Islam plural adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua
agama sama, sama-sama benar. Terutama dari segi teologinya. Islam plural sering
disebut dengan istilah pluralisme agama. Pluralisme beragama ini merupakan
faham yang titik sentralnya berada di segi aqidah. Dalam paham Pluralisme
setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa agamanya yang benar sedangkan
agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama
akan masuk surga (fatwa MUI). Pluralisme agama didasarkan pada satu asumsi
bahwa semua agama jalan yang sama-sama menuju Tuhan yang sama, jadi menurut
paham ini semua agama adalah jalan yang bebeda-beda menuju Tuhan yang sama.
Pluralisme ini kerap dipadankan dengan inklusivisme yang dua-duanya sama
berbahaya, bahkan inklusivisme lebih berbahaya karena mengajarkan bahwa agama
bukanlah satu-satunya jalan keselamatan, dalam paham ini tidak boleh dianggap
penganut agama lain bakal menghuni Neraka.
Salah satu tokoh
pluralisme adalah Gus Dur, beliau berstetmen “Bahwa Indonesia
tidak butuh menjadi negara Islam, hanya cukup individu-individunya saja yang
Islam.” Kalimat ini terlontarkan disebabkan adanya sebuah asumsi untuk
menjadikan negara Indonesia sebagai negara islam. Padahal, jika dilihat kembali
kata-kata yang dikemukakan oleh Gus Dur itu, sebuah upaya untuk hidup
berwarna-warni merupakan keniscayaan bagi manusia. Di mana kehidupan tampa
dihiyasi dengan perbedaan bukanlah kehidupan. Melainkan kematian. Di sinilah
bisa dilihat, bahwa tujuan faham ini untuk teloransi beragama. Hanya saja, banyak
orang awam memahaminya sebagai dalang dari kehancuran agama islam dan
perpecahan diantara para umat.
Salah satu kelompok Islam yang
dianggap mendukung pluralisme agama adalah Jaringan Islam Liberal (JIL). Di halaman
utama situsnya terulis: "Dengan nama Allah, Tuhan Pengasih, Tuhan
Penyayang, Tuhan segala agama.” jaringan islam liberal, tidak jauh beda
dengan faham pluralisme ini. Sehingga, organisasi ini dikatakan salah satu
organisasi garis keras di Indonesia.
Masuknya faham pluralimse di Indonesia pada tahun, 2005 tanggal 29 juli 2005. Selaras
dengan hasil keputusan yang telah dikemukakan oleh MUI. Bahwa “MUI dalam
fatwanya no.7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tanggal 29 juli 2005 tentang Pruralisme,
Liberalisme dan Skularisme agama, Menetapkan bahwa Pluralisme agama adalah
paham yang bertentangan dengan ajaran Islam. Bisa dilihat
dalam bukunya Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’qub., M.A. dengan judul, ITL
(Ijtihad, Terorisme, & Liberalisme).
Munculnya faham pluralisme, menarik perhatian dari berbagai macam
pandangan seperti pandangan kaum sufi yang menyatakan bahwa mereka tidak setuju
akan pluralisme, mereka berpendapat bahwa Islamlah agama yang benar, walaupun
tadinya tidak mengklaim agama lain salah, pendapat mereka bahwa agama sebelum
Islam tadinya memang benar namun setelah Al-Qur'an turun, maka syariat Islamlah
yang mewadahi semua syariat agama sebelumnya, untuk pendapat yang selanjutnya
dari kaum filosof bahwa keyakinanlah yang menjadikan mereka bias dekat dengan
tuhannya. Pada pandangan yang ketiga yaitu dari kaum teolog, bahwa keyakinan
yang benar adalah membawa pada kebahagiaan yang pendapat ini hamper sama dengan
kaum filosof, dan yang terpenting dari semua adalah kesadaran akan pluralisme
agama,supaya terwujud iklim beragama yang sejuk, damnai, dan saling menghargai
sesame umat.
Adapaun pandangan-pandangan dari bergbagi
macam aliran tentang pluralisme beragama sebagaimana berikut :
·
Pandangan
Kaum Teolog Terhadap Pluralisme
Secara umum, para teolog syi’ah sepakat bahwa ancaman
siksaan tidak berlaku kepada orang yang kurang memiliki keyakinan ygbenar,
seperti anak-anak yang belum mencapai usia akil baligh, gila dan terbelakang
mental dibebaskan dari ancaman siksa karena keyakinan mereka yang keliru.
Namun, Syahid Murtadha Mutahhari berpendapat bahwa keselamatan bukan suatu
masalah keputusan sewenang-wenang oleh Allah, merupakan hasil alami dari
kehidupan seseorang, dengan demikian Islam masmuk dalam berbagai tingkatan dari
hasrat fitrah akan kebenaran dan kebaikan yang ditemukan setidaknya secara
laten dalam diri semua manusia hingga keimanan dan kemuliaan para kekasih
Allah, awliya, tak seseorang pun dikecualikan dari surga karena mereka lalai
untuk tunduk pada keimanan yang benar, namun sebagian keyakinan yang keliru
bisa mencegah seseorang dari penyucian diri sendiri secara efektif, dan dengan
demikian, secara tidak langsung mengarah kepada kesengsaraan, karena
ituda Islam kita menemukan alas an akan kebahagiaan, sementara pada saat yang
sama tidak ada kebutuhan eksklusifme yang rijid berdasarkan keyakinan.
·
Pandangan
Kaum Filosof Terhadap Pluralisme
Menurut Al-Farabi, yang sampai tingkat tertentu
pandangannya diterima oleh Ibnu Sina, semua agama mengekspresikan satu
kebenaran filosofis dalam symbol-simbol yang berbeda san symbol-simbol ini
bertindak sebagai pengatur tatanan masyarakat dan mengantarkan manusia menuju
kebahagiaan, selain itu, setiap agama besar mengandung –dalam korpus wahyunya-
kilasan memadahi dari kebenaran murni untuk membawa para pencari kebenaran
terpilih memburu kebenaran itu sendiri dan mampu secara alegoris menafsirkan
symbol-simbol selebihnya.
Al-Farabi berpendapat, muatan dan latarbelakang
spiritual dari agama adalah identik, karena ia bersifat universal, namun ia
sama-sama benar, dimana semua symbol yang digunakan oleh agama tidak berada
pada arah yang sama, pasalnya, agama-agama tersebut lebih mendekati kebenaran
ketimbang yang lainnya, sebagian lebih banyak ketimbang yang lain dalam membawa
manusia kepada kebenaran yang lebih tginggi ; sebagian lebih efektif dari yang
lain dalam meraih keyakinan orang dan menjadi daya direktif dalam kehidupan
mereka.
·
Pandangan
Kaum Sufi Tentang Pluralisme
Jalaluddin Rumi berkata: “Lampu-lampu adalah
berbeda, namun cahaya adalah sama”. Namun ini juga ditegaskan oleh Al-Qur'an:
“Sesungguhnya kami turunkan taurat yang didalamnya ada petunjuk dan cahaya.”
(QS. Al-Maidah: 44, 46).
Namun kesimpulan yang dicapai dalam Al-Qur'an berakibat
demikian, karenanya, semua agama ini memiliki cahaya ilahi yang menjadikannya
tidak berbeda mana yang kita ikuti, ini bukanlah seolah-olah kita dihadirkan
dengan lampu-lampu berbeda, dari yang harus kita pilih sesuai selera, latar
belakang dan kualitas pengalaman pribadi kita, agaknya tuhan mengajukan
lampu-lampu kepada manusia. Dalam suksesi dan adalah tanggung jawab kita untuk
mengikuti apa yang telah dikaruniakan Allah kepada kita di zaman sekarang.
Para sufi telah berusaha menguraikan fakta bahwa ada
sejumlah perbedaan dalam agama-agama yang telah ditetapkan tuhan dengan
perbedaan makna antara makna lahiriah dan makna batiniahdari agama-agama,
perbedaan agama tadi terletak pada aspek lahiriahnya. Sementara aspek
batiniahnya sama, bagaimanapun, mayoritas besar kaum sufi telah membenarkan
tugas itu untuk memeluk ajaran Islam dengan slogan: Tiada Thaoriqah (tarekat)
tanpa syari’ah, tidak ada jalan menuju makna batiniah, tanpa melalui aspek
lahiriahnya.
Akan tetapi, fakta bahwa kebenaran tuhan menemukan
ekspresi secara berbeda, bahkan mempertentangkan agama-agama, tidak berarti
bahwa manusia bebas memilih agama apapun sesuai dengan selera mereka, ketika
Ibnu Arabi ditanya penguasa muslim, bagaimana memperlakukan orang Kristen?
Beliau menjawab bahwa mereka harus diperlakukan persis sebagaimana hukum islam,
ia mengatakan; wajib bagi masyarakat zaman sekarang untuk mengikuti syariat
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dalam makna ini semua
agama yang diturunkan sebelumnya menjadi tidak sah
(batil) dengan diturunkannya Al-Qur'an, bukan karena agama tersebut salah,
timpalnya ini pendapat orang tolol.
Namun bahwa ia menajdi mengikuti syariat Islam
spesifik ketimbang agama yang diturunkan sebelumnya. Bukan berarti karena agama
tersebut tidak bernilai, tetapi karena apapun yang dibutuhkan dari mereka telah
diwadahi dalam wahyu terakhir.
Bisa disimpulkan
bahwa kehadiran faham pluralisme beragama sangat diperlukan, agar tidak ada
klaim pembenaran masing-masing agama dan tidak adanya konflik antar agama.
Sebenaranya semua agama itu sama, sama-sama mepercayai tuhan yang satu, adanya
berbagai agam dikarenakan untuk menguji umat manusia, bagaimana kontribusinya
terhadap agama lain, dan keberagaman agama memang suatu kenyataan yang tidak
bias dipungkiri, namun intinya semua agama itu kembali kepada Allah, adalah
tugas dan wewenang tuhan untuk menyelesaikan perbedaan di antara berbagai agama.
No comments:
Post a Comment