua. Diriku sedang
melihat buku-bukuku yang sudah sedia dan setia menemaniku dalam dinginya malam.
Melihat ke sisi setiap kamarku, berserakan buku-buku yang belum sempat aku baca
dan bahkan belum sempat aku tutup kembali setelah aku baca kemarin malam. Aku merasa
lelah, namun hati kecilku malu untuk tidak menemani buku-buku itu. Dia terlalu
setia denganku, kenapa aku harus meninggalkanya?
Aku ambil satu buku yang terdampar di depan rak bukuku, aku baca
buku itu, lalu ku temukan sebuah perosalan yang sangat menghantui hatiku pada
malam ini. “Hati Yang Tak Perawan”. Kata-kata ini yang ada dalam benak ku
ketika membaca buku “Pesan-pesan al-Qur’an”. Seakan diri ini ada dalam sebuah
buku itu. Meskipun buku itu bukanlah novel. Namun, bagiku kata-kata yang
disampaikan oleh pengarangnya membuat diriku masuk dalam sebuah alur
pembahasanya yang dia sampaikan dalam bukunya itu.
Tersentak hatiku dalam angan dan lamunan, terdiam sejenak bahkan
kaget diri ini ketika membaca sebuah keterangan bahwa “Menyukutukan Allah
merupakan dosa yang paling besar dari pada dosa-dosa lainnya”. Pernyataan ini
yang mengatarkanku untuk mengatakan prnyataan yang sebenarnya berat untuk
diucapkan bahwa “Hatiku Tak Perawan Lagi”. Mengapa demikian? Karena tiada satu
hati dua cinta, begitu juga tiada dua Tuhan dalam satu wujud manusia.
Bagaimana mungkin hati ini masih perawan? Sedangkan keperawanan
hati hanya ada dalam satu cinta? Hidup bukan untuk manusia, hidup untuk
mengabdi kepada Tuhan semata. Bercinta kepada manusia, sama halnya sudah
menduakan cinta kepada Allah. Aku mulai
sadar, aku bukan lagi Dia (Allah) aku adalah dia (Intan Lestari).
Berat di katakan, cintaku karena Allah, bahkan muhal terjadi kalau
cinta diluar nikah karena Allah semata. Kendati ada sisi yang menarik dari apa
yang dilihat pecinta kepada orang yang ia cintainya. Inilah sebabnya, aku
katakan kepada diriku, “Hatiku telah terbagi, hatiku telah terbela menajdi dua,
dan hatiku sekarang telah mempoligami Allah. Itu artinya, Hatiku tak semurni
anak kecil yang baru lahir di permukaan dunia ini”. Aku menangis dalam asa,
angan, dan harap. Mengapa aku seperti ini? Andai aku bisa teriak, dan dari
teriak itu aku bisa seperti anak bayi lagi, aku akan katakan pada dunia ini,
bahwa aku, “tidak perawan lagi”. Tapi sayang, teriakan itu tak lagi berarti apapun kepada siapapun itu yang mendengarkan suara teriakanku itu. Aku lebih
memilih diam, menutupi ketidak perawananku ini. Bukan karena malu, tapi karena
nilai dasar ke-islmanku telah lama hilang.
bagus saudara admin..tapi di paragraf kedua anda belum bisa memainkan kata2 menjadi kalimat yang indah. kalau kata "Dia" pada kaliamt "Dia terlalu setia denganku, kenapa aku harus meninggalkanya?" itu diganti menjadi "mereka" itu akan jadi kalmat yg sangat menarik
ReplyDeletesalam
Siaaap presss
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletebagus karyany kang.. lanjutkan.. istilah yg baru saya tahu, (hati tak perawan lagi)
ReplyDelete