Sunday, 29 January 2017

Korelasi Antara Al-Quran dan Hymne HMI

  Hymne-HMI dengan al-Qur'an




          Dalam organisasi dikenal dengan yang namanya “kode etik” berorganisasi. Kode etik ini, merupakan sebuah aturan pakai/main untuk para kader yang ada di bawah naungan organisasi tersebut. Jika menyalahi aturan main yang ada dalam organisasi akan dikenakan sebuah hukuman yang tertera dalam konstitusi berorganisasi. Oleh demikian, organisasi memiliki beberapa komponen dasar di dalamnya. Di antara dari komponen tersebut adalah Konstitusi (AD/ART), Mission, dan berbagai macam lainya.
            Begitu juga dalam organisasi HMI, organisasi yang tidak serta merta/bin-salabin aba-kadabrak langsung hadir dipermukaan ini. Butuh beberapa proses untuk membangun dan mendirikan HMI ini. Di antaranya adalah diadakanya sebuah musyawarah kecil-kecilan. Kalau mengaca kepada masa silam (sejarah), Lafran Pane beserta 14 teman karibnya, Kartono Zarkasy misalnya, dan masih banyak  lagi lainya.[1] Melakukan rapat interen, yang melatar belakangi adanya rapat ini adalah sebuah “Gagasan” yang diprakarsai oleh Lafren pane sendiri, dalam beberapa kerangka pemikiran. Di antaranya karena kesenjangan menghadapi tindak pola yang dilakukan oleh PKI. Sehingga, membuat Lafran risih akan keadaan tersebut.
 Dalam musyawarah ini, setidaknya Lafran Pane beserta teman-teman karibnya sudah melakukan hal yang sejalan dengan al-Qur’an. “Bermusyawarahlah dalam hal sekecil apapun”.  Dan  bisa ditarik kesimpulan bahwa, membangun atau mendirikan sebuah organisasi butuh sebuah perjuangan dhohir dan bathin. Tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Oleh sebab itulah, organisasi ini (HMI) bukanlah organisasi canda tawa, hiruk-pikuk, ataupun senang-senang. Kendati HMI, merupakan organisasi “Perjuangan”, sudah sepantasnya di katakan sebagai organisasi yang selalu memberontak ketika ada sesuatu yang menjanggal dalam lini apapaun (Yang Tidak Sesuai Dengan Konstitusi Negara).
Untuk lebih jelasnya pembaca bisa membuka modul kembali. Karena, penulis tidak punya waktu untuk membahas sejarah berdirinya HMI, di sini penulis hanya ingin membuka tabir dalam arti sebenarnya hymne HMI, apakah sejalan dengan al-Qur’an atau tidak?
Hymne-HMI adalah lagu  yang dijadikan sebagai ciri khas Himpunan Mahasiswa Islam yang sering dilantunkan ketika mengawali acara setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hymne-HMI ini, bukan hanya sekedar lagu biasa, yang biasanya dilihat disetiap siyaran sinetron televisi. Ada makna dibalik Hymne-HMI ini. Perlunya, penulis katakan bawah “Lagu (Hymne-HMI) merupakan Ruh  para kader yang terlupakan”. Mana mungkin para kader bisa hidup bernafas, sedangkan ruh sudah berpisah dengan jasad? Mana mungkin para kader mampu hidup bertahan lama, sedangkan ruhnya sendiri sudah tidak bersama jasadnya?  Satu lagi yang ingin ditekankan oleh penulis, mungkinkah para kader-HMI mampu berjuang memberontak kekufuran (kesalah gunaan) dalam sistem ke-negaraan, sedangkan kadernya sendiri belum mampu mengembalikan ruh yang ada di tubuhnya? Sejatinya kader adalah orang yang mampu mengambil ruhnya kembali, lalu disatukan ke dalam jasadnya.
Seperti yang dijelaskan di atas, para kader-HMI sekarang, khususnya (cabang Ciputat) sudah kehilangan ruh dalam jasadnya. Kita hidup, bagaikan mati. Kita berjuang pun, bagaikan cibiran nyamuk yang hanya bisa menyengat orang lain, namun, tidak membuatnya berhenti untuk memukulnya. Kita bergerak, bagaikan buih dalam lautan. Dan kesemuan ini, disebabakan karena, hilangnya ruh dalam berorganisasi secara totalitas. Perlu penulis katakan, bukan hanya agama islam yang memiliki konstitusi agar pemeluknya memeluk dirinya secara menyeluruh (totalitas), begitu juga dengan HMI, para kader di tuntut untuk menyelami samudra ke ilmuan yang ada di dalamnya secara totalitas. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ketum Cabang Ciputat, Dani Ramdani (Priode 2014-2015), “Ber-HMI-lah secara utuh dan menyeluruh, niatkan dengan tulus dan ikhlas dalam mengawali perjuangan wujudkan tujuan himpunan”.[2] Di sinilah para kader-HMI akan menuai hasil dari pada usahanya. Jika sudah Yakin dengan Iman, lalu Usaha dengan Ilmu, jangan lupa sampaikanlah dengan amal.
Lagu (Hymne HMI) yang dikarang oleh R. M. Akbar ini.[3] Sebenarnya, memiliki korelasi atau hubungan  antara Hmyne-HMI dengan al-Qur’an teramat jelas. jika memang tidak sukar untuk di katakan “Hymne-HMI mengadopsi apa yang sudah ada dalam al-Qur’an”. Mari, penulis mengajak pemabaca sejenak untuk mengupas makna yang tersirat dalam Hymne-HMI ini.
Lirik lagu:
Bersyukur dan Ikhlas                            
Himpunan Mahasiswa Islam
Yakin Usaha Sampai
Untuk Kemajuan
Hidayah dan Taufiq
Bahagia HMI
Berdoa dan Ikrar
Menjungjung Tinggi Syiar Islam
Turut Qur’an dan Hadist
Jalan Keselamatan
Ya Allah Berkati
Bahagia HMI


Pada bait pertama, “Bersyukur dan Ikhlas”  sempat penulis bertanya-tanya. Mengapa harus bersyukur lalu disusul oleh ikhlas? Kenapa bukan sebaliknya? Apakah ada hubungannya antara syukur dan ikhlas? Apakah tidak ada kata lain dari dua kata itu? Misalnya, kata sabar, tawakkal, atau semacamnya? Kiranya, untuk menjawab pertanyaan ini, gampang-gampang sulit. Jika dikatakan bahwa, Hymne-HMI ini merupakan hasil duplikat aktulisasi dari al-Qur’an, maka sudah sewajarnya penulis katakan bahwa, peletakkan antar kalimat dengan kalimat sesudahnya, sudah cukup absah. Coba perhatikan, bagaimana pandangan al-Quran tentang Hymne-HMI ini.
Mulai dari kata “Syukur”, kata ini berasal dari bahasa Arab[4], dalam pandangan KBBI , kata ini diartikan sebagai: (1). Rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) (untunglah) pernytaan seseorang dalam mengungkapkan hal-hal yang membuat dirinya legea, senang, dan sebagainya. Lebih meluas lagi, ketika al-Qur’an menginformasikan kata di atas dengan mengulangnya sebanyak 64 kali. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya, Maqayis al-Lugha, menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut yaitu:
A.    Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan sedikit sekalipun karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk. Namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Pribahasa juga memperkenalkan ungkapan Asykar min barwaqah (lebih bersykur dari tumbuhan barwaqah). Barwaqah adalah tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan.
B.     Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat Asyakarat asy-syajarat.
C.     Sesuatu yang tumbuh ditangkai pohon (parasit).
D.    Pernikahan, atau alat kelamin.[5]
Dari keterangan di atas, kiranya penulis katakan bahwa poin “D” memiliki hubungan erat dengan poin “B” sedangkan poin “A” sejalan dengan poin “C”, hasil dari penjelasan Empat poin di atas. Sehingga, menghasilkan kata yang disebut oleh M. Qurais Shihab “Syukur Adalah Siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh banyak, lebat, dan subur.” Bukan menunggu banyak, lalu bersyukur. Hal ini yang kerap terjadi di dunia kehidupan manusia saat ini. Yang menggerogoti mentalitas keimanan kita, hingga tak jarang dijumpai orang teramat kufur dalam nikmat Tuhan.
Kata “kufur” merupakan antonim dari kata “syukur”, kalau syukur memiliki arti menampakkan nikmat, sementara kufur menyembunyikanya.  Namun,  penjelasan tentang “kufur” bukan hanya berhenti di sini saja, kufurpun memiliki macam-macamnya, bisa lebih jelasnya pembaca merujuk buku M. Quraish Shihab. [6]
Ayat yang mendukung bahwa kata “Syukur” di sini bergandeng dan membuahkan rasa “ikhlas” adalah (baca QS al-Baqarah {2} : 152, QS Shad {38): 82-83, QS al’A’raf {7}; 17). Dari sekian banyak ayat, masih banyak ayat lainya yang menjelaskan adanyan hubungan atau kolerasi antara kata “Syukur” dan “ikhlas”. Itulah sebabnya, pengarang lagu Hymne-HMI mendahulukan kata “Syukur” dari pada kata “Ikhlas”. Karena, dari empat ayat, tiga surat yang berbeda-beda di atas dapat diambil kesimpulan bahawa, syukur mencakupi tiga hal:
1.      Syukur dengan hati, yaitu kepuasan bathin atas anugrahnya
2.      Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugrah dan memuji pemberinya
3.      Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugrah yang diperoleh sesuia dengan tujuan penganugrahanya. [7]
Syukur dengan hati di sini, mengandung apa yang di pesankan oleh  (QS Shad {38): 82-83) sementara ulama ketika menafsirkan tiga surat di atas mengatakan bahwa “berykurlah kepadaku dan jangalah kamu mengingkarinya (nikmat)-ku (baca QS al-Baqarah {2} : 152) untuk surat ini, ulama menafsirkan bahwa ayat ini mengandung perintah untuk selalu mengingat Tuhan tanpa melupakannya, patuh kepada-Nya tanpa menodai-Nya dengan kedurhakaan. Syukur yang demikian melahirkan keikhlasan kepada-Nya. Dan karean itu, ketika syetan menyatakan bahwa, “Demi kemulian-Mu, aku akan menyesatkan mereka (manusia) semuanya” (baca QS Shad {38): 82), di lanjutkan dengan pernyataan pengecualian, yaitu “Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka” (baca QS Shad {38): 83) sedangkan untuk lebih jelasnya, tentang hubungan antara kata “Syukur dan Ikhlas” bisa di lihat dari pernytaan iblis dalam firman-Nya “Dan Engkau tidak akan menemukan kebanyakan dari mereka (manusia) bersyukur” (baca QS al’A’raf {7}; 17). Kalimat “tidak akan menemukan” di sini serupa maknanya dengan pengecualian di atas, sehingga itu berarti orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang Mukhlis (tulus hatinya). [8]
Dari sini bisa diketahui bahwa, pengarang lagu Hymne-HMI bukan hanya serta-merta dikarang dengan gaya lagu yang mengesankan. Jauh lebih penting dari pada itu adalah R. M. Akbar mengarang agar bukan hanya untuk dilantunkan ketika adanya acara, akan tetapi jauh lebih berharga dari pada itu adalah menjadikannya (lagu) sebagai pedoman untuk memanusiakan para kader-HMI. Itulah sebabnya, dua kalimat di atas antara kata “syukur” dan “ikhlas” tidak diputar balikkan. Karena, hanya orang-orang yang bersyukurlah orang-orang yang ikhlas.
Pertanyaan muncul kembali dalam benak penulis, apakah hanya orang-orang yang bersyukur, yang akan meraih gelar mukhlis di mata Allah? Bagiaman dengan orang yang sabar? Tawakkal? Bukankah dua kata ini, lebih mulya dari pada orang yang “mukhlis”?
Kiranya, hanya satu jawaban yang mewakili pertanyaan di atas adalah orang yang sudah mukhlis akan merasakan sifat kesabaran dan tawakkal kepada-Nya. Menagapa tidak? Banyak orang yang sedang patah hati misalnya, ketika dia mengikhlaskan sosok wanita yang ia cintai menyelingkuhinya atau (musyrik kepada kekasihnya), sudah barang tentu, laki-laki tersebut sudah sabar menghadapi kelakuan kekasihnya yang semenah-menah, dan sudah barang pasti, laki-laki tersebut memasrahkan dirinya secara totalitas kepada Allah inilah yang dinamakan (tawakkal) atas kepergian wanita yang ia cintai. Dan puncak dari tiga kata itu adalah mukhlis. Orang-orang yang ikhlas, orang-orang yang akan menuai hasil dar ketulusan hatinya, baik berupa kesabaran, kelemah lembutan dari segi tingkah lakunya maupun ucapannya yang akan berkhir kepada kepasrahan diri kepada Allah yang disebut di atas dengan istilah (tawakkal). Dan tawakkal di sini tidak akan hadir tanpa adanya ke ikhlasan. [9]


Bait kedua “Himpunan Mahasiswa Islam” dalam bait ini, penulis tidak mempunyai pertanyaan. Hanya saja, kata himpunan pada mulanya tidak dinamakan demikian. Menoleh ke sejarah. Sejarah mengatakan bahwa “terkait dengan nama HMI, Asmin mengisahkan: “Diwaktu itu saya sendiri duduk sebagai salah seorang anggota pengurus organisasi internal mahasiswa STI. Mendengar ide yang dicetuskan oleh saudara Lafrane Pane, saya enthouiast dan kami coba-cobalah mereka-reka apakah gerangan nama organisasi mahasisiwa islam yang akan didirikan itu? Persatuan Mahasiswa Islam? Perhimpunan Mahasiswa Islam? Wah ! keduanya kalau disingkat masing-masing menjadi PMI. Tidak kena. Sudah ada Persatuan Mahasiswa Indonesia yang disingkat dengan PMI. Juga bisa disangka orang Palang Merah Indonesia.” Lanjut Asmin, “Maka kata “Perhimpunan”  kami ganti dengan “Himpunan”. artinya sama. Jadilah bayi yang akan lahir : Himpunan Mahasiswa Islam”. Peristiwa ini tejadi pada bulan Febuari 1947.”[10]
Dari pernyataan Asmin di atas menunjukkan bahwa, kata “Himpunan” di sini bukan berati apa yang orang bilang, kalau oraganisai HMI hanya mementingkan kuantitas, hal ini tertuang dalam kalimat “Hiumpunan”, sedangkan kapasitas kadernya “nol”. Pernyataan ini sangat salah bagi penulis. Mungkin, mereka iri, ataupun belum mengetahui sejarah di namakannya HMI.
Menilik kembali apa yang dikatakan oleh Asmin di atas. Bahwa HMI adalah bayi yang baru lahir. Kiranya bisa difahami, betapa eratnya HMI dengan sifat Muslim yang berintlektual. Mengapa demikaian? Karena, kalau mengaca kepada bayi? Keingin tahuanya sangatlah besar dalam bidang apapun. Dan sifat keingin tahuan kepada sesutau merupakan prinsip dasar kaum intlektual tersebut. Bagaiman mungkin orang ingin menjadi “intlektual” sedangkan dirinya tidak memiliki rasa keingintahuan yang besar? Disinilah, HMI di diganti dengan kata himpunan ataupun kata Perhimpunan memiliki arti mengumpulkan sesuatu (keilmuan) dalam suatu wadah yang darinya para kader bisa mengkaji dan menikmati manisnya sebuah organisasi. Kiranya tidak salah untuk dikatakan bahwa, “Di dalam  perut (kandungan) HMI inilah, para pemimpin bangsa dilahirkan”. bisa dilihat dalam buku “Merka Yang Mencipta dan Mengabdi” KAHMI yang turut menyumbangkan segala kemampuannya kepada negara ini. Sengaja tidak penulis sebutkan satu persatu, untuk menghilangkan “larutnya diri ini kedalam keromantisan sejarah”. Sudah waktunya para kader-HMI untuk memupuk kembali rasa keingintahunya agar menjadi kaum intlektual muslim muda yang terkemuka”. Bukan lagi membahas keromantisan sejarah. Meskipun tidak bisa dipungkiri, bahwa dari sejarah manusia mampu mengambil hikmah. Namun, sayangnya banyak para kader-HMI menyalah gunakan sejarah, bahkan sangking asiknya membaca sejarah, mereka hanya bisa mengungkit para abang-abangnya kepada junior-juniornya. Hal ini, yang membuat organisasi dan sesuatu yang ada di dalamnya, hanya mampu menjilat keromantisan sejarah dan tidak bisa mewujudkan kembali di zamanya mereka. Inilah yang sangat disayangkan untuk para kader-HMI. Sudah saatnya, Menjadi Insan Akademis, Pencipta, dan Pengabdi untuk mewujudkan masyrakat adil dan makmur di pandangan Allah. Berhenti dalam lamunan sejarah yang berkepanjangan.
Bait ketiga “Yakin Usaha Sampai”




           



[1] Bidang PA HMI Cabang Ciputat 2014-2015, “Basic Training Panduan untuk Kader Himpunan Mahasiswa Islam” Ciputat, Maret 2015, hml 9
[2] Bidang PA HMI Cabang Ciputat 2014-2015, “Basic Training Panduan untuk Kader Himpunan Mahasiswa Islam” Ciputat, Maret 2015, hml IV
[3] Agus Salim Sitompul, “Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975
[4] Prof. Dr. Quraish Shihab., M.A., “Wawasan al-Qur’an”  Mizan, Bandung, Febuari  2014, hlm 286 (bisa lebih lanjutnya, dibaca keterangan kata “syukur” menurut pandangan ar-Rhgib al-Asfahany dalam bukunya beliua)
[5] Prof. Dr. Quraish Shihab., M.A., “Wawasan al-Qur’an”  Mizan, Bandung, Febuari  2014, hlm 285-287
[6] Prof. Dr. Quraish Shihab., M.A., “1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui”  Lentera Hati, Ciputat, Januari 2014, hlm 767
[7] Prof. Dr. Quraish Shihab., M.A., “Wawasan al-Qur’an”  Mizan, Bandung, Febuari  2014, hlm 288
[8] Prof. Dr. Quraish Shihab., M.A., “Wawasan al-Qur’an”  Mizan, Bandung, Febuari  2014, hlm 288
[9] Baca Qs al-A’raf {29}, Yunus {22}, al-Ankabut {65}, al-Luqman {32} al-Ghafir {14}, al-Bayyinah {5}.
[10] M. Alfan Alfian dan Tim Penulis KAHMI, “Mereka Yang Mencipta dan Mengabdi” PT Penjuru Ilmu Sejati, Bekasi, September 2016, hlm 44

No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...