Wednesday, 23 November 2016

Islam Plural

Faham Liar Jilid III



            Islam plural adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama sama, sama-sama benar. Terutama dari segi teologinya. Islam plural sering disebut dengan istilah pluralisme agama. Pluralisme beragama ini merupakan faham yang titik sentralnya berada di segi aqidah. Dalam paham Pluralisme setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa agamanya yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk surga (fatwa MUI). Pluralisme agama didasarkan pada satu asumsi bahwa semua agama jalan yang sama-sama menuju Tuhan yang sama, jadi menurut paham ini semua agama adalah jalan yang bebeda-beda menuju Tuhan yang sama. Pluralisme ini kerap dipadankan dengan inklusivisme yang dua-duanya sama berbahaya, bahkan inklusivisme lebih berbahaya karena mengajarkan bahwa agama bukanlah satu-satunya jalan keselamatan, dalam paham ini tidak boleh dianggap penganut agama lain bakal menghuni Neraka.



            Salah satu tokoh pluralisme adalah Gus Dur, beliau berstetmen “Bahwa Indonesia tidak butuh menjadi negara Islam, hanya cukup individu-individunya saja yang Islam.” Kalimat ini terlontarkan disebabkan adanya sebuah asumsi untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara islam. Padahal, jika dilihat kembali kata-kata yang dikemukakan oleh Gus Dur itu, sebuah upaya untuk hidup berwarna-warni merupakan keniscayaan bagi manusia. Di mana kehidupan tampa dihiyasi dengan perbedaan bukanlah kehidupan. Melainkan kematian. Di sinilah bisa dilihat, bahwa tujuan faham ini untuk teloransi beragama. Hanya saja, banyak orang awam memahaminya sebagai dalang dari kehancuran agama islam dan perpecahan  diantara para umat.
             Salah satu kelompok Islam yang dianggap mendukung pluralisme agama adalah Jaringan Islam Liberal (JIL). Di halaman utama situsnya terulis: "Dengan nama Allah, Tuhan Pengasih, Tuhan Penyayang, Tuhan segala agama.” jaringan islam liberal, tidak jauh beda dengan faham pluralisme ini. Sehingga, organisasi ini dikatakan salah satu organisasi garis keras di Indonesia.
            Masuknya faham pluralimse di Indonesia pada tahun, 2005 tanggal 29 juli 2005. Selaras dengan hasil keputusan yang telah dikemukakan oleh MUI. Bahwa “MUI dalam fatwanya no.7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tanggal 29 juli 2005 tentang Pruralisme, Liberalisme dan Skularisme agama, Menetapkan bahwa Pluralisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran Islam. Bisa dilihat dalam bukunya Prof. Dr. Ali Mustofa Ya’qub., M.A. dengan judul, ITL (Ijtihad, Terorisme, & Liberalisme).
Munculnya faham pluralisme, menarik perhatian dari berbagai macam pandangan seperti pandangan kaum sufi yang menyatakan bahwa mereka tidak setuju akan pluralisme, mereka berpendapat bahwa Islamlah agama yang benar, walaupun tadinya tidak mengklaim agama lain salah, pendapat mereka bahwa agama sebelum Islam tadinya memang benar namun setelah Al-Qur'an turun, maka syariat Islamlah yang mewadahi semua syariat agama sebelumnya, untuk pendapat yang selanjutnya dari kaum filosof bahwa keyakinanlah yang menjadikan mereka bias dekat dengan tuhannya. Pada pandangan yang ketiga yaitu dari kaum teolog, bahwa keyakinan yang benar adalah membawa pada kebahagiaan yang pendapat ini hamper sama dengan kaum filosof, dan yang terpenting dari semua adalah kesadaran akan pluralisme agama,supaya terwujud iklim beragama yang sejuk, damnai, dan saling menghargai sesame umat.
Adapaun pandangan-pandangan dari bergbagi macam aliran tentang pluralisme beragama sebagaimana berikut :
·         Pandangan Kaum Teolog Terhadap Pluralisme
Secara umum, para teolog syi’ah sepakat bahwa ancaman siksaan tidak berlaku kepada orang yang kurang memiliki keyakinan ygbenar, seperti anak-anak yang belum mencapai usia akil baligh, gila dan terbelakang mental dibebaskan dari ancaman siksa karena keyakinan mereka yang keliru. Namun, Syahid Murtadha Mutahhari berpendapat bahwa keselamatan bukan suatu masalah keputusan sewenang-wenang oleh Allah, merupakan hasil alami dari kehidupan seseorang, dengan demikian Islam masmuk dalam berbagai tingkatan dari hasrat fitrah akan kebenaran dan kebaikan yang ditemukan setidaknya secara laten dalam diri semua manusia hingga keimanan dan kemuliaan para kekasih Allah, awliya, tak seseorang pun dikecualikan dari surga karena mereka lalai untuk tunduk pada keimanan yang benar, namun sebagian keyakinan yang keliru bisa mencegah seseorang dari penyucian diri sendiri secara efektif, dan dengan demikian, secara tidak langsung  mengarah kepada kesengsaraan, karena ituda Islam kita menemukan alas an akan kebahagiaan, sementara pada saat yang sama tidak ada kebutuhan eksklusifme yang rijid berdasarkan keyakinan.
·         Pandangan Kaum Filosof Terhadap Pluralisme
Menurut Al-Farabi, yang sampai tingkat tertentu pandangannya diterima oleh Ibnu Sina, semua agama mengekspresikan satu kebenaran filosofis dalam symbol-simbol yang berbeda san symbol-simbol ini bertindak sebagai pengatur tatanan masyarakat dan mengantarkan manusia menuju kebahagiaan, selain itu, setiap agama besar mengandung –dalam korpus wahyunya- kilasan memadahi dari kebenaran murni untuk membawa para pencari kebenaran terpilih memburu kebenaran itu sendiri dan mampu secara alegoris menafsirkan symbol-simbol selebihnya.
Al-Farabi berpendapat, muatan dan latarbelakang spiritual dari agama adalah identik, karena ia bersifat universal, namun ia sama-sama benar, dimana semua symbol yang digunakan oleh agama tidak berada pada arah yang sama, pasalnya, agama-agama tersebut lebih mendekati kebenaran ketimbang yang lainnya, sebagian lebih banyak ketimbang yang lain dalam membawa manusia kepada kebenaran yang lebih tginggi ; sebagian lebih efektif dari yang lain dalam meraih keyakinan orang dan menjadi daya direktif dalam kehidupan mereka.
·         Pandangan Kaum Sufi Tentang Pluralisme
Jalaluddin Rumi berkata: “Lampu-lampu adalah berbeda, namun cahaya adalah sama”. Namun ini juga ditegaskan oleh Al-Qur'an: “Sesungguhnya kami turunkan taurat yang didalamnya ada petunjuk dan cahaya.” (QS. Al-Maidah: 44, 46).
Namun kesimpulan yang dicapai dalam Al-Qur'an berakibat demikian, karenanya, semua agama ini memiliki cahaya ilahi yang menjadikannya tidak berbeda mana yang kita ikuti, ini bukanlah seolah-olah kita dihadirkan dengan lampu-lampu berbeda, dari yang harus kita pilih sesuai selera, latar belakang dan kualitas pengalaman pribadi kita, agaknya tuhan mengajukan lampu-lampu kepada manusia. Dalam suksesi dan adalah tanggung jawab kita untuk mengikuti apa yang telah dikaruniakan Allah kepada kita di zaman sekarang.
Para sufi telah berusaha menguraikan fakta bahwa ada sejumlah perbedaan dalam agama-agama yang telah ditetapkan tuhan dengan perbedaan makna antara makna lahiriah dan makna batiniahdari agama-agama, perbedaan agama tadi terletak pada aspek lahiriahnya. Sementara aspek batiniahnya sama, bagaimanapun, mayoritas besar kaum sufi telah membenarkan tugas itu untuk memeluk ajaran Islam dengan slogan: Tiada Thaoriqah (tarekat) tanpa syari’ah, tidak ada jalan menuju makna batiniah, tanpa melalui aspek lahiriahnya.
Akan tetapi, fakta bahwa kebenaran tuhan menemukan ekspresi secara berbeda, bahkan mempertentangkan agama-agama, tidak berarti bahwa manusia bebas memilih agama apapun sesuai dengan selera mereka, ketika Ibnu Arabi ditanya penguasa muslim, bagaimana memperlakukan orang Kristen? Beliau menjawab bahwa mereka harus diperlakukan persis sebagaimana hukum islam, ia mengatakan; wajib bagi masyarakat zaman sekarang untuk mengikuti syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dalam makna ini semua
agama yang diturunkan sebelumnya menjadi tidak sah (batil) dengan diturunkannya Al-Qur'an, bukan karena agama tersebut salah, timpalnya ini pendapat orang tolol.
Namun bahwa ia menajdi mengikuti syariat Islam spesifik ketimbang agama yang diturunkan sebelumnya. Bukan berarti karena agama tersebut tidak bernilai, tetapi karena apapun yang dibutuhkan dari mereka telah diwadahi dalam wahyu terakhir.
Bisa disimpulkan bahwa kehadiran faham pluralisme beragama sangat diperlukan, agar tidak ada klaim pembenaran masing-masing agama dan tidak adanya konflik antar agama. Sebenaranya semua agama itu sama, sama-sama mepercayai tuhan yang satu, adanya berbagai agam dikarenakan untuk menguji umat manusia, bagaimana kontribusinya terhadap agama lain, dan keberagaman agama memang suatu kenyataan yang tidak bias dipungkiri, namun intinya semua agama itu kembali kepada Allah, adalah tugas dan wewenang tuhan untuk menyelesaikan perbedaan di antara berbagai agama.



No comments:

Post a Comment

Dalam Cinta, Air Mataku Tak Akan Pernah Berhenti

في الحب دموعي لا تنتهي بالدمع كتبتُ هذه القصيدةَ بالقلق أصابني كل حين في الحياة فكرتُ ما أخطائي إليكِ لمرَة حتى أشعر أن أحبك بشدة المرة...